SOS Sebut Honor Perangkat Pertandingan Liga 1 Belum Dibayar Senilai Rp1,62 Miliar
Menurut SOS, ditundanya pembayaran tersebut bisa memicu terjadinya match fixing. Hal ini harus dibenahi sesegera mungkin.
"Entah apa alasan dari PT LIB menunda pembayaran honor perangkat pertandingan. Tapi, budaya buruk ini tidak boleh terulang ke depan," ujar Akmal Marhali.
"Penundaan pembayaran honor perangkat pertandingan membuka celah terjadinya pengaturan skor. Baik itu match acting, match setting, maupun match fixing," imbuhnya.
Menelaah jumlah pemasukan uang dari sponsor Liga 1 musim ini, seharusnya tidak ada keterlambatan pembayaran.
PT LIB dari kompetisi mendapatkan sekitar Rp 370 miliar. Rinciannya, Rp 220 miliar dari hak siar dan Rp 150 miliar dari sponsor BRI.
Bila setiap klub hanya mendapatkan Rp 5,5 miliar sebagai subsidi, artinya dana yang keluar hanya Rp 99 miliar. Artinya, masih ada Rp 270 miliar.
"LIB harus membuka laporan keuangannya secara transparan kepada pemilik saham. Kemana saja uang sponsor Liga 1 digunakan. Dan, harus ada langkah hukum bila terjadi penggelapan. Ini demi sepakbola Indonesia yang sehat, profesional dan bermartabat," kata Akmal.
Save Our Soccer juga mendukung langkah Ketua Umum PSSI, Erick Thohir mengaudit keuangan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan melibatkan dengan firma audit ternama Ernst & Young.
"Semoga audit yang dilakukan bisa membuka borok sepakbola Indonesia. Kalau sakitnya sudah stadium 4 dan harus diamputasi maka pengurus PSSI harus berani melakukannya. Ini demi kebaikan sepakbola Indonesia," tegas Akmal.
SOS berharap audit yang dilakukan bisa dibuka secara transparan. Apalagi PSSI adalah Lembaga Publik yang menurut Komisi Informasi Publik (KIP) harus terbuka soal keuangan.
"Contoh FAS (PSSI-nya Singapura) yang membuka laporan keuangan mereka di situs federasi untuk diketahui publik," tuntasnya.