INDOSPORT.COM – Cerita menarik jelang partai sengit Fiorentina vs AS Roma di Liga Italia malam nanti, mulai dari dari tangisan Gabriel Batistuta hingga berakhirnya era Magnificent Seven Serie A yang sempat gemerlap di Eropa.
Dalam laga lanjutan pekan ke-25 Liga Italia hari Rabu (03/03/21) ini, terdapat beberapa pertandingan seru yang terjadi dan salah satunya adalah duel Fiorentina vs AS Roma.
Bertanding di Stadion Artemio Franchi, Fiorentina sebagai tuan rumah bakal kembali sulit meraih poin saat jumpa AS Roma. Apalagi dalam lima laga terakhir, rapor La Viola terbilang cukup buruk dengan cuma raih satu kemenangan.
Sementara AS Roma sedikit lebih baik dengan catatkan dua kemenangan, termasuk pesta tiga gol tanpa balas kontra Udinesse pada 14 Februari lalu.
Secara rekor head to head, Fiorentina juga tak punya cukup daya untuk menahan laju pemain AS Roma. Total dari lima pertemuan terakhir, AS Roma mampu tiga kali menang dan sekali imbang.
Walau belakangan duel Fiorentina vs AS Roma tak lagi menarik perhatian, namun gengsi serta kenangan masa lalu kedua kesebelasan tetap mampu memantik api persaingan kala bertemu.
Dari sekian banyak duel yang terjadi, pertandingan Fiorentina vs AS Roma pada musim 2000/01 mungkin jadi laga paling ikonik dan terus dikenang bagi para penggila Serie A.
Sebab pada masa itu, terdapat dua momen sulit dilupakan yakni tangisan legenda Timnas Argentina, Gabriel Omar Batistuta hingga hilangnya gemerlap Magnificent Seven Serie A yang melegenda.
Dimulai dari tangisan Gabriel Batistuta. Bagi fans Liga Italia era 90 hingga awal 2000-an, nama striker kelahiran Santa Fe, 52 tahun silam ini pasti sudah sangat familiar bahkan tak jarang menjadikannya sebagai idola.
Dikenal sebagai pahlawan AS Roma dalam meraih scudetto musim 2000/01, namun dalam sejarahnya Batistuta jauh lebih terkenal kala berseragam Fiorentina tahun 1991 hingga 1999.
Selama kurang lebih sembilan musim di Stadio Artemio Franchi, penyerang berjuluk Batigol ini mampu menorehkan beberapa prestasi buat La Viola serta penghargaan individu buat dirinya sendiri.
Didatangkan dari Boca Juniors pada usia 22 tahun, Batistuta langsung unjuk gigi dengan mencetak 14 gol dalam 30 pertandingan di semua kompetisi buat Fiorentina pada musim debut.
Sempat terdegradasi ke Serie B musim 1993–94, namun kesetiaan Batistuta bersama Fiorentina tetap terjaga, bahkan sang pemain turut andil dalam membawa I Gigliati promosi setahun berselang.
Kembali naik kasta ke Serie A, Batistuta makin menggila. Torehan 26 gol dari 32 pertandingan Serie A musim 1994/95, menjadikannya sebagai top skor di akhir kompetisi mengalahkan attaccante AS Roma, Abel Balbo (22 gol).
Total selama memperkuat Fiorentina, peraih dua kali top scorer Copa America ini berhasil mempersembahkan masing-masing satu trofi Serie B, Coppa Italia dan Supercoppa Italiana, serta mencetak 207 gol dari 333 laga.
Gemilang bersama Fiorentina, godaan klub besar pun datang apalagi Batistuta belum pernah menjuarai Serie A dan juga Liga Champions. Melihat situasi ini, AS Roma pun datang dan berikan jaminan untuk bisa membantunya raih dua gelar tersebut.
Pada 2000/01, mimpi buruk Fiorentina terjadi saat dana sebesar 36,2 juta euro dari AS Roma untuk memboyong Batistuta tak mampu ditolak oleh manajemen La Viola.
Di musim debut bersama AS Roma, Batistuta tampil nyetel dengan Francesco Totti dan Vincenzo Montella. Berbekal torehan 20 gol, Batistuta berhasil wujudkan mimpi untuk meraih scudetto pertama dalam kariernya.