FIFPro Tuding Indonesia Kacau
“Hanya beberapan pekan setelah kematian Diego Mendieta, kami dapat info, ada pemain lain sedang sakit dan menunggu pembayaran gajinya,” ungkap Brendan Schwab, ketua FIFPro Asia.
Schwab menunjuk Moukwelle Ebanga Sylvain, striker Persewangi Banyuwangi, klub Indonesian Premier League, yang menderita sakit tipus. Sylvain tidak menerima gaji selama 9 bulan.
Persewangi berutang 237 juta kepada Moukwelle. Manajemen klub berjanji melunasi setelah striker asal Prancis setuju dan rela untuk menerima pemotongan gaji tapi sekarang belum terealisasi.
Moukwelle minta bantuan pada FIFPro dan perwakilan di Indonesia, APPI, dan organisasi Pesepakbola Profesional Prancis (UNFP). Dia tak akan mau pergi sebelum klub melunasi utang.
“Untung, Moukwelle pulih dari sakitnya. Tapi ini tanda peringatan lain bahwa Indonesia butuh reformasi drastis,” Schwab membandingkan kasus kematian Mendieta, pemain Persis Solo.
Mendieta meninggal pada awal Desember saat tidak punya uang untuk membayar rumah sakit. Dia memiliki piutang di Persis karena klubnya tidak membayar gajinya selama lima bulan.
Dua bulan sebelum striker asal Paraguay wafat, Bruno Zandonadi juga meninggal di rumah sakit. Secara tak langsung, Bruno juga menjadi korban kekacauan pengelolaan sepakbola Indonesia.
Sejak keruntuhan rezim Nurdin Halid yang juga kacau, sepakbola Indonesia makin tak keruan. PSSI pecah dan KPSI menjadi organiasi tandingan yang juga membuat kompetisi dan tim nasional.
FIFA telah memberi waktu lebih dari dua tahun untuk Indonesia menyelesaikan masalah. Tapi agak aneh juga badan sepakbola dunia tidak menjatuhkan sanksi setelah banyak korban berjatuhan.