Mengenang Graham Taylor: Eks Pelatih Timnas Inggris yang Sempat Disebut Si Pria Lobak
Pria kelahiran Worksop, Nottinghamshire, pada 15 September 1944 ini dibesarkan di kota yang merupakan salah satu basis kota industri baja di Inggris. Taylor dibesarkan di lingkungan olahraga, sang ayah bekerja sebagai wartawan olahraga untuk media bernama Scunthorpe Evening Telegraph.
Dari sang ayah ini, kecintaan Taylor pada sepakbola tumbuh sejak ia masih berusia muda. Taylor sempat bercerita ia benar-benar jatuh cinta pada sepakbola saat sang ayah mengajaknya menonton pertandingan salah satu klub lokal Inggris.
Taylor pun memantapkan hati untuk berkarier di dunia si kulit bundar. Ia pun memulai karier sepakbolanya dengan bermain di klub Grimsby Town pada 1962 silam.
Singkat cerita, nama Taylor kemudian sempat ditunjuk sebagai pelatih Timnas Inggris pada 1990 silam. Sebelum menjabat pelatih Timnas, ia berkarier cukup baik melatih Aston Villa.
Graham Taylor pun dianggap sebagai salah satu pundit terbaik di sepakbola Inggris. Di luar sepakbola, Taylor disebut-sebut memiliki kedekatan personal dengan salah satu musisi Inggris, Elton John.
"Ia seperti saudara bagi saya," kata Elton John seperti dilansir The Sun.
Berikut INDOSPORT hadirkan sepenggal kisah dari sosok Graham Taylor, eks pelatih Timnas Inggris yang sempat dijuluki pria lobak oleh media:
1. Bermula dari klub tertua
Berkarier sebagai pesepakbola, Graham Taylor merupakan pemain berposisi full back. Ia mengawali kariernya di salah satu klub tertua di Inggris, Grimsby Town.
Taylor bergabung dengan Grimsby Town pada 1962 silam. Bersama klub yang kini berkarier di divisi empat Liga Inggris tersebut, Taylor bertahan hingga 1968. Ia memainkan laga sebanyak 189 kali dan mencetak 2 gol.
Pada 1968, Taylor pindah ke klub Lincoln City. Bersama klub berjuluk The Imps tersebut, Taylor bermain sebanyak 150 kali dan mencetak 1 gol. Pada 1972, Taylor harus alami kenyataan pahit di karier sepakbolanya.
Ia alami cedera yang tak kunjung sembuh, kariernya sebagai seorang full back terhenti. Namun semangatnya untuk terus berkarier di lapangan hijau tak berhenti.
Setelah umumkan pensiun sebagai seorang pemain, Taylor alih profesi sebagai seorang pelatih. Lincoln City jadi klub pertamanya sebagai seorang pelatih.
Pada 1977, Taylor kemudian pindah kasta. Ia diangkat menjadi pelatih Watford dan sukses membawa klub itu naik dari divisi empat Liga Inggris.
Pada musim itu juga, Taylor mampu mengantarkan Watford mencetak poin tertinggi dalam sejarah klub yakni 71. Setelah dari Watford, Taylor dilirik oleh salah satu klub yang berkiprah di divisi dua (sekarang divisi satu) Liga Inggris, Aston Villa.
Karier kepelatihan Taylor pun semakin cemerlang bersama The Villa. Pada akhir musim 1987/88, Aston Villa sukses ia bawa ke kompetisi tertinggi Liga Inggris setelah sukses kalahkan Middlesbrough di babak kualifikasi.
Selang semusim setelah bawa The Villa promosi, Taylor mampu torehkan tinta emas di sejarah Aston Villa. Pada musim 1989/90, Aston Villa mampu bertengger di posisi dua di bawah Liverpool yang akhirnya meraih titel juara.
Di era tersebut, Taylor juga sukses mengorbitkan salah satu penyerang tajam di kancah liga Inggris. Penyerang tersebut kemudian menjadi legenda di Manchester United, ia adalah Dwight Yorke.
Prestasi cemerlang Taylor bersama Aston Villa akhirnya membawa ia pada pekerjaan penting untuk karier kepelatihan seorang pelatih yakni melatih Tim Nasional.
2. Bersama Timnas dan julukan si pria lobak
Jelang perhelatan Piala 1992 yang berlangsung di Swedia, Federasi Sepakbola Inggris menunjuk Graham Taylor sebagai pelatih kepala gantikan Bobby Robson yang sebelumnya melatih Inggris di Piala Dunia 1990.
Penunjukkan Taylor pun mendapat banyak cercaan dari banyak pundit dan media di Inggris. Taylor dianggap tak layak menempati posisi itu karena ia belum pernah memenangkan satu titel juara bergengsi baik sebagai seorang pelatih ataupun pemain.
Sebagai anak yang ayahnya bekerja sebagai seorang wartawan olahraga, Taylor tak terlalu memedulikan banyaknya kritikan yang disampaikan media Inggris. Ia acuhkan semua headline media Inggris yang saat itu menganggapnya hanya akan menghancurkan Inggris.
Headline The Sun yang mengejek Graham Taylor usai kegagalan Timnas Inggris di Euro 1992.
Taylor menjawab kritikan publik dan media lewat penampilan para pemainnya. Sebelum berangkat ke Swedia, Inggris sukses meraih banyak kemenangan di laga persahabatan. Satu-satunya kesalahan yang dibuat Taylor kala itu ialah kekalahan Inggris oleh Jerman di Stadion Wembley pada September 1991.
Dengan torehan ciamik di laga persahabatan, Inggris pun percaya diri tampil di Swedia. Sayang kritikan media Inggris pun berujung kebenaran saat perhelatan Piala Eropa 1992 berlangsung.
Satu grup dengan tuan rumah, Denmark, dan Prancis, David Platt dan kawan-kawan hanya mampu meraih 2 poin hasil dari 2 kali imbang dan satu kali kalah. Inggris pun berada di posisi buncit di bawah Swedia, Denmark, dan Prancis.
Pulang dari Swedia, media Inggris pun mulai memainkan peran antagonisnya. Hampir semua headline media kala itu ramai-ramai menghakimi Taylor sebagai pelatih gagal.
Salah satu headline yang paling menohok dilakukan oleh The Sun. The Sun menurunkan headline dengan menyebut Taylor sebagai pria lobak.
Meski mendapat bahan bully dari media, Taylor mengaku sama sekali tidak mempermasalkan apa yang telah dilakukan oleh media kepada dirinya.
"Saya sama sekali tidak dendam dengan apa yang dilakukan oleh media. Itu memang sudah menjadi tugas mereka," kata Taylor saat itu.
Sekedar informasi, ayah Taylor, Tommy ialah editor olahraga di Scunthorpe Evening Telegraph, Tommy sempat meliput awal karier bintang Inggris, Kevin Keegan.
3. Kiprah Timnas Inggris bersama Taylor