Klub ISL Tak Ikuti Aturan Kompensasi Pembinaan
Dalam aturan FIFA, setiap klub diwajibkan memberikan kompensasi pembinaan kepada SSB ketika sang pemain menandatangani kontrak profesional dan itu berlanjut setiap tahun hingga dia berusia 23 tahun.
"Klub profesional tidak mau memberi kompensasi kepada SSB yang mencetak pemain bagus. Padahal itu sudah diatur oleh FIFA," keluh Ganesha saat jadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan PSSI Pers di Senayan, Jakarta, Senin (15/12/14).
Ganesha menuding tidak dijalankannya aturan perihal kompensasi pembinaan itulah yang menjadi penyebab SSB di daerah menjadi mandek.
Dia mengandaikan jika saja aturan kompensasi pembinaan diterapkan, mungkin saat ini akan banyak pemain potensial yang menghiasi klub ISL dan tim nasional.
"Sekarang aturan tidak pernah dipatuhi sama sekali. Jadinya ya seperti sekarang ini, pembinaan usia muda jalan di tempat," lanjutnya.
"Kalau aturan itu ditaati, mungkin SSB yang potensial seperti SSB Tulehu akan banyak mencetak pemain-pemain berbakat semacam Ramdani Lestaluhu atau Alfin Tuasalamony. Mereka tentu tak lagi berlatih di lapangan tanah dan menggunakan bola yang telah rusak" pungkasnya.
Ganesha juga mengeluhkan masih banyak kesalahan dalam tata kelola pembinaan usia dini di Indonesia.
"Pembagian tugas antar tingkatan organisasi tidak berjalan dengan benar. Sehingga membuat proses pembinaan jadi berantakan. Kompetisi rutin itu penting lho. Itu yang akan membentuk pemain muda dalam 4 hingga 5 tahun ke depan. Sejauh ini kita kehilangan pemain senior yang benar-benar bagus. Karena ada missing link sejak dari pendidikan usia dini," keluhnya.
"Tak ada tata kelola yang jelas mengenai proses pembinaan. Klub profesional hanya ingin mengambil pemain yang jadi. Klub ISL sendiri tidak punya integrasi dengan tim U-21 mereka. Jarang ada pemain U-21 dapat promosi ke tim senior," pungkasnya.