INDOSPORT.COM - Dengan rekam jejak yang sangat luar biasa di Liga Italia, bagaimana Massimiliano Allegri bisa menyulap skuad AS Roma di paruh kedua musim ini?
Hasil kurang maksimal yang didapatkan AS Roma baik di Serie A Liga Italia dan pentas lainnya musim ini membuat kursi kepelatihan Paulo Fonseca di ujung tanduk. Nama mantan pelatih Juventus dan AC Milan, Massimiliano Allegri, pun masuk dalam bursa calon pelatih anyar.
Setelah digadang-gadang sebagai salah satu kompetitor kuat di kompetisi teratas Negeri Pizza, Serigala Ibu Kota malah tampil mengecewakan. Baru-baru ini, mereka alami kekalahan mengejutkan 2-4 lawan tim promosi, Spezia, di Coppa Italia.
Hasil memalukan ini pun tak lepas dari dua kartu merah yang menimpa Gianluca Mancini dan Pau Lopez hingga pelanggaran penggantian enam pemain. Lengkap sudah rangkuman bobroknya AS Roma yang sebelumnya dipecundangi 0-3 oleh Lazio di Serie A Liga Italia.
Beragam nasib apes ini pula yang membuat pihak manajemen Giallorossi kabarnya sudah ambil ancang-ancang gantikan Fonseca. Melansir laman berita Daily Mail, nama Max Allegri muncul setelah dirinya masih menganggur pascahengkang dari Turin.
Allegri memiliki catatan impresif dengan lima kali Scudetto sekaligus berbagai trofi pentas domestik seperti Coppa Italia dan Supercoppa Italiana. Pelatih asli Italia ini juga punya rasio menang hingga 70 persen.
Lalu, bagaimana kira-kira wajah AS Roma andai ditangani Massimiliano Allegri? Berikut ulasannya.
Formasi Menyerang yang Fleksibel
Massimiliano Allegri merupakan salah satu pelatih Italia terbaik di era sepak bola modern ini. Sukses bersama Cagliari dan mendapat predikat pelatih terbaik Serie A 2009/10, Max Allegri akhirnya dilirik oleh AC Milan.
Di AC Milan, karier Allegri makin bersinar. Ia sukses membawa I Rossoneri merengkuh gelar scudetto Serie A 2010/11. Setelah itu, ia cukup stabil membawa Milan bersaing di empat besar sebelum akhirnya I Rossoneri mengalami kesulitan finansial.
Ternyata, AC Milan hanyalah awal pijakan awal dari kesuksesannya di sepak bola Italia. Setelah dari Milan, ia ditunjuk sebagai pelatih kepala Juventus.
Di Juventuslah ia mencapai puncak karier. Tercatat 5 gelar scudetto dan 4 Coppa Italia berhasil ia dapatkan. Massimiliano Allegri juga membawa Juventus dua kali ke partai final Liga Champions Eropa.
Menilik pengalaman Allegri ketika masih melatih Cagliari, Milan, dan Juventus ia selalu menerapkan variasi taktik yang berbeda sesuai dengan kondisi skuad dan pemain yang dimilikinya.
"Seorang pelatih harus berada di pinggir lapangan. Dia harus bernafas dalam permainan, dia harus memahami kapan waktunya untuk menggantikan atau melepas pemain terbaiknya karena tim membutuhkan jenis pemain yang berbeda," kata Allegri kepada ESPN.
Allegri adalah tipe allenatore yang cukup fleksibel. Meski identik dengan formasi 4-3-3, Allegri juga dikenal sebagai penganut formasi klasik 4-4-2 dan 4-3-1-2.
Berbeda dengan era Conte, Juventus di era Allegri tampil lebih bervariasi. Jika Conte terus menggunakan 3-5-2, maka Allegri bisa memakai formasi 4-4-2, 4-4-2, atau 4-3-1-2. Kehebatannya dalam mengadaptasi permainan lawan memang harus diacungi jempol.
Dengan fakta ini, AS Roma pun bisa berlega hati. Selama ini mereka terbiasa menggunakan skema tiga bek (3-4-2-1) dan hasilnya memang tak bisa disebut konsisten.
Mungkin di bawah Allegri, Roma akan kembali menggunakan formasi empat bek, entah itu 4-3-3 atau 4-3-1-2. Tentu ini adalah sebuah hal yang menyegarkan untuk tim.
Dengan formasi ini, AS Roma bisa memainkan Davide Santon (bek kanan), Leonardo Spinazolla (bek kiri, Chris Smalling (tengah), dan Roger Ibanez (tengah) pada posisi idealnya.
Di bawah Fonseca, AS Roma memang kerap mengorbankan para bek sayap mereka. Padahal di situ ada dua bintang Timsan Italia, Leonardo Spinazolla dan Davide Santon yang sangat bagus sebagai fullback.
Sementara itu, di sektor gelandang Massimiliano Allegri tidak menemui masalah untuk memainkan tiga gelandang andalan AS Roma. Sebab, mereka memiliki sumber daya melimpah di lini tengah.
Sebut saja Jordan Veretout, Gonzao Villar, Bryan Cristante, Borja Mayoral, atau Amadou Diawara. Semuanya bisa dimainkan dalam skema 4-3-1-2 atau pun 4-3-3 sebagai trio gelandang di depan bek.
Untuk pos gelandang serang atau penyerang lubang, AS Roma mungkin adalah gudangnya di Serie A. Saat ini bercokol nama-nama bintang seperti Henrikh Mkhitaryan, Lorenzo Pellegrini, Nicolo Zaniolo, Bryan Cristante, sampai Javier Pastore.
Allegri tinggal memilih saja siapa yang akan ia jadikan penyerang lubang. Apabila menilik dari materi pemain yang ada, AS Roma memang cocok bermain dengan formasi yakni 4-3-1-2 atau 4-3-3.
Peran seorang Henrikh Mkhitaryan atau Lorenzo Pellegrini bisa lebih maksimal jika dijadikan playmaker murni dalam formasi 4-3-1-2. Meksi begitu, tetap ada kekurangan yang dirasakan Roma dari formasi ini, yakni minimnya stok striker.
Praktis hanya tinggal Edin Dzeko saja yang berposisi sebagai striker murni. Selebihnya, para bomber AS Roma memiliki karakter kuat sebagai penyerang sayap.
Untuk itu, sebagai alternatif, Allegri bisa saja mencoba memilih formasi 4-3-3 sebagai starter. Dengan formasi ini, maka pemain seperti Pedro dan Carles Perez dapat terakomodasi.
Formasi lebih menyerang seperti 4-3-3 dan 4-3-1-2 memang lebih dibutuhkan AS Roma saat ini. Sebab, mereka memiliki banyak stok pemain dengan karakteristik menyerang.
Jika Allegri datang di putaran kedua ini, niscaya perolehan jumlah gol AS Roma pun akan bertambah. Dan yang terpenting, pertahanan mereka pun juga akan lebih solid dengan adanya empat bek.
Sebab, saat ini AS Roma menjadi tim dengan angka kebobolan terburuk di 10 besar. Mungkin bursa transfer musim dingin bisa dimanfaatkan Allegri dan AS Roma untuk mencari striker murni tambahan.