Krisis Diplomatik Qatar dan Nasib Piala Dunia 2022
Tujuh tahun lalu, atau tepatnya pada tahun 2010, Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) resmi menetapkan sebuah negara kecil di Semenanjung Arab, Qatar, sebagai penyelenggara Piala Dunia 2022. Negara yang luasnya hampir 2 kali luas Bali ini akan menjadi negara Arab pertama dalam sejarah yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Setelah penunjukan tersebut, negeri terkaya di dunia dari segi GDP (Produk Domestik Bruto/PDB) per kapita ini langsung menggelontorkan dana tak kurang dari 500 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp6,65 triliun per pekan untuk pembangunan infrastruktur demi Piala Dunia.
Di sisi lain, ketersediaan dana yang melimpah ternyata tidak serta-merta membuat persiapan Qatar berjalan mulus.
Dilansir dari CNN Money (05/06/17), persiapan Piala Dunia di Qatar sempat mengalami sederet permasalahan. Mulai dari isu perlakuan buruk terhadap pekerja migran, permasalahan dana, dugaan korupsi, polemik undang-undang anti-homoseksualitas, hingga masalah cuaca.
Baca Juga |
---|
Tak sampai di situ, kini kondisi Qatar diperparah dengan krisis diplomatik yang melanda negaranya. Pasalnya, secara mengejutkan dalam dua hari terakhir ini, tak kurang dari 7 negara telah putuskan hubungan diplomatik dengan negara di Teluk Persia ini.
Setelah 4 negara yakni Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Libya, dan Uni Emirat Arab (UEA) memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar kemarin (05/06/17), kini giliran Yaman dan Maladewa yang mengambil kebijakan serupa.
Krisis politik ini disebut-sebut sebagai yang terburuk sepanjang sejarah kawasan Semenanjung Arab. Tak sedikit yang mengkhawatirkan potensi gangguan yang dapat ditimbulkan terhadap kelanjutan nasib Piala Dunia 2022.
Oleh karena itu, INDOSPORT mengulas beberapa informasi penting yang perlu Anda ketahui tentang perjalanan dan kelanjutan nasib Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 di tengah krisis diplomatik yang sedang memanas.
1. Perjalanan Qatar sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2022
Kontroversi sepertinya menjadi "kawan baik" Qatar sejak lolosnya negara ini sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Banyak yang menyoroti penunjukan Qatar oleh FIFA pada tanggal 2 Desember 2010 lalu, termasuk dari negara-negara Timur Tengah sendiri.
Kala itu, Qatar berhasil lolos secara mengejutkan setelah menyingkirkan Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Sejak putaran awal mayoritas suara dari 22 anggota komite eksekutif FIFA sudah memilih Qatar.
Kandidat |
Perolehan Suara (Putaran 1) |
Perolehan Suara (Putaran 2) |
Perolehan Suara (Putaran 3) |
Perolehan Suara (Putaran 4) |
---|---|---|---|---|
Australia | 1 | Tersingkir | Tersingkir | Tersingkir |
Jepang | 3 | 2 | Tersingkir | Tersingkir |
Korea Selatan | 4 | 5 | Tersingkir | Tersingkir |
Amerika Serikat | 3 | 5 | 6 | 8 |
Qatar | 11 | 10 | 11 | 14 |
Banyak yang menganggap terpilihnya Qatar sebagai hal yang kontroversial. Banyak faktor yang membuat hal ini terjadi, seperti isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum beres, masalah terorisme, kesetaraan gender, cuaca panas ekstrem yang kurang kondusif untuk turnamen, hingga kecilnya teritorial Qatar untuk penyelenggaraan Piala Dunia.
Namun hal tersebut dibantah oleh Sheikh Mohammed bin Hamad Al-Thani yang memimpin pencalonan Qatar. Ia menganggap segala tudingan tersebut hanya sebatas kesalahpahaman, meskipun menurut The Guardian (02/12/10) laporan lembaga Amnesti Internasional mengungkapkan sebaliknya.
Setelah ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar langsung melakukan persiapan besar-besaran. Negara terkaya di dunia dari segi pendapatan per kapita ini langsung menggelontorkan dana tak kurang dari 500 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp6,65 triliun per pekan untuk pembangunan infrastruktur seperti stadion, jalan raya, bandara internasional terbaru, dan rumah sakit.
"Kami menggelontorkan dana hampir 500 juta dolar Amerika Serikat per pekan untuk merampungkan proyek ini. Dan semua pengerjaan akan selesai dalam waktu tiga atau empat tahun. Kami bekerja keras agar semua orang melihat bahwa kami sudah siap untuk menggelar Piala Dunia tahun 2022 mendatang," kata Ali Shareef Al-Emadi, Menteri Keuangan Qatar.
Namun dalam perkembangannya, Qatar pun menghadapi sederet masalah dalam proses persiapan ini. Mulai dari isu perlakuan buruk terhadap pekerja migran, permasalahan dana, dugaan korupsi, polemik undang-undang anti-homoseksualitas, hingga masalah cuaca yang mengakibatkan perubahan jadwal event dari bulan November menjadi Desember 2022.
Tak sampai di situ, kini kondisi Qatar diperparah dengan krisis diplomatik yang melanda negaranya. Pasalnya, secara mengejutkan dalam dua hari terakhir ini, tak kurang dari 7 negara telah putuskan hubungan diplomatik dengan negara di Teluk Persia ini.
2. Masalah Diplomatik dengan 7 Negara Tetangga
Qatar kini sedang menghadapi krisis politik yang disebut-sebut sebagai yang terburuk sepanjang sejarah kawasan Teluk. Setelah 4 negara yakni Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Libya, dan Uni Emirat Arab (UEA) memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar kemarin (05/06/17), kini giliran dua negara lainnya Yaman dan Maladewa yang mengambil kebijakan serupa.
Pemutusan hubungan diplomatik secara kolektif tersebut dilakukan karena Qatar dituding terlibat dalam upaya-upaya yang mengancam stabilitas negara-negara di kawasan. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tuduhan tersebut.
Menurut BBC (05/06/17), negara-negara tersebut menuduh Qatar diam-diam memberi dukungan pada kelompok-kelompok teroris seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Al Qaida.
Negara berpopulasi lebih dari 2 juta jiwa tersebut juga dianggap mendukung Ikhwanul Muslimin, organisasi yang jelas-jelas dilabeli "teroris" oleh Arab Saudi dan UEA, dan memanfaatkan media untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, Arab Saudi juga disebut-sebut tidak menyukai kedekatan Qatar dengan Iran.
Meski Qatar telah membantah tudingan disebutnya tidak berdasar tersebut, nampaknya hal ini belum dapat menurunkan tensi politik yang kadung tereskalasi.
Bahkan dalam perkembangan terbaru, masih menurut laporan BBC (06/06/17), UEA telah memerintahkan staf-staf diplomatiknya untuk meninggalkan negara tersebut dalam jangka waktu 48 jam.
Sejumlah maskapai penerbangan milik UEA dan sekutunya juga menyatakan akan menghentikan penerbangan ke dan dari Doha, Ibu Kota Qatar. Arab Saudi dan sekutunya juga menutup wilayah udara mereka dari maskapai milik Qatar, Qatar Airways (yang juga sponsor FIFA), serta menutup akses ke pelabuhan.
Tak sedikit yang mengkhawatirkan potensi gangguan yang dapat ditimbulkan terhadap kelanjutan nasib Piala Dunia 2022.
3. Pertanyaan Besar tentang Nasib Piala Dunia 2022
Sebagaimana diberitakan di beberapa media, Senin (05/06/17) lalu FIFA hanya memberikan pernyataan singkat melalui email untuk menyikapi polemik yang sedang dihadapi Qatar.
FIFA saat ini disebut tetap menjalin "kontak secara reguler" dengan panitia penyelenggara lokal Piala Dunia Qatar 2022 dan tidak menjawab secara spesifik mengenai dampak krisis diplomatik tersebut terhadap event akbar ini.
FIFA menolak mengomentari secara spesifik mengenai krisis diplomatik.
Reuters (05/06/17) menyebut hingga saat ini panitia lokal Piala Dunia Qatar dan Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) mesih enggan memberikan komentar terkait hal ini. Sementara itu, Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB) menyatakan masih akan merundingkan masalah ini dengan pemerintah Jerman.
"Kami akan mendiskusikan situasi politik baru yang rumit di wilayah tersebut, khususnya Qatar, dengan pemerintah federal," terang Presiden DFB, Reinhard Grindel.
Grindel juga menyebut akan berkoordinasi dengan badan sepakbola Eropa. Ia juga merasa masih ada cukup waktu untuk menemukan solusi politik sebelum pesta sepakbola tersebut diselenggarakan 5 tahun lagi. Meski begitu, Grindel juga menegaskan Piala Dunia tidak boleh diadakan di negara yang terbukti mendukung teror.
"Satu hal yang jelas. Masyarakat sepakbola di seluruh dunia harus setuju turnamen-turnamen besar tidak boleh dimainkan di negara-negara yang secara aktif mendukung teror," tegasnya.
Melihat hal ini, tentunya publik sepakbola berharap krisis diplomatik yang terjadi akan segera menemukan solusi dan tidak akan mengganggu pelaksanaan Piala Dunia 2022 mendatang.