Gebrakan Erick Thohir untuk Audit Eksternal Bukan Barang Baru di PSSI
Gebrakan Erick Thohir dalam rencana melakukan audit dari pihak eksternal untuk memeriksa keuangan PSSI dan PT LIB, ternyata bukan barang baru.
Sebelumnya para pengurus PSSI pernah melakukan langkah yang sama pada tahun 2011 lalu.
Saat itu tim Exco yang terdiri dari Ketua Umum PSSI baru, Djohar Arifin Husin, Waketum PSSI, dan sembilan anggota lainnya, melakukan pertemuan di kantor PSSI untuk pertama kalinya sejak terpilih.
Satu anggota tidak hadir saat itu, yakni La Nyalla Mattaliti yang tengah berobat ke Singpura.
Beberapa agenda yang dibahas secara intensif adalah menggodok bentuk struktur pengurus PSSI 2011-2015. Rapat juga memutuskan PSSI akan melakukan audit terhadap kondisi keuangannya.
Ketua PSSI, Djohar Arifin dalam konferensi persnya di kantor PSSI mengatakan, audit financial perlu dilakukan agar kepengurusannya bisa mulai bekerja dari titik nol.
"Kami akan undang auditor internasional yang mengerti dunia sepak bola untuk melakukan audit," kata Djohar Arifin saat itu.
Mantan staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu menyatakan audit dilakukan tidak untuk mencari kesalahan pengurus lama.
Audit dilakukan agar kinerja PSSI ke depan lebih baik dan transparan.
"Karena modal kami adalah kepercayaan. Kami ingin mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat juga jajaran pengusaha.
"Karena itu kami harus mulai dengan bersih agar bisa melakukan kerjasama dengan pihak manapun," sambung Djohar.
Sebagai bentuk transparansi, nantinya ke depan PSS dibawah komando Djohar Arifin berencana mengumumkan kepada public, kondisi keuangan tiap enam bulan sekali atau satu tahun sekali.
Dengen beguitu masyarakat akan mengatahui kondisi sebenarnya dan merasa memiliki. Wacana Djohar itu bahkan bukan isapan jempol belaka.
PSSI menunjuk salah satu firma ternama yaitu Deloitte, auditor yang juga mengaudit keuangan klub-klub besar Eropa untuk melakukan audit terhadap PSSI sendiri dan juga PT Liga Indonesia, sebagai operator kompetisi saat itu.
Namun rencana audit mendapat penolakan oleh PT Liga Indonesia, karena operator kompetisi Liga Super itu tidak bersedia diaudit oleh Deloitte. Alhasil, PSSI hanya melakukan audit laporan keuangan miliknya sendiri.
PT Liga Indonesia tak mau diaudit karena beralasan, mereka telah mempunyai tim auditor internal. Sikap ini membuat PSSI berang.
PSSI bahkan sampai menggandeng Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk memaksa PT Liga Indonesia membuak pintu auditor eksternal.
Bendahara Umum PSSI saat itu, Zulkifli Nurdin Tanjung, menyebut padahal sebanyak 99 persen saham PT Liga Indonesia itu milik PSSI. Sebagai pemilik saham mayoritas, PSSI seharusnya memiliki hak melakukan audit.
Apalagi sebagian besar perputaran uang di tubuh PSSI berada di PT Liga Indonesia. PSSI kemudian melayangkan surat ke PT Liga Indonesia untuk menggelar rapat umum pemegang saham.
Tetapi tidak digubris, surat kedua dikirim kepada Badan Liga Indonesia (BLI) namun kembali tidak mendapat jawaban.
PSSI pun akhirnya, PSSI pun mencabut hak PT Liga Indonesia sebagai operator kompetisi pada 22 Agustus 2011.
PSSI lalu menunjuk operator baru, PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) untuk menjalankan roda kompetisi resmi yang baru saa itu, Liga Primer Indonesia (LPI).
Permasalahan tidak berhenti sampai di situ. Meski PT Liga Indonesia sudah didepak oleh PSSI, mereka tetap menggelar kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) untuk musim baru 2011/12.
Klub-klub yang tadinya bermain untuk LPI akhirnya memilih bergabung ke ISL lagi, hal ini yang kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya dualisme kompetisi dan kepengurusan antara PSSI dan KPSI, yang berbuntut sanksi FIFA.