Jairo Matos, Pardedetex, dan Cerita Pemain Asing Pertama di Liga Indonesia
Adalah Pardedetex, klub asal Sumatera Utara yang tengah berkompetisi di era Galatama, yang berhasil mencuri perhatian Jairo kala itu.
“Kalau bukan karena Pardedetex, saya hampir mustahil ada di Indonesia sampai sekarang,” katanya antusias saat mengingat klub milik Tumpal Doranius Pardede tersebut.
Tahun 1982, Pardedetex menjadi klub yang berhasil membuat Jairo menjadi pemain pertama Brasil yang merumput di sepak bola Indonesia.
Maklum, sang bos Pardedetex, Tumpal Doranius Pardede adalah salah satu pengusaha terkaya di Indonesia pada era-nya.
Ketika itu era 80-an kekayaan Tumpal Pardede ditaksir tembus Rp50 miliar, dan jika dikonversi nilai mata uang pada saat ini,kekayaannya ditaksir capai triliunan rupiah.
Tak hanya Jairo, kala itu Pardede juga merekrut sejumlah bintang timnas era 70-an, seperti Iswadi Idris, Sucipto Suntoro, Abdul Kadir, dan M. Basri.
Namun kejayaan tim ini sirna setelah sang pemilik kecewa dengan kondisi persepak bolaan nasional Indonesia, awal 1980-an Pardedetex dibubarkan dan mundur dari kompetisi Galatama.
Pardedetex membawa Jairo merasakan atmosfer suporter yang berbeda dari yang dirasakannya di Jepang dulu.
“Penonton-penonton Indonesia beda jauh dari Jepang. Penonton Indonesia itu cinta sepak bola. Atmosfer suporter dan suhu yang buat saya pindah dari Jepang ke Indonesia,” katanya.
Menurut Jairo, suasana sepak bola Indonesia dengan keberadaan puluhan ribu suporter mirip dengan Brasil. Sayangnya, jalinan cinta antara Jairo dan Pardedetex harus berakhir pada 1984, buntut dari regulasi anyar kompetisi Galatama yang melarang adanya pemain asing di klub yang bermain.
“Saat itu saya tidak tahu alasanya apa, pemain asing tidak diperbolehkan, habis sepak bola Galatama,” katanya. Hal itu, ia yakini sebagai alasan kenapa sepak bola Indonesia sempat melamban.
Tapi hal itu tak lantas membuat Jairo kacang lupa kulit. Dalam ingatannya terus terekam bagaimana Pardedetex memperlakukannya.
“Saya berterimakasih kepada Pardedetex karena bisa menerima saya di sini dan memberikan yang terbaik buat saya,” kata Jairo yang sempat didesak banyak orang untuk menjadi WNI pada tahun 1978 silam.