Bhayangkara FC, Dari Konflik hingga 'Kawin' dengan Polisi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1946, setiap tanggal 1 Juli di Indonesia diperingati sebagai Hari Kepolisian Nasional. Perayaan ini sendiri nantinya lebih dikenal dengan nama Hari Bhayangkara.
Hari Bhayangkara ini sendiri dibuat dengan makna sebagai bentuk penghargaan terhadap pihak kepolisian yang sudah bersusah payah untuk menjaga keamanan masyarakat dan menegakkan hukum di Indonesia dari ancaman yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.
Dewasa ini, Kepolisian Indonesia pun bisa dikatakan seperti sudah merasuki semua segi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali bidang olahraga, khususnya sepakbola.
Baca Juga |
Hal itu dibuktikan dengan keberadaan salah satu peserta kompetisi Gojek Traveloka Liga 1 yang mendapat sokongan dari institusi yang memiliki slogan Rastra Sewakottama (memiliki arti Polisi Republik Indonesia adalah abdi utama rakyat) tersebut.
Berbeda dari klub-klub besar Tanah Air, semisal Persija Jakarta dan Persib Bandung, Bhayangkara FC memang memiliki sejarah yang belum lama tercipta. Tercatat, umur klub ini juga belum ada 5 tahun sejak resmi tercipta.
Dalam rangka merayakan Hari Bhayangkara ke-71 yang jatuh pada Sabtu (01/07/17) lalu, INDOSPORT coba hadirkan kembali serba-serbi mengenai Bhayangkara FC, sebuah klub sepakbola yang tercipta dari andil Kepolisian Indonesia.
1. Cikal Bakal Terbentuknya Bhayangkara FC
Persebaya Surabaya merupakan salah satu klub tertua dan memiliki sejarah panjang dalam perjalanan sepakbola di Indonesia. Namun, siapa sangka klub yang identik dengan warna hijau itu dalam satu dekade ini memiliki permasalahan dualisme yang membuat mereka sempat luntang-lantung.
Kisah ini sendiri bermula saat Persebaya Surabaya tengah berjuang untuk lolos dari zona degradasi ke Divisi Utama pada 2010 lalu. Dalam laga terakhir Liga Super Indonesia 2009/10, Persebaya hanya butuh hasil imbang saat menghadapi Persik Kediri.
Namun, laga tersebut sempat tertunda hingga tiga kali dengan alasan keamanan dari pihak kepolisian. Berdasarkan aturan, kegagalan menggelar laga kandang berimplikasi pada sanksi terhadap tuan rumah. Sesuai regulasi, Persebaya mestinya dinyatakan menang WO dengan skor 3-0. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, malahan berujung pada kemarahan pihak Persebaya.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya laga dipilih berlangsung di Palembang. Namun, pihak Persebaya melalui manajernya saat itu, Gede Widiade menolak untuk hadir lantaran merasa dizalimi. Alhasil, Persik Kediri dinyatakan menang WO dan Persebaya terdegradasi ke Divisi Utama.
Kejadian itu pun menumbuhkan kekecewaan dari kubu Persebaya kepada PSSI. Buntutnya, ketika Arifin Panigoro membentuk Liga Primer Indonesia, yang merupakan tandingan Liga Super Indonesia, Persebaya ikut ambil bagian.
Kisruh itu juga merambat hingga internal Persebaya, yang menjadi terbelah dua. Ada Persebaya versi pimpinan Wisnu Wardhana dan ada juga Persebaya yang berada dalam naungan PT Persebaya Indonesia.
Persebaya pimpinan Wisnu memilih untuk tetap tampil di Divisi Utama. Sementara Persebaya naungan PT Persebaya, dianjurkan oleh pihak kepolisian untuk mengganti nama, yang akhirnya mereka lakukan dan dikenal dengan nama Persebaya 1927 dan tampil di ajang Liga Primer Indonesia.
Masalah kemudian muncul lagi pada 2013. Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang dipimpin La Nyalla Mattalitti membuat kisruh yang menyebabkan Liga Primer Indonesia tidak diakui sebagai kompetisi resmi. Kejadian itu pun membuat Persebaya menjadi tim yang luntang-lantung.
Berbeda dengan Persebaya versi Wisnu yang tetap merumput dan menjadi di bawah naungan PT Mitra Muda Inti Berlian yang tetap merumput hingga pada 2015 kompetisi hingga berubah nama menjadi Surabaya United, klub yang menjadi cikal bakal terbentuknya Bhayangkara FC.
2. Terbentuknya Bhayangkara FC
Di tengah tidak adanya kompetisi sepakbola di Tanah Air, pasca sanksi yang diberikan oleh FIFA, lantaran pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pihak Kepolisian Republik Indonesia berinisiatif untuk membuat sebuah turnamen. Dari situlah kemudian tercipta kompetisi Piala Bhayangkara 2016.
Tidak ingin hanya menjadi pencetus, pihak kepolisian pun memiliki keinginan untuk mengirim perwakilannya dalam turnamen tersebut. Maka dari itu, kepolisian mengirim klub amatir yang mereka punya, yakni PS Polri.
Dalam langkah awalnya di dunia sepakbola Indonesia, PS Polri menunjuk Bambang Nurdiansyah sebagai pelatih utama. Dalam skuat pertamanya, PS Polri berhasil menggaet sejumlah mantan pemain Timnas Indonesia, sebut saja Hansamu Yama Pranata, Paolo Oktavianus Sitanggang, dan Maldini Pali.
Tidak hanya itu, PS Polri juga mampu mendatangkan sejumlah nama-nama besar yang pernah mewarnai kompetisi sepakbola Tanah Air, seperti Bio Paulin, Robertino Pugliara, dan Dominggus Fakdawer. Selain itu, PS Polri juga tercatat memiliki setidaknya 15 pemain yang tidak memiliki latar belakang pemain sepakbola, melainkan anggota kepolisian.
Sayangnya, dalam langkah awalnya di turnamen Piala Bhayangkara, PS Polri gagal merebut gelar juara. Mereka tersingkir di babak penyisihan Grup B, setelah hanya bisa finis di posisi tiga, kalah saing dengan Arema Cronus dan Bali United Pusam FC yang berada di peringkat satu dan dua.
Selepas dari turnamen Piala Bhayangkara, PS Polri memiliki keingingan untuk terus ikut serta dalam parhelatan sepakbola Indonesia. Maka dari itu, mereka pun mulai mencari klub untuk diajak merger agar bisa mengikuti kompetisi Indonesia Soccer Championship 2016, kompetisi yang bisa dibilang dadakan demi mengisi kekosongan pertandingan.
Akhirnya, pada 12 April 2016 mereka mencapai kesepakatan dengan Surabaya United dan berubah nama menjadi Bhayangkara Surabaya United. Hal ini dikemudian hari muncul menjadi polemik.
Polemik itu tercipta setelah Persebaya Surabaya milik PT Persebaya Indonesia memenangkan tuntutan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Juni 2016 lalu. Saat itu PT Persebaya Indonesia menuntut pihak PT MMIB selaku pemiliki Surabaya United akrena dianggap menggunakan merek, logo, dan nama Persebaya.
Hal tersebut memaksa Bhayangkara Surabaya United berubah nama dan benar saja, pada 1 September 2016, klub berjuluk The Great Alligator itu mengubah namanya menjadi Bhayangkara Football Club yang tetap bertahan hingga sekarang.
3. Kiprah Bhayangkara FC di Sepakbola Indonesia
Dibandingkan klub-klub lain, Bhayangkara FC memang belum memiliki sejarah yang cukup baik. Hingga kini, mereka tercatat belum pernah meraih kemenangan.
Namun, hal itu tidak membuat Bhayangkara tidak memiliki andil. Pasalnya, mereka merupakan klub di Liga 1 yang pemainnya ada yang menjabat sebagai anggota kepolisian.
Ya, pada Maret 2017 lalu, sebanyak pemain Bhayangkara FC, baik dari tim senior maupun U-21 resmi dilantik menjadi Brigadir Remaja Polri atau Brigadir Polisi II, setelah menjalani masa pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN).
Pemain-pemain itu antara lain, M. Hargianto, M. Sahrul Kurniawan, Putu Gede Juni Antara, M Fatchurohman, Wahyu Subo Seto, Maldini Pali, Alsan Sanda, dan Mukhlis Hadi Ning.
Status itu sendiri mungkin belum bisa langsung mereka rasakan. Namun, dengan terdaftar sebagai anggota kepolisian, para pemain Bhayangkara FC itu sedikitnya sudah memiliki masa depan yang terjamin.
Sepahit-pahitnya performa mereka menurun, lantaran termakan usia atau cedera, mereka masih memiliki profesi sebagai seorang polisi bila tidak lagi menjadi pemain sepakbola.