Deliana Fatmawati, Wasit Cantik Pemilik Lisensi FIFA
Kiprah cabang sepakbola wanita di Indonesia memang tak terlalu bersinar jika dibandingkan dengan Negara-negara lain. Hal tersebut nyatanya tak menyurutkan impian Deliana Fatmawti untuk menjadi bagian dari olahraga yang dicnitainya tersebut.
Meskipun sempat dipandang sebelah mata oleh banyak orang karena pilihannya menjadi wasit, namun perempuan kelahiran Medan 28 tahun lalu tersebut tetap pada cita-citanya. Menjadi wasit perempuan di tengah dominasi laki-laki tentunya bukan pekerjaan mudah untuk Deliana.
“Awalnya pasti karena saya suka sepakbola, suka menonton pertandingan lalu pernah jadi pemain sepakbola saat sekolah, SMA. Tapi karena main bola untuk perempuan masih tabu, apalagi perkembangan sepakbola wanita gak begitu maju dibandingkan dengan Negara lain jadi ya hanya dijadikan hobi,” ujar Deliana kepada INDOSPORT.
“Tapi terus berpikir gimana supaya bisa tetap berkarier di lapangan bola, kalau tidak jadi pemain bola. Awalnya hanya iseng, main bola terus saya masih remaja terus aku sering nonton langsung pertandingan sepakbola dan melihat dua tim dengan seragam biru dan kuning lalu wasitnya pakai baju merah, kelihatan keren,” candanya.
Tanpa pikir panjang, Deli sapaan akrab Deliana, akhirnya memutuskan untuk serius menekuni profesi pilihannya, wasit sepakbola. Dukungan dari orang-orang sekelilingnya membuat perempuan jebolan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tersebut mantap menjejaki karier sebagai pengadil di lapangan.
“Karena saya juga kuliah di jurusan olahraga dan melihat banyak senior-senior yang jadi wasit, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil lisensi wasit,” jelasnya.
Di hari Kartini ini, Deliana pun membagi cerita dan pengalamannya hingga sukses meraih lisensi wasit FIFA kepada pembaca setia INDOSPORT. Menjadi istimewa karena tak banyak perempuan yang bercita-cita untuk menjadi seorang pengadil di lapangan hijau.
1. Kantongi Lisensi Wasit hingga Level FIFA
Perjuangan Deliana untuk meraih lisensi wasit FIFA tentunya bukan perkara mudah karena induk sepakbola dunia tersebut tentunya memiliki proses seleksi ketat sebelum mengelurakan lisensi wasit. Harus bersaing dengan para laki-laki saat seleksi wasit, Deli sukses membuktikan kapasitasnya.
Ia pun mulai merintis karier wasinta dari level bawah, langkah langkah kecil Deliana untuk melewati tahap demi tahap seleksi sebagai wasiyt dijalaninya. Proses yang menelan waktu lama, hingga enam tahun sampai akhirnya ia sukses memperoleh lisensi FIFA.
“Awal mula itu tahun 201 saya mengambil lisensi C3 di tahun 2011, lalu berturut turut C2 hingga C1 sampai akhirnya di 2017 saya berhasil dapat lisensi FIFA berarti dari 2011 sampai 2017 itu enam tahun seperti sekolah SD,” tambahnya.
Meski menjadi minoritas saat mengambil lisensi wasit, namun perempuan yang pernah menetap di Palembang. Sumatera Selatan tersebut menyatakan jika taka da perbedaan mencolol antara kandidat wasit laki-laki maupun perempuan.
“Secara general tidak ada perbedaan laki-laki atau perempuan kita sama-sama level tiga, nasional, sampai FIFA, law of the game sama, visi misi wasit sama, fisiologinya pun sama, tapi yang membedakan keputusan-keputusan sulit, pandangannya berbeda, tapi tetap basic awalnya sama, hukumnya pasti,” jelasnya.
Tak hanya menjadi wasit untuk pertgandingan sepakboa, Deli pun kerap kali ditunjuk memimpin pertandingan futsal. Meskipun tak banyak perbedaan saat menjadi wasit futsal maupun sepakbola karena wasit harus memimpin sesuai hokum pertandingan yang berlaku.
2. Suka Duka Jadi Wasit Sepakbola
Menjadi wasit wanita di tengah pertandingan sepakbola dua tim membuat Deliana harus memilki mental baja. Keraguan dari pra pemain sempat menghantuinya saat memimpin laga dua tim sepakbola laki-laki, namun ia tetap berusaha menjadi diri sendiri.
Pandangan lingkungan yang masih menganggap tabu perempuan terjun di dunia sepakbola dijadikan cambukan oleh Deliana. Ia pun inginmembuktikan ketegasannya di lapangan, meski terintimidasi Deli tetap berusaha membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin pertandingan.
“Kadang suka terenyuh, kultur kita masih menganggap aneh perempuan main fiutsal dan sepakbola apalagi wasit. Banyak orang yang bilang ke saya kenapa gak jadi wasit senam atao voli saja dan kadang pemain laki-laki di lapangan mempertanyakan kenapa wasitnya perempuan,” ujar Deli.
“Tapi saya bertekad untuk mejadikan segala kesangsian banyak orang sebagai momen, saya akan bayar dengan penampilan yang baik, mereka meragukan kimnerja kita itu sebagai duka, tapi saya jadikan suka selanjutnya. Saya tidak akan melepas Anda di lapangan saat melakukan pelanggaran, atau saat offside,” lanjutnya.
pembuktian tersebut membuat Deliana akhrinya mendapatkan respek dari pemain tim dalam pertandingan yang dipimpinnya. Pada akhirnya pembuktian kapasitas membuat semua orang menilainya secara objektif.
3. Masyarakat Mulai Menerima Kehadiran Wasit Perempuan
Berjalannya waktu dan perkembangan zaman membuat banyak orang berpikiran lebih terbuka, termasuk dalam memandang profesi wasit perempuan. Deliana pun mensyukuri hal tersebut karena kini pilihan hidupnya tak lagi dipandang sebelah mata.
“dengan berjalannya waktu semakin banyak wasit-wasit perempuan, semoga semakin banyak lagi. Kalau di daerah-daerah tertentu mungkin masih banyak yang mempertanyakan kom wasitnya perempuan ya mungkin karena belum terbiasa melihat,” ujar Eliana.
“Tapi kalau di kota-kota besar berbeda, lebih diterima kan adatelevisi dan bias dilihat kalau sudah banyak wasit perempuan,” tambahnya.
Kecintaan tehadap profesinya sebagai wasit membuat Deliana tak memikirkan materi yang diperolehnya sebagai wasit. Meski tak terlalu besar, namun Deli mengungkapkan jika penghasilan yang diperolehnya sebagai wasit layak dan mencukupi kehidupannya.
“Kalau bicara finansial sekarang mungkin tidak terlalu besar, kita sebagai wasit belum bias menggantungkan hidup kita sepenuhnya tapi saya yakin itu proses. Hanya saja saya tidak selalu melihatnya dari segi finasnial, saat kita bias memberikan yang terbaik maka aka nada hasilnya untuk kita,” jelasnya.
4. Fokus Tingkatkan Kualitas sebagai Wasit
Di saat ini, Deliana mungkin belum mendapat banyak kesempatan untuk memimpin banyak pertandingan. Ia pun memakluminya, meski begitu Deli yaknin kesempatan di masa depan akan membuatnya semakin banyak turun untuk memimpin banyak pertandingan lainnya.
“Masih aktif memimpin pertandingan walau belum banyak, kalau ingin memimpin kompetisi komite wasit masih bingung menempatkan kita, wasit wanita di mana, tapi saya masih terus dipercaya memimpin pertandingan, meski jumlahnya tidak sebanyak milik wasit laki-laki,” jelas Delia.
Profesi sebagai wasit nyatanya tak membuat impian lama Deliana sebagai pesepakbola hilang begitu saja. Ia masih aktif menajdi pemain, meskipun bukan professional, namun Deliana bertekad untuk mencurahkan fokusnya 100 persen sebagai wasit professional di tahun ini.
“Saat inimasih sambil jadi atlet, tapi mulai tahun ni saya juga mau focus untuk buka usaha dan pastinya serius menjadi wasit professional,” tambahnya.
5. Harapan di Hari Kartini
Di hari Kartini yang tepat jatuh hari ini, Deliana pun mengutarakan harapannya untuk perkembangan sepakbola wanita di Indonesia. Deli mengajak para perempuan yang mencintai sepakbola agar tidak takut menjadi diri mereka sendiri.
Pandangan miring banyak orang atas prosesi pesepoakbola atau wasit diharapakan Deli tak menjadi halangan bagi kaum perempuan yang tertqarik menekuni profesi seperti dirinya. Momen persamaan hak kaum peremmpuan dan laki-laki yang diperjuangkan Krtini diharapkan terus hidup di hati para perempuan yang berprofesi di lapangan hijau.
“Saya bilang banyak perempuan menganggap profesi dunia sepakbila menakutkan, tapi saya ingin taka da lagi rasa takut. Hari Kartini jadi momen dan kita bicara emansipasi, banyak perubahan yang bias kita buat,” ujar Delia.
“Semoga nanti kompetisi sepakbola perempuan dipimpin dan didominasi oleh kita, wasit, pelatih, dan perangkat pertandingannya. Semohga makin banyak perempuan yang tertarik menjadi wasit, dan yang sudah menjadi wasit harus menjaga solidaritas, kita pertahankan dan menjaga erat ini untuk terus memajukan sepakbola wanita,”
“Kita tidak perlu menjadi sama dengan para wasit laki-laki karena kita pasti tidak akan bias menyamai, yang harus dibuktikan ialah kita mampu untuk melakukan apa yang mereka bias,” tutupnya.