Liga Indonesia

Striker Lokal Belum Unjuk Gigi, Kolonialisme Eropa di Liga 1 Berlanjut Lagi

Kamis, 7 April 2022 22:28 WIB
Penulis: Izzuddin Faruqi Adi Pratama | Editor:
© Nofik Lukman Hakim/Indosport.com
Selebrasi penyerang Bali United, Ilija Spasojevic. Foto: Nofik Lukman Hakim/Indosport.com Copyright: © Nofik Lukman Hakim/Indosport.com
Selebrasi penyerang Bali United, Ilija Spasojevic. Foto: Nofik Lukman Hakim/Indosport.com
Ada Spaso, tapi...

Yang terbaru di Liga 1 musim 2021/2022, mengingat musim 2020 ditiadakan akibat pandemi global, Ilija Spasojevic yang memuncaki daftar top skor dengan 23 gol. 

Pria yang akrab disapa Spaso itu mengungguli Ciro Alves, Carlos Fortes (20), Youssef Ezzejjari (18), dan Taisei Marukawa (17) yang bersamanya mengisi slot lima pemain tertajam.

Tak cuma itu, Spaso juga mengantarkan klubnya yakni Bali United menjadi juara. Ini adalah kali pertama di era Liga 1 ada top skor yang juga sekaligus mengangkat trofi kampiun.

Banyak yang akan protes jika eks Bhayangkara FC itu saat ini memegang paspor Indonesia namun tidak boleh dilupkan jika ia sebenarnya lahir dan besar sebagai orang Montenegro.

Sejak 2017 Spaso sudah menjadi WNI dan bahkan membela tim nasional Indonesia namun tetap saja statusnya adalah bintang naturalisasi.

Memang sangat tidak memungkinkan rasanya untuk meminta klub-klub Liga 1 untuk berhenti tunduk pada 'penjajahan' striker Eropa namun demi kebaikan timnas Indonesia, mau tidak mau harus dilakukan juga.

Invasi berujung kolonialisasi bintang-bintang benuia biru membuat Merah-Putih kesulitan punya pemain depan berkualitas di ajang internasional.

Pada Piala AFF 2020 lalu, timnas Indonesia memiliki empat striker dalam diri Ezra Walian, Hanis Saghara, Dedik Setiawan, Kushedya Yudo namun tidak satupun yang musim ini di Liga 1 bisa mengemas lebih dari tiga gol.

Memang Spaso masih bisa dipanggil namun usianya sudah 34 tahun dan kemungkinan besar kualitas bakal menurun seiiring berjalannya waktu plus ia bukan pemain favorit Shin Tae-yong selaku pelatih timnas.

Maka dari itu, semua elemen sepak bola Indonesia harus memutar otak untuk memikirkan bagaimana caranya agar striker lokal dipandang sebagai komoditas seksi di mata klub-klub Liga 1.