In-depth

Profil Pierluigi Collina, Wasit Legendaris Serie A yang Paling Ditakuti Pemain

Kamis, 22 Juni 2023 18:58 WIB
Editor: Izzuddin Faruqi Adi Pratama
© GettyImages
Pierluigi Collina, mantan wasit sepak bola asal Italia. Copyright: © GettyImages
Pierluigi Collina, mantan wasit sepak bola asal Italia.
Sosok Inspirasional

Contohnya saja final Piala Dunia 2002 Brasil vs Jerman, laga puncak Piala UEFA 2004 Valencia vs Marseille, dan masih banyak lagi.

Akan tetapi pertandingan favoritnya adalah final Liga Champions 1999 antara Bayern Munchen vs Manchester United yang Pierluigi Collina anggap sebagai pertandingan dengan atmosfer pasca peluit panjang paling luar biasa dalam kariernya.

Collina berada di puncak kariernya pada 1998-2003 dimana oleh Federasi Sejarah dan Statistik Sepakbola Internasional (IFFHS) dinobatkan sebagai wasit terbaik dunia selama enam tahun beruntun.

Ia pun jadi salah satu inspirasi terbesar di dunia sepakbola bagi siapapun untuk bisa berprestasi meski halangan seberat apapun.

Mungkin tidak banyak yang tahu, namun Collina mendapatkan ciri khas kepala plontos licinnya bukan karena kebotakan normal ataupun karena dicukurnya sendiri, melainkan sebuah penyakit.

Penyakit tersebut adalah Alopecia Universalis, sebuah gangguan anti-imun yang tidak mematikan namun menyebabkan kerontokan pada bulu dan rambut di sekujur tubuh manusia.

Collina mulai menderita Alopecia Universalis di usia 26 tahun dan biasanya hal ini akan menimbulkan krisis kepercayaan diri luar biasa namun ia justru bisa menjadi besar karenanya.

Sepanjang kariernya sebagai wasit, Collina memimpin 467 pertandingan yang ia hiasi dengan 1.470 kartu kuning dan 131 kartu merah.

Usai gantung peluit, Collina kemudian banyak terjun ke balik layar untuk membantu meningkatkan kualitas perwasitan seperti menjadi kepala wasit Ukraina, pengamat Serie A, dan juga penguji Video Assistan Referee (VAR) untuk Piala Dunia 2018.

Dengan CV sedemikian gemerlap di dunia referee, sudah sepantasnya jika PSSI berguru pada Pierluigi Collina untuk meningkatkan kualitas Liga 1.