3 Dampak Buruk Liga 1 Tanpa Degradasi: Bakal Terasa hingga ke Timnas Indonesia!
Dampak buruk pertama dengan diberlakukannya sistem Liga 1 tanpa degradasi adalah peluang praktek pengaturan skor atau match fixing yang bisa terjadi sepanjang kompetisi berjalan.
Dengan tidak adanya kekhawatiran klub bakal degradasi, maka hanya tim yang berpotensi juara saja yang tampaknya bakal mati-matian bertanding.
Dari situasi tersebut, tim-tim papan bawah terutama yang tidak memiliki kekuatan finansial yang kuat, berpotensi besar "menjual" pertandingan mereka untuk tim lain.
Pun begitu dengan tim papan atas, dengan hasrat untuk meraih gelar juara, mereka bisa saja main mata degan tim papan bawah lainnya untuk bisa "membantu" mereka menang.
Dengan sistem tanpa degradasi, andai tim papan bawah yang dirugikan (kalah), tentunya tidak akan berpengaruh kepada mereka lantaran sudah ada jaminan bahwa klub tersebut masih akan tampil di Liga 1 musim depan.
Pemain Tak Keluarkan Potensi Maksimal
Dengan kepastian bakal terus bermain di Liga 1 musim depan, maka para pemain pun bisa tampil angin-anginan sepanjang musim ini.
Tidak adanya persaingan yang sehat untuk keluar dari zona degradasi, berpotensi membuat pemain dan klub lebih pilih bermain aman. Artinya, bermain dengan santai demi menjaga kondisi fisik.
Pelatih juga bakal lebih sering memainkan pemain cadangannya, yang artinya bisa menurunkan peak performance para pemain bintang yang sebelumnya jadi pilihan utama.
Dengan tidak adanya degradasi, klub pun bisa masa bodoh dengan hasil yang diraih sepanjang musim ini, sehingga pelatih pun kemungkinan besar banyak melakukan rotasi besar-besaran di tiap laga.
Yang imbasnya seperti disebutkan di atas, pemain yang sering jadi tumpuan dan sedang mencapai penampilan terbaiknya berpotensi bakal lebih sering dirotasi dan bisa menghambat perkembangan kualitas permainannya.