Termasuk Polisi dan Suporter, Ini 5 Pihak yang Bertanggung Jawab di Tragedi Kanjuruhan
Publik di media sosial kerap kali terlalu cepat menjadikan federasi atau badan hukum sebagai biang dari sebuah masalah. Mungkin itu karena kejadian yang sudah-sudah memang berawal demikian namun tetap saja itu tidak benar.
Tidak ada asap tanpa api. Tidak akan ada Tragedi Kanjuruhan apabila suporter tetap tenang di tribun walau tim yang mereka dukung mendapat hasil yang tidak diharapkan.
Fans Arema FC diduga kuat adalah mereka yang menyerbu ke dalam lapangan sebagai bentuk protes mereka usai Singo Edan digebuk Persebaya Surabaya 2-3.
Awalnya hanya segelintir, namun kemudian jumlahnya semakin membludak. Awalnya hanya ada yang mengajak, lalu seolah emosi yang lain ikut meledak-ledak.
Inilah pertanda bahwa sebenarnya level kestabilan emosi suporter dalam negeri masing sangat rendah dan belum mengalami peningkatan sejak berpuluh tahun.
Alhasil, mereka yang rajin menonton laga sepak bola langsung di stadion kerap kali dicap tidak tertib. Sepak bola memang lahir dari kalangan bawah, namun bukan berarti penikmatnya tidak bisa punya wibawa, bukan?.
Memang apa yang didapat dengan menyerbu lapangan dan memukuli pemain sendiri serta merusak fasilitas?. Mau sampai mati tiga kali pun tripoin tetap diberikan pada si pemenang.
Protes terhadap hasil buruk bisa dilakukan dengan cara lebih baik. Silakan mengancam, namun jangan sampai kelewat batas hingga mengorbankan nyawa orang lain.
Tragedi Kanjuruhan cepat atau lambat akan dilupakan. Histeria dan kesedihan masyarakat perlahan dijamin hilang namun tidak dengan keluarga para korban.
Bisa jadi dari mereka harusnya bisa lahir bintang-bintang sepak bola besar masa depan namun karena trauma kejadian ini takdir berbelok ke arah lain.