In-depth

Ange Postecoglo, Si Jenius Baru Liga Inggris Milik Tottenham Penemu Formasi 'Edan' 11 Striker

Kamis, 24 Agustus 2023 06:00 WIB
Editor: Juni Adi
© Reuters/Andrew Couldridge
Pemain Tottenham Hotspur, Son Heung-min dikawal pemain Manchester United, Bruno Fernandes dan Mason Mount di Liga Inggris. Copyright: © Reuters/Andrew Couldridge
Pemain Tottenham Hotspur, Son Heung-min dikawal pemain Manchester United, Bruno Fernandes dan Mason Mount di Liga Inggris.
Profil Ange Postecoglou

Ange Postecoglou lahir pada 27 Agustus 1965. Postecoglou mengawali karier sepak bolanya di South Melbourne Hellas pada usia 9 tahun. Kariernya dihabiskan sebagai pemain bertahan di sana.

Setelah pensiun, Postecoglou mengambil peran sebagai asisten pelatih di South Melbourne Hellas. Postecoglou mendapat posisi pelatih kepala mulai tahun 1996. Kebanyakan kariernya dihabiskan di Australia.

Ia memimpin South Melbourne Hellas meraih gelar Liga Sepak Bola Nasional berturut-turut pada musim 1997-1998 dan 1998-1999. Kemenangan itu mengakhiri tujuh tahun South Melbourne Hellas tanpa trofi. 

Ange memenangi Kejuaraan Klub Oseania pada 1999. Kemenangan ini menyebabkan partisipasi South Melbourne Hellas dalam Kejuaraan Dunia Klub FIFA 2000.

Pada 2009 ia ditunjuk sebagai pelatih Brisbane Roar, kemudian tahun 2012, Postecoglou pindah ke Melbourne Victory namun hanya satu tahun ia keluar karena ditunjuk sebagai pelatih Timnas Australia.

Bersama Timnas Australia, Postecoglou kembali meraih prestasi gemilang dengan mempersembahkan gelar juara Piala Asia 2015.

Empat tahun melatih The Socceroos, Ange kemudian pindah berpetualang ke Liga Jepang, melatih Yokohama F Marinos.

Cukup sukses di Jepang dengan meraih satu gelar J1 League, Ange Postecoglou pindah ke Skotlandia untuk melatih Celtic. 

Di sana, jadi titik balik karier Ange melejit di dunia kepelatihan internasional khususnya di Eropa. Postecoglou sukses meraih dua gelar Liga Skotlandia dua musim beruntun bersama Celtic.

Namanya pun masuk dalam daftar incaran pelatih baru Tottenham Hotspur musim panas ini, menggantikan Antonio Conte.

Sempat diremehkan melihat rekam jejaknya yang tak mentereng di Eropa karena hanya melatih di Celtic dan kebanyakan dari Asia, Ange Postecoglou ternyata mampu membuktikan dirinya.

Ia memberikan permainan berbeda terhadap Tottenham dari musim sebelum. Padahal, kiprah Spurs juga diragukan usai kehilangan striker andalan mereka, Harry Kane yang pindah ke Bayern Munchen.

Ternyata tidak demikian, Spurs malah tampil baik. Salah satu pertandingan terbaiknya sejauh ini ketika mereka mengalahkan Manchester United 2-0.

Ia dikenal sebagai pelatih tegas, yang kemungkinan jadi faktor para pemain Spurs sangat solid musim ini di bawah asuhannya.

Ketegasan Ange pernah diakui oleh Matt Smith, yang pernah merasakan juara back-to-back di bawah komando Ange di Brisbane Roar.

"Tak ada toleransi untuk pemain yang tak ingin mengikutinya. Kami tidak pernah merasa nyaman.

"Kami selalu ditekan untuk menjadi lebih baik, selalu berkembang, selalu bekerja lebih keras dibanding tim mana pun yang pernah saya perkuat sebelumnya," kata eks kapten Brisbane itu.

Filosofi Bermain Ange

Kehadiran Ange bakal menumbuhkan budaya yang lebih positif dan produktif, serta menciptakan brand sepakbola menyerang yang didambakan fans sejak berakhirnya rezim Pochettino di Spurs.

Dia punya komitmen untuk selalu memainkan sepakbola yang dinamis, menyerang dan energik. Gaya sepakbola yang dia tuntut itu harus "menyenangkan mata" tapi juga "dengan tujuan".

Ange akan meledak-ledak jika prinsipnya tidak diikuti para pemainnya, tak peduli mau dia punya nama besar sekalipun, bisa didepak.

"Itu persis seperti apa yang Anda lihat di Celtic. Tidak hanya 11 pemain, tapi ada 11 penyerang, disiplin dan build-up mengalir dari kotak penalti ke kotak penalti yang bergerak seperti air dan tak terbendung," ungkap jurnalis Japan Times, Dan Orlowitz.

"Alhasil, para fans pun mendukung dan percaya proses tim di tangannya. Dia membuang para pemain yang tidak cocok dengan sistemnya dan memboyong pemain-pemain yang sesuai. Atas semua itu, gelar juara 2019 adalah ganjarannya."

"Itu persis seperti apa yang Anda lihat di Celtic. Tidak hanya 11 pemain, tapi ada 11 penyerang, disiplin dan build-up mengalir dari kotak penalti ke kotak penalti yang bergerak seperti air dan tak terbendung."