Bedah Kualitas Kai Havertz, Amunisi Sempurna untuk Tambah Daya Ledak Arsenal
Mulai dari perbedaan peran hingga penggunaan taktik yang salah ala Frank Lampard, kala itu sang legenda klub menggunakan 4-3-3.
Kai Havertz diminta bermain dengan dua posisi berbeda, penyerang kanan dan gelandang tengah. Sayang, keputusan tersebut salah karena performa Kai tak maksimal.
Padahal secara formasi dan kebutuhan taktikal, skema yang diterapkan Lampard tidaklah salah sepenuhnya. Betul bahwa posisi natural Havertz adalah gelandang serang.
Namun, ketika Kai Havertz ditangani oleh Peter Bosz yang masuk sebagai pelatih Bayer Leverkusen pada 2018–19, dirinya berkembang sebagai pemain yang amat versatile alias serba bisa.
Formasinya sama 4-3-3 tetapi yang menjadi rahasia keberhasilan Bosz mengeluarkan kemampuan Kai Havertz adalah pemahaman terhadap ruang.
Kelebihan pelatih asal Belanda yang paham terhadap memaksimalkan ruang dalam tiap taktiknya, sehingga Kai Havertz berkembang.
Bersama Lampard itu tidak terjadi. Pertama, karena perannya amat terbatas. Di sisi lain, gaya bermain Chelsea-nya Lampard cenderung rigid. Ini mereduksi kreativitas dan pergerakan Havertz di lapangan.
Hingga akhirnya Lampard pergi dan digantikan oleh Thomas Tuchel, pelatih yang juga berasal dari negara yang sama, Jerman.
Tuchel menempatkan Havertz sebagai penyerang tengah dalam skema 3–4–2–1. Dari sana ia mendapat peran false nine, bahkan cenderung punya kebebasan bergerak.
Posisi yang lebih dekat dengan gawang dan kebebasan yang dia peroleh tampaknya membuat performa Havertz meningkat berkali-kali lipat.
Kai Havertz bisa bergerak ke mana saja di area penyerangan, menciptakan peluang, bahkan coba menembak langsung ke arah gawang.
Musim lalu ia membuat 47 penampilan untuk Chelsea di semua ajang dan mencetak 9 gol serta 1 assist. Berdasarkan kualitas itu, Mikel Arteta diharapkan bisa memberikan peran false nine kepada Kai Havertz di Arsenal nanti, sehingga kemampuannya tetap terjaga.