Liga Indonesia

Ketum PSSI Terancam Mundur, Pelatih Lokal Menjerit: Ke Mana Lisensi Puluhan Juta?

Rabu, 19 Oktober 2022 16:34 WIB
Penulis: Martini | Editor: Indra Citra Sena
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Presiden FIFA, Gianni Infantino usai melakukan pertemuan dengan Ketum PSSI Mochammad Iriawan sekita hampir 2 jam di kantor PSSI GBK Arena, Selasa (18/10/22). Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
Presiden FIFA, Gianni Infantino usai melakukan pertemuan dengan Ketum PSSI Mochammad Iriawan sekita hampir 2 jam di kantor PSSI GBK Arena, Selasa (18/10/22).
Bukti Keteledoran PSSI

Berdasarkan penelusuran, biaya untuk mengikuti kursus kepelatihan dan lisensi, memiliki harga yang variatif dan tentu tidak murah, bahkan mencapai puluhan juta.

Lisensi D dibanderol biaya Rp4 juta, lisensi C dikenai harga Rp10 juta, lisensi B berada di angka Rp32 juta, dan lisensi A memiliki kisaran harga Rp40 sampai Rp50 juta.

Namun, setelah membayar puluhan juta, Bung Towel mengungkapkan lisensi para pelatih belum juga diterbitkan oleh PSSI.

"Yang bertanggung jawab melaksanakan kursus kepelatihan ini ialah Asosiasi Pelatih Sepak Bola Seluruh Indonesia (APSSI) yang ketuanya adalah Yeyen Tumena," tuturnya.

"Tentu mereka sudah menanyakan ke APSSI, tetapi mereka mendapat jawaban yang kurang memuaskan mereka," jelas Bung Towel melalui kanal Youtube-nya.

"Intinya jawabannya saat ini sertifikatnya menumpuk di Kesekjenan, mengantri, dan menunggu ditandatangani Ketua Umum.

Fakta ini mengungkap semakin banyak borok PSSI, masih banyak PR yang harus dibenahi dalam upaya transformasi sepak bola Indonesia menuju level yang lebih baik.

"Membuka borok PSSI soal administrasi, mulai dari Asosiasi, mengawalnya ke PSSI, Kesekjenan, sampai tanda tangan Ketua Umum yang masih antri, menumpuk."

"Kita harap persoalan sertifikat ini segera selesai, para pihak yang bertanggung jawab bisa mengurus sampai tuntas, turun tangan, jangan hanya memberi alasan-alasan."

Bung Towel sendiri sebelumnya sempat beradu argumentasi dengan Exco PSSI, di mana ia mendesak agar Ketua Umum dan jajarannya mundur usai Tragedi Kanjuruhan.