Nicholas Pambudi: Belajar di Barcelona untuk Timnas U-19
Timnas Indonesia U-19 sedang menjalani pemusatan latihan atau training center (TC) di Bali mulai tanggal 4 Juli 2017 kemarin. Rencananya, Timnas U-19 juga akan melakoni laga uji coba menghadapi Persewangi Banyuwangi, yang masuk ke dalam agenda TC di Bali kali ini, 8 Juli mendatang. Tak hanya itu, Skuat Garuda Nusantara juga melakoni uji coba kontra Espanyol di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Gedebage, Bandung, 14 Juli mendatang.
Dalam TC di Bali, pelatih Indra Sjafri memanggil 31 pemain. Namun, seiring berjalannya waktu, pemain Timnas U-19 yang ikuti TC tinggal 30 pemain. Satu pemain yakni Egy Maulana Vikri dipanggil Luis Milla untuk ikuti pemusatan latihan Timnas U-22.
Dari 31 pemain, terdapat empat nama pemain berbakat Indonesia yang menimba ilmu sepakbola di luar negeri. Mereka adalah Nicholas Pambudi (Spanyol), Samuel Christianson (Spanyol), Syahrian Abimanyu (Spanyol), dan Rafid Habibie (Italia).
Baca Juga: |
---|
Keempatnya mendapat kesempatan kedua dari Indra Sjafri. Sebelumnya, Indra Sjafri pernah memanggil 14 pemain yang menitih karier di luar negeri untuk mengikuti seleksi Timnas U-19 pada beberapa bulan yang lalu.
Di TC kali ini, ada satu nama yang membuat penasaran para pencinta sepakbola nasional. Sosok tersebut adalah Nicholas Yohanes Pambudi.
Bocah berusia 17 tahun itu adalah sosok pemain muda berbakat Indonesia yang menitih karier di Barcelona. Bagaimana dirinya bisa ke Barcelona hingga akhirnya bermuara ke Timnas U-19?
INDOSPORT berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Nicholas Pambudi sambil bersantai di kediamananya, kawasan Lippo Cikarang, Tangerang, beberapa waktu yang lalu. Berikut ulasan wawancara lengkapnya:
1. Pintu Menuju Barcelona
Nicholas Pambudi menceritakan bagaimana awal mulanya menyukai sepakbola. Satu sosok yang berperan membawanya ke dunia sepakbola adalah sang ayah, Hernoto Teguh Pambudi. Sang ayah juga yang menemukan bakatnya dan setia mengantar untuk berlatih.
"Dulu waktu kecil papa suka nonton bola, jadi saya ikutan. Kemudian teman-teman pada suka main bola, jadi saya pun ikutan. Biasanya kami main di depan rumah atau di samping rumah, ada lapangan. Saya juga main sepakbola di sekolah bareng teman-teman, setelahnya ikut kejuaraaan," ungkap Nicho kepada INDOSPORT.
Di awal menekuni sepakbola, Nicho harus rela memotong waktu istirahat. Usai pulang sekolah, ia dan ayahnya harus mengejar waktu, berangkat dari Cikarang-Jakarta bahkan hingga Tangerang hanya untuk berlatih sepakbola.
"Waktu dulu di Indonesia banyak hambatan. Latihan dari Cikarang ke Jakarta itu di jalan saja hampir 3 jam, jadi kalau macet pasti telat. Pulang sekolahnya jam 3 langsung di antar latihan. Papa akhirnya memasukkan saya ke SSB Arsenal, setelahnya ke JFA Halim," kata Nicho.
Lebih lanjut, Nicho menjelaskan prosesnya ke Spanyol. Ia dikirim bersama 10 orang dari JFA Halim dengan penanggung jawab orang Inggris.
Namun, orang Inggris tersebut kemudian lepas tanggung jawab. Karena kejadian itulah, Nicho akhirnya terdampar di sebuah akademi sepakbola yang berada di Barcelona, Spanyol bernama Fundacion Marcet.
"Awalnya inisiatif klub JFA Halim. Waktu itu ada beberapa orang yang dikirim ke Spanyol buat main bola di Alicante, Madrid, kemudian ke Valencia. Sekarang masih ada beberapa teman dari JFA yang di Levante dan Alcudia. Di Marcet Foundation, awalnya saya sendiri, tetapi baru-baru ini ada satu orang ndonesia yang datang, umurnya satu tahun di atas saya," jelas Nicholas.
2. Segudang Ilmu di Barcelona
Selama empat tahun menimba ilmu di Spanyol, Nicholas menyatakan bahwa banyak hal yang dipelajarinya. Pola pengembangan sepakbola usia dini menjadi hal yang mendasar dan benar-benar di perhatikan di Spanyol. Nicho menjelaskan bahwa ada dua poin utama yang diberikan kepada setiap pesepakbola muda.
"Kalau yang saya dapat di Spanyol dulu kalau umur di bawah 15 atau 14 tahun itu buat skill development (keterampilan). Setelahnya di atas 15 waktunya buat tactical development, jadi perlu lebih banyak game dan jam terbang biar lebih banyak pengalaman di dalam lapangan," beber Nicholas.
"Kalau skill development itu menurut posisinya sendiri contohnya winger harus belajar crossing dan dribbling, striker lebih ke finishing dan lainnya. Kalau tactical development lebih banyak tentang baca permainan kemudian tahu posisi di lapangan walaupun saat menyerang ataupn bertahan," tutur pemuda yang sangat menyukai Siomay tersebut.
"Saat berada di lapangan juga ada beberapa bahasa yang berbeda buat ngasih tahu teman kalau ada musuh. Seperti kode rahasia dalam permainan. Kalau di Spanyol tidak ada hambatan lagi, karena agendanya sudah diatur antara main bola dan pendidikannya. Jadi sudah pas buat saya," ujarnya.
3. Susah-Senang di Negeri Matador dan Kerinduan Tanah Air
Nicholas menyatakan sempat merasa terasing dan sedih saat berada di Spanyol, pasalnya itu merupakan kali pertama dirinya jauh dari orang-orang terdekat. Namun, sekarang pemuda jebolan SSB Arsenal dan JFA Halim tersebut mulai betah dan menikmati kariernya di Negeri Matador.
"Satu bulan pertama itu sedih banget karena tidak ada teman, kemudian kangen keluarga. Tetapi setelah 4 tahun di sana sudah berkurang, masih kangen tapi tidak kaya dulu lagi," tutur Nicho.
"Saya sekarang menikmati dan happy-happy saja, karena tidak pernah ada cedera yang menghabiskan waktu lama. Kalau cedera itu paling satu minggu," tambahnya.
Situasi di lapangan dan akademi tempat Nicholas menimba ilmu membuat anak pasangan Hernoto Teguh Pambudi dan May Pambudi itu semakin betah. Tidak adanya kesenjangan atau jarak antara pemain dan pelatih membuat Nicho cukup mudah menyerap ilmu sepakbola yang diberikan.
"Kalau di Spanyol lebih bebas dan pemain jadi kaya teman dengan pelatih, jadi kita panggil dia dengan namanya saja," ujar Nicho yang mengaku lebih sering dipanggil Pambudi saat di Spanyol.
"Satu perbedaan yang saya ingat itu, dulu kalau di sini (Indonesia) habis tanding latihan normal di hari esoknya. Tapi kalau di Spanyol kalau selesai tanding, besoknya latihan recovery saja, jadi lebih ringan biar tidak cedera di latihan berikutnya," lanjutnya.
Bagi Nicho, pengalaman di Spanyol memang tak terlupakan. Namun, kenangan akan teman-temannya Indonesia tak bisa hilang begitu saja. Di Spanyol, rekan-rekannya selalu berganti di tiap musim, lantaran mereka datang dan pergi saat musim berakhir.
"Saat di Spanyol saya rindu dengan teman-teman di Indonesia, soalnya di Spanyol teman itu datang kemudian pergi, seterusnya begitu. Soalnya tim bola jadi setiap session itu ganti teman. Kangen main bola, main sepeda, jalan-jalan bareng teman di sini (Indonesia)," urai Nicho.
4. Tentang Pendidikan dan Adaptasi di Spanyol.
Nicho juga tak lupa bercerita mengenai dunia pendidikannya. Ia menjelaskan bahwa saat ini terdaftar di sebuah sekolah publik dan tetap menjalani aktivitas sepakbolanya seperti biasa.
"Di Spanyol saya ikut sekolah publik. Agendanya pagi latihan, siangnya sekolah, sore latihan ,dan kalau malam ada waktu dua jam buat belajar mengerjakan tugas dan sebagainya. Saat ini saya sekitar SMA kelas 3, di sana juga ada ujian akhirnya dan itu susah banget," tutur Nicho.
Nicho sendiri merupakan tipe orang yang gampang beradaptasi. Ia mengaku tidak mengalami masalah mengenai perbedaan makanan antara Indonesia dan Spanyol. Hal tersebut yang membuatnya bisa melewati empat tahun, jauh dari keluarga.
"Saya tidak ada masalah dengan makanan, saya orangnya yang penting kenyang. Jadi tidak ada kendala," ujarnya seraya tertawa.
5. Sosok Pendukung Nicholas Pambudi
Saat ditanya mengenai sosok penting dalam karier sepakbolanya, Nicho tanpa ragu menyebut nama sang ayah, Hernoto Teguh Pambudi. Ia mengingat perjuangan sang ayah yang bolak balik Cikarang-Jakarta hanya untuk mengantarnya bermain bola.
"Orang spesial itu papa saya, karena dulu waktu latihan jauh ke Jakarta dia selalu antar saya walaupun dia juga sibuk kerja. Kemudian saat di Spanyol, papa kirim pesan dan selalu doain," kenang Nicholas.
"Adik saya Nestor Pambudi) juga. Di sini dia juga main bola, jadi kalau ada kabar bagus tentang dia, papa selalu bilang. Kalau dia berprestasi jadinya saya juga termotivasi," sambung Nicho sambil tersipu malu.
6. Timnas Indonesia U-19 dan Harapan
Mengawali karier di SSB Arsenal, Nicholas mengaku sudah pernah bermain dengan sejumlah pemain yang juga dipanggil pelatih Indra Sjafri untuk seleksi di Timnas U-19. Namun, ada tiga pemain yang sempat membuatnya penasaran.
"Rafid Habibie pernah latihan bareng dulu di SSB Arsenal terus yang dari Spanyol latihan bareng beberapa hari lalu. Kalau yang belum pernah itu Charalambos Elias David dari Yunani," jelasnya.
Sambil menerawang, Nicholas mengungkapkan harapannya agar masuk dan terpilih menjadi bagian dari skuat Timnas U-19. Tak hanya itu, ia juga ingin berjuang mendapatkan kontrak profesional dari klub Eropa.
"Buat sekarang harapannya masuk ke Timnas U-19 untuk bela negara di Piala AFF di Myanmar. Kalau pribadi, harapannya bisa dikontrak profesional kub Eropa," harap anak pasangan Hernoto dan May Pamudi tersebut.
Demi meningkatkan skill dan pengetahuan tentang posisi bermain, Nicholas juga kerap melihat tayangan melalui cuplikan video. Namun, ia menyatakan bahwa tidak sempat memperhatikan pertandingan di Liga Indonesia, lantaran sibuk dengan aktivitasnya.
"Saya tidak terlalu sering melihat sepakbola indonesia, soalnya kan perbedaan waktu dan skedulnya ketat jadi sedikit waktu bebasnya. Biasanya saya lihat youtube, lihat highligh pemain yang diposisi saya biar saya bisa pelajari," tutup Nicho.