Misteri Rene Louis Conrad, Mahasiswa yang Tewas Ditembak Usai Laga
Kematian Rene Louis Conrad memang tak semata laga sepakbola persahabatan antara mahasiswa dan Taruna Akpol. Laga ini berlangsung panas karena karena dilatarbelakangi peristiwa ‘anti rambut gondrong’ yang dicetuskan Presiden Soeharto.
Menjelang dibunuhnya Rene, pihak kepolisian Bandung melakukan razia besar-besaran terhadap mahasiswa yang berambut gondrong. Banyak mahasiswa dan pemuda yang ditangkapi di jalan-jalan, lalu digunduli. Hal ini menimbulkan ketegangan antara mahasiswa dan polisi.
Untuk meredakanya diadakanlah pertandingan sepakbola antara pihak Akabri Kepolisian dengan mahasiswa ITB. Namun kesempatan ini digunakan oleh sebagian mahasiswa untuk melampiaskan rasa kesalnya terhadap polisi.
Sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi lain, seperti Universitas Padjadjaran dan Universitas Parahyangan pun datang menyaksikan pertandingan itu. Sebagian lagi membawa gunting dan mengejek-ejek pihak polisi, meminta supaya digunduli.
1. Diludahi
Seperti diceritakan di eightbspezharpalu.wordpress.com, sore itu para mahasiswa memanas-manasi para taruna Akademi Polisi (Akpol) sepanjang laga, dan akhirnya pertandingan yang dimenangkan mahasiswa ITB, 2-0 ini berakhir dengan tawuran antara mahasiswa dan taruna Akpol.
Tawuran diakhiri oleh kepolisian Bandung, dan akhirnya taruna itu diangkut ke gerbang depan untuk istirahat sebentar, menurunkan emosi mereka.
Dalam situasi panas, lewatlah sebuah motor Harley, dikendarai oleh dua mahasiswa angkatan 1970, yang satu namanya Rene Louis Conrad, mahasiswa Elektro, satu lagi namanya Ganti Brahmana, entah jurusan dari apa.
Saat dia lewat truk taruna Akpol, Rene yang tidak tahu-menahu soal tawuran ini diludahi dari atas truk oleh salah satu taruna.
Karuan saja dia panas dan bertanya siapa yang meludahi dia, kalau berani ayo turun. Tantangan Rene berbuah petaka. Semua taruna yang dalam mobil mengeroyok Rene. Sedangkan rekannya Ganti Brahmana yang lari tidak dikejar, karena sepertinya Rene yang menjadi sasaran pengeroyokan.
2. Tertembus Peluru
Berdasarkan pengakuan Ganti Brahmana dalam sidang kasus ini, Rene diperlakukan seperti bola, dilempar kesana kemari oleh para taruna.
Rene dikeroyok sampai terperosok di got depan asrama Gedung F, sekarang menjadi Plasa Telkom di depan Gerbang Depan ITB. Saat terperosok itulah, Rene ditembak dari atas, peluru menembus bahu dan bersarang di dadanya.
Para taruna itu karuan langsung panik dan segera membawa Rene pergi entah kemana. Siang itu menjadi hari yang kacau di ITB. Ganti Brahmana bersama teman-teman ITB mencari Rene ke RS Borromeus, rumah sakit lainnya, sampai ke kantor-kantor polisi, dimana hari itu balik mahasiswa menginterogasi polisi.
Sampai akhirnya mereka semua menemukan Rene yang sudah meninggal di sebuah kamar di Poltabes Bandung di jalan Merdeka. Jasad Rene berada dalam kondisi menyedihkan, dan hampir saja kantor itu dirusak oleh mahasiswa ITB. Seluruh rangkain peristiwa ini terjadi pada tanggal 6 Oktober 1970.
Penembakan Rene membangkitkan kemarahan di pihak mahasiswa. Terjadi unjuk rasa besar-besaran oleh mahasiswa di kota Bandung. Kendaraan-kendaraan umum dicegati dan bila ditemukan ada tentara di dalamnya, mereka akan diturunkan lalu diusir.
Markas polisi di Jalan Dago menjadi kosong karena semua polisinya menyembunyikan diri. Panser-panser yang dikerahkan untuk menghentikan kerusuhan ini pun tidak berdaya.
3. Kambing Hitam
Belakangan diketahui bahwa yang menembak Rene adalah seorang taruna AKABRI Kepolisian. Namun karena taruna itu konon adalah anak seorang jenderal, maka yang dikorbankan adalah seorang anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman.
Pada saat anggota Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah.
Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan.
Mahasiswa masih ngotot Sersan Djani hanyalah kambing hitam. Sersan Djani dianggap tidak tahu-menahu soal peristiwa ini diadili. Mahasiswa ITB mengetahui Sersan Djani hanya korban melalui Adnan Buyung Nasution, pengacara Sersan Djani. Mahasiswa malah balik menunjukkan solidaritas mereka dengan mengadakan aksi ‘Dompet untuk Sersan Djani’.
Peristiwa Rene Conrad meninggalkan luka mendalam di kalangan mahasiswa ITB. Untuk mengenang, ITB menamakan gerbang depan ITB itu sebagai Gerbang Rene Louis Conrad, dan setiap tanggal 6 Oktober diadakan peringatan Peristiwa Rene Conrad, sebagai peringatan konflik ini.