Sentuhan Dingin Anatoli Polosin, Pelatih 'Sadis' yang Sumbang Emas Terakhir Indonesia
Tergabung bersama Malaysia, Vietnam dan tuan rumah FIlipina di Grup B, Indonesia meraih kemenangan 100 persen di tiga laga fase grup. Di laga pembuka, gol dari Widodo C. Putro dan Rocky Putiray hempaskan Malaysia dengan skor 2-0. Tiga poin diraih di dua laga berikutnya atas Vietnam (1-0) dan Filipina (2-1).
Dengan ‘tim seadanya’ Indonesia kemudian melaju ke semifinal dan berhadapan dengan Singapura, di mana Robby Darwis dan kawan-kawan menang lewat adu penalti. Di final, Indonesia bertemu Thailand dan lagi-lagi menang lewat adu penalti.
Rizal Stadium Memorial menjadi saksi bisu. Ferri Hattu cs nampak tidak mampu menahan haru menyaksikan bendera Merah putih gagah berkibar diantara bendera Thailand dan Singapura, diiringi lagu Indonesia Raya. Ini adalah emas kedua Skuat Garuda di ajang internasional setelah SEA Games 1987. Namun ironisnya, bisa dikatakan ini menjadi puncak prestasi sepakbola Indonesia sampai sekarang, karena hampir 25 tahun terakhir timnas senior puasa gelar baik di SEA Games maupun Piala AFF.
Mengapa tim Polosin seadanya? Sebab saat itu Timnas Indonesia justru ditinggal pemain kunci seperti Fachry Husaini dan Ansyari Lubis yang mengaku tak kuat dengan pola latihan fisik keras ala Polosin.
Walhasil, beberapa nama muda sat itu dipanggil seperti Rocky Putiray dan Widodo Cahyono Putra. Bayangkan, para pemain dipaksa mengikuti standar latihan fisik Eropa antara lain lari 4 kilometer dalam 15 menit.
Keberhasilan, pelatih yang sudah wafat pada usia 62 tahun pada 1997 silam, juga dibantu Vladimir Urin dan Danurwindo, dalam membawa Timnas Indonesia raih emas di SEA Games Manila 1991 merupakan gelar tertinggi terakhir yang bisa dipamerkan. Setelah itu prestasi tim Garuda seakan mandek.
INDOSPORT mencoba untuk kembali mengenang sosok Anatoli Polosin yang memiliki berbagai ciri khas, mulai dari latihan fisik yang terkenal berat hingga figur yang dikenal cuek dan tidak mudah tersenyum.
1. Awal Karier
Anatoli Polosin lahir di kawasan Rusia (dulu Uni Soviet) pada tanggal 30 Agustus 1935. Ia menghembuskan napas terakhir di usia 62 tahun, atau tepatnya pada tanggal 11 September 1997 di Moskow.
Tidak ada catatan resmi mengenai kariernya sebagai atlit si kulit bundar, namun beberapa sumber seperti dari footballfacts.ru menyebut jika ia sempat bermain bagi GTsOLIFK Moscow, FK Bulat Temirtau, Dinamo-D dan FC Shakhter Karagandy.
Meski tidak terlalu cemerlang, track record-nya sebagai pelatih, asisten maupun manajer sangat banyak. Selain menangani tim nasional Indonesia mulai dari tahun 1987-1991, Polosin juga pernah mengarsiteki sedikitnya 12 klub di Eropa.
Kebanyakan dari mereka adalah klub-klub dari Eropa Timur atau bekas jajahan Uni Soviet, seperti Ukraina (FC Karpaty Lviv, SC Tavriya Simferopol, FC Chornomorets Odesa), Rusia (FC Shinnik Yaroslavl, FC Arsenal Tula, FC Fakel Voronezh, FC SKA Rostov-on-Don, FC Rostov), Kazakhstan (FC Shakhter Karagandy), Turkmenistan (Köpetdag Asgabat) dan Moldova (FC Zimbru).
2. Latih Fisik Ekstrim
Anatoli Polosin selalu mengedepankan kerja keras dan disiplin pemain sebagai kunci utama. Saat menukangi timnas Indonesia, ia ternyata langsung memperkenalkan program untuk menggembleng fisik pemain.
Ketika itu, Polosin menilai jika para punggawa tim Garuda memiliki kondisi fisik yang buruk. Ia bahkan menganggap jika pahlawan-pahlawan Indonesia di SEA Games 1991 itu manja dan kurang disiplin. Alhasil, dibantu oleh Vladimir Urin dan Danurwindo, di mulailah penggemblengan fisik jelang pembukaan Sea Games Manila.
Program tersebut lebih dikenal dengan nama Shadow Football. Makna gampangnya: bermain tanpa bola. Selama 3 bulan para pemain ditempa fisik, stamina dan instingnya. Rochy Putiray cs sangat jarang melakukan latihan tanpa bola. Yang dilakukan lebih kepada latihan fisik, seperti berlari naik-turun gunung, di pantai, dan lain-lain yang sangat menguras tenaga.
Sesi lain dalam latihan keras ala Eropa Timur lainnya adalah keharusan para pemain untuk melakukan ball touch sebanyak 150 kali, Vladimir Urin menjelaskan bahwa touch ball yang dibuat Marco van Basten selama 90 menit tampil di lapangan minimal mencapai 150 kali. Para pemain Indonesia diharapkan dapat mendekati apa yang dilakukan Marco van Basten itu.
Pada saat metoda latihan touch ball inilah pemain Indonesia sadar bahwa metoda tersebut sangat berguna. Sebab, mereka harus aktif bergerak yang pastinya membutuhkan stamina dan fisik yang kuat. Latihan fisik ekstrem yang dijalani para pemain timnas Indonesia membuat para pemain mampu berlari sejauh 4 kilometer dalam waktu 15 menit.
Kas Hartadi yang tergabung dalam skuad Merah Putih di SEA Games Manila menceritakan sedikit mengenai sesi latihan keras yang sering diberikan Polosin.
“Kami menjalani training camp sekitar 2 tahun. Bersama Polosin latihan memang sangat berat. Tiga kali sehari latihan. Kami latihan tanpa bola, naik turun gunung sekitar 5 kali di daerah Jawa Barat pernah kami jalani,” kenang Kas Hartadi.
3. Sampai Mencret-mencret
Polosin memang dikenal sangat disiplin. Ia tak ragu mencoreng bintang sepakbola Indonesia sekalipun jika mereka berlaku indisipliner, dan lebih memilih pemain muda yang memiliki hasrat lebih serta semangat juang tinggi.
Contoh nyatanya adalah ketika Polosin membawa Rocky Putiray dan Widodo C. Putra yg masih 20 tahun. Bukan berarti mereka berdua memiliki fisik yang bagus. Yang jelas, menurut Danurwindo dan Vladimir Urin, banyak pemain muda yang punya kemauan keras untuk berkembang.
Latihan fisik selama 3 bulan itu melebihi cara latihan fisik di militer seperti yang pernah dilakukan timnas Garuda I dan II. Dari 57 pemain yang terpanggil pelatnas SEA Games 1991, banyak sekali yang menyerah atau tercoret karena tidak kuat lagi dengan latihan keras yang diprakarsai Polosin.
Mantan pemain Timnas, Miki Tata dan Singgih Pitono bahkan dikabarkan sering sekali berada di urutan belakang ketika latihan berlari. Katanya, sih, karena tidak ingin kentutnya terdengar.
Suatu hari, Sudirman yang digenjot fisiknya secara spartan super keras ini, ternyata ditengah latihan fisik naik bukit dan turun bukit ini, 'mencret-mencret'.
Agar tidak ketahuan pelatih dan kawan-kawannya, Jenderal Sudirman (alamat akun facebokk-nya), membuat mencret-mencret-nya di sekitar bukit, dimana semua pemain pasti akan melewatinya.
Pernah juga suatu hari, Sudirman yang fisiknya digenjot secara overload saat naik daerah perbukitan tak kuasa menahan (maaf) tahi.
Ia mencret-mencret, namun tidak memberi tahu siapapun. Ia baru bercerita setelah mereka masuk hotel ketika rekan-rekannya cerita-cerita bahwa selama di bukit ada bau yang tak sedap, barulah Sudirman mengaku bahwa dirinya 'mencret-mencret' selama digojlog Polosin dengan disiplin super keras dan ketat. (Gregah Nurikhsani)