Napak Tilas Liga Champions 2009/2010, Terakhir Kali Inter Milan ke Final dan Juara
Seperti musim 2022/2023, sebelumnya tidak ada yang menjagokan Inter Milan sebagai favorit teratas untuk menjuarai Liga Champions 2009/2010.
Salah satu penyebabnya adalah kepergian striker utama Zlatan Ibrahimovic ke Barcelona. Bomber Swedia itu berasalan jika dengan bergabung bersama Los Cules peluanganya untuk mengangkat trofi Kuping Besar akan semakin besar.
Akan tetapi Inter Milan beruntung punya Jose Mourinho. Bersama para petinggi klub, ia membuat bursa transfer musim panas 2009 yang bisa jadi petaka menjadi bursa transfer yang tak terlupakan.
Dalam negosiasi bersama Barcelona untuk Ibrahimovic mereka meminta untuk diberikan Samuel Eto'o, seorang penyerang kelas dunia yang kala itu dianggap sang raksasa Spanyol tidak lebih bagus ketimbang Ibrakadabra.
Pada akhirnya Eto'o justru bisa tampil tajam musim itu dengan sumbangan 16 gol. Hanya lima gol lebih sedikit dari Ibrahimovic di musim debutnya untuk Barcelona.
Tidak cukup sampai di situ, Mourinho juga menggaet Diego Milito dari Genoa. Pada awalnya banyak yang heran kenapa Inter Milan mau mendatangkan striker 30 tahun dari klub papan tengah seharga 28 juta Euro namun semua tanda tanya ia bungkam dengan 30 gol plus gelar pemain dan bintang terbaik Italia.
Goran Pandev yang didatangkan gratis dari Lazio melengkapri trio lini serangan Inter Milan. Namun kepingan terpenting tim luar biasa ini tetaplah Wesley Sneijder, playmaker Belanda yang dibeli murah dari Real Madrid dengan hanya 18 juta Euro saja.
Kwartet Eto'o, Milito, Pandev, dan Sneijder kemudian menjadi motor serangan Inter Milan sepanjang musim dan meskipun 2009/2010 adalah musim pertama keempatnya bermain bersama, namun chemistry instan langsung bisa terlihat.
Ditambah dengan para pion yang sudah lebih dulu stabil seperti Walter Samuel, Maicon, Javier Zanetti, Ivan Cordoba, Dejan Stankovic, Esteban Cambiaso, Julioc Cesar dan lain-lain, Mourinho punya skuad yang kedalamannya tidak main-main.
Walau demikian bukan berarti Liga Champions bisa mereka menangkan begitu saja. Masih ada halangan dari berbagai klub kuat termasuk Barcelona yang kala itu dianggap sebagai tim terbaik yang nyaris mustahil untuk dikalahkan dengan taktik tika-taka ala Pep Guardiola-nya.