INDOSPORT.COM - Fenway Sports Group (FSG) sudah melakukan banyak hal untuk klub Liga Inggris (Premier League), Liverpool.
Dalam genggaman FSG, Liverpool berhasil kembali ke trahnya sebagai salah satu klub papan atas Inggris dan Eropa.
Bukannya dulu tidak papan atas, tetapi Liverpool periode Tom Hicks dan George Gillett merupakan salah satu era terburuk sepanjang sejarah klub yang tidak terlupakan.
Terlepas dari anyepnya prestasi di lapangan, apa yang terjadi di luar itu juga tidak kalah menyedihkan. Protes pun kerap dilayangkan kelompok suporter agar Hicks dan Gillett lengser.
Ya, Hicks dan Gillett memang sempat membawa petaka bagi The Reds ketika memegang kendali yang diestafetkan oleh David Moores.
Pada awalnya, duo pengusaha asal Amerika Serikat itu telah membuat banyak janji manis untuk Liverpool.
Salah satunya adalah membangun stadion baru yang berlokasi di Stanley Park. Ditambah lagi, mereka berjanji akan membayar semua utang The Reds saat resmi jadi pemilik utama.
Kehadiran Hicks dan Gillett memang sempat jadi harapan baru bagi seorang David Moores yang juga suporter loyal Liverpool.
Namun sayang, Hicks dan Gillett telah mengecewakannya. Beruntung ada Fenway Sports Group (FSG) yang kemudian berhasil menyelamatkan Liverpool pada 2010.
Membenahi Liverpool tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, berkat langkah-langkah taktisnya, FSG bisa menyulap valuasi klub menjadi lebih tinggi.
Jika dulu membeli Liverpool di angka 300 juta poundsterling, FSG saat ini telah menyulapnya menjadi valuasi klub senilai 4 miliar poundsterling lebih.
Untuk mencapai raihan tersebut, FSG pun memetakan tiga faktor utama yang menjadi pegangan mereka membenahi klub, sebagaimana diutarakan Liverpool Chief, Billy Hogan.
Billy Hogan menjadi bagian tim yang mengakuisisi Liverpool pada 2010 lalu dan masih bertahan di klub hingga saat ini.
“Yang paling pertama, karena ini sepak bola, tentu saja tujuan utamanya adalah menang [dalam pertandingan],” ujarnya seperti dikutip dari laman Liverpool Echo.
“Lalu yang kedua, kami melihat infrastruktur. Anfield, lalu fasilitas-fasilitas latihan, kantor, dan toko merchandise,” jelasnya lagi.
“Lalu kami melirik sisi komersial. Saya rasa istilah raksasa yang sedang tertidur, yang selalu kami pakai selama proses penjualan, memang benar adanya.”