Deretan Pemilik Klub yang Terjun ke Dunia Politik
Politik dan sepakbola memang dua hal yang berbeda. Namun bukan berarti keduanya tidak bisa saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Memang, menurut aturan resmi yang dikeluarkan oleh Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), sepakbola haruslah bebas dari unsur politik. Bahkan sekadar mempertontonkan simbol politik saja 'haram' hukumnya dalam pertandingan sepakbola.
- Deretan Atlet yang Maju Jadi Caleg Pemilu 2019
- Dari Strategi Hingga Banner Provokatif, Berikut Empat Hal Menarik Dari Duel Spartak vs Liverpool
- 3 Kali Gagal Menang, Kiper Persib 'Bakar' Semangat Tim
- 3 Pemain Keturunan Indonesia di Liga Champions dan Europa
- Nasib Tragis Eks Timnas Indonesia, Jadi Satpam hingga Pelaku Begal
Contoh yang teranyar adalah polemik koreografi 'Save Rohingya' yang dibuat oleh salah satu pendukung klub Liga 1 Indonesia, Bobotoh. Aksi yang ditujukan untuk menyiarkan berita tentang krisis kemanusiaan di salah satu negara ASEAN ini akhirnya berujung sanksi dari otoritas sepakbola nasional.
Di mancanegara, polemik serupa juga pernah tecipta. Seperti saat Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) mengabaikan aturan FIFA dengan mengizinkan pemain tim nasionalnya mengenakan ban hitam bergambar bunga poppy. Lambang bunga poppy sendiri digunakan untuk memperingati Armistice Day atau Hari Genjatan Senjata.
Tahun 2016 lalu, isu ini juga menjadi topik perbincangan hangat setelah Inggris akhirnya benar-benar didenda 35 ribu poundsterling (Rp360 juta) oleh FIFA. Perdana Menteri Inggris, Theresa May, sampai ikut mengecam hukuman tersebut.
Menariknya, tahun ini sikap FIFA justru dikabarkan melunak soal pemakaian lambang bunga poppy. Otoritas sepakbola internasional ini bahkan memberi izin penggunaan lambang bunga poppy saat Timnas Inggris menggelar laga persahabatan melawan Jerman bulan November nanti.
Peristiwa ini pun sedikit banyak merefleksikan peliknya definisi mengenai hal yang dapat dilabeli sebagai sesuatu yang politis dan non-politis di dunia sepakbola. Karena kadang beberapa tindakan tertentu ibarat berada di area abu-abu.
Tetapi pada intinya, tak peduli seketat apa pun aturannya dan sekuat apa pun bantahannya, klub dan pertandingan olahraga khususnya sepakbola memang tak mudah lepas seratus persen dari unsur politik.
Selain penggunaan simbol-simbol politik, contoh lain mengenai keterkaitan politik dan sepakbola bisa kita temukan pula pada kasus ketika klub sepakbola dimiliki oleh politisi atau orang yang terlibat dalam dunia politik. Berikut ini beberapa di antaranya:
1. Silvio Berlusconi
Silvio Berlusconi adalah mantan pemilik klub AC Milan yang berkarier di dunia politik. Berlusconi bahkan sempat menjabat sebagai orang nomor satu di Italia alias Perdana Menteri.
Pada tahun 1986, Berlusconi yang juga seorang taipan media menjadi pemilik dari klub yang telah berdiri sejak abad ke-19 atau tepatnya pada tahun 1899 ini.
Tak puas dengan hanya menjadi pengusaha, tahun 1993 pria yang juga lulusan sekolah hukum ini mulai terjun ke dunia politik dengan mendirikan partai yang dinamakan seperti chant klub yang dimilikinya, Forza Italia yang menjadi kendaraan politiknya agar bisa ikut pemilu.
Berkat koalisi dengan dua partai sayap kanan lainnya, National Alliance dan Northern League, pria kelahiran 29 September 1936 berhasil memenangkan pemilu dan diangkat menjadi Perdana Menteri Italia tahun 1994. Namun, selang tujuh bulan kemudian ia harus lengser karena terjerat kasus penyuapan.
Memasuki abad milenium, Berlusconi kembali mencalonkan diri sebagai perdana menteri setelah beberapa kali mengalami kekalahan. Upayanya pun sukses sehingga ia berhasil menjabat kembali pada periode 2001-2006 dan 2008-2011.
Setelah memegang hak kepemilikan klub selama 30 tahun lamanya, Berlusconi akhirnya menjual Milan kepada investor China, Rossoneri Sport Investment Lux senilai Rp10,4 triliun.
2. John W. Henry
John W. Henry adalah pemilik salah satu klub Liga Primer Inggris, Liverpool. Pria asal Amerika Serikat mengambil alih klub yang bermarkas di Anfield ini pada Oktober 2010 silam.
Tak hanya memiliki klub sepakbola, pria kelahiran 13 September 1949 ini sebelumnya juga sudah memiliki tim baseball Boston Red Sox dan juga tim balap NASCAR, Roush Fenway Racing. Ia juga memiliki usaha di bidang media dengan mengambil alih The Boston Globe.
Tak hanya aktif sebagai pebisnis, bos Jurgen Klopp ini diketahui juga beberapa kali aktif dalam dunia politik. Pengusaha 68 tahun ini sempat terlibat dalam kampanye salah satu senator dan kandidat presiden AS, John Kerry.
"Pada bulan Januari, New England menang Super Bowl. Pada bulan Oktober, New England menang World Series. Dan pada bulan November, putra kebanggaan New England akan memenangkan kursi presiden AS," ucapnya, dilansir dari Boston.com (03/08/17).
Henry juga dilaporkan mendonasikan dana sebesar 58.500 dolar AS kepada beberapa kandidat dan organisasi dari Partai Demokrat di AS, dikutip dari bostonmagazine.com (01/03/16).
3. Roman Abramovich
Roman Abramovich adalah seorang miliuner Rusia yang saat ini memiliki salah satu klub Inggris, Chelsea. Ia membeli The Blues 14 tahun silam senilai 233 juta dolar AS atau setara dengan Rp3,1 triliun.
Sebelum membeli klub yang bermarkas di Stamford Bridge ini sudah aktif di dunia politik. Ia pernah menjabat sebagai gubernur dan pemimpin parlemen di salah satu provinsi di wilayah timur Rusia bernama Chukotka.
Abramovich telah menjalani masa jabatannya di daerah tersebut sejak tahun 1999 silam sebelum memutuskan untuk mengundurkan diri pada tahun 2013, atau 14 tahun setelah ia memjabat.
Menurut Daily Mail, salah satu orang terkaya di Rusia ini telah menghabiskan 1,6 miliar poundsterling atau hampir Rp30 triliun untuk memperbaiki kondisi di daerah yang dipimpinnya.
Keputusan pengunduran dirinya ini dilaporkan berkaitan dengan aturan baru yang diterapkan Vladimir Putin. Aturan ini sendiri melarang pejabat Rusia untuk memiliki akun bank dan saham di luar negeri. Sementara itu, Abramovich memang diketahui memiliki sejumlah kekayaan di luar negeri.
4. George Becali
George Becali adalah salah satu politisi asal Rumania yang memiliki sebuah tim sepakbola bernama Steaua Bucharest yang berlaga di Liga I Rumania dan pernah manjadi juara Piala Champions Eropa (atau yang sekarang dikenal dengan nama Liga Champions) musim 1985/86.
Pria kelahiran Rumania 25 Juni 1958 silam ini mulai membeli saham klub yang bermarkas di kota Bucharest, Rumania, ini pada akhir tahun 1990-an. Seiring berjalannya waktu kepemilikan sahamnya semakin meningkat hingga membuatnya memiliki lebih dari 50 persen total saham.
Tak hanya memiliki klub sepakbola, Gigi, panggilan Becali, adalah seorang pengusaha yang juga aktif di dunia politik. Sejak tahun 2000 dirinya telah berpartisipasi dalam pemilu legislatif Rumania meskipun menuai kekalahan.
Tak hanya di kancah domestik, ia juga sempat mencoba peruntungan di level regional saat menjadi anggota Parlemen Eropa pada periode 2009 hingga 2012. Selepas itu, Becali menjadi anggota parlemen Rumania pada tahun 2012 hingga 2013.
5. Steve Gibson
Salh satu klub Liga Primer Inggris yang dikenal dengan julukan The Boro alias Middlesbrough saat ini dimiliki oleh seorang pengusaha dan politisi asli Negeri Ratu Elizabeth bernama Steve Gibson.
Gibson yang dikenal sebagai fan dari klub yang berdiri sejak tahun 1876 silam ini. Pada tahun 1994, pengusaha kelahiran 9 Januari 1958 tersebut benar-benar menjelma menjadi presiden klub dengan kepemilikan saham mencapai 90 persen.
Sebelum menjadi pemilik The Boro, Steve Gibson sudah aktif menjadi seorang politisi. Ia bahkan sempat menjadi anggota dewan lokal termuda dari Partai Buruh. Sampai sekarang pun ia masih kerap memberikan komentar terkait kondisi politik dan aktif terlibat dalam kampanye beberapa politisi dari Partai Buruh.
6. Roland Duchatelet
Roland Duchatelet merupakan salah satu pemilik klub yang kontroversial. Tak tanggung-tanggung, berbeda dengan tokoh-tokoh sebelumnya yang hanya mempunyai satu klub saja, pengusaha Belgia yang lahir pada 14 November 1946 yang satu ini punya lima klub sepakbola sekaligus di lima negara yang berbeda.
Kelima klub yang dimiliki Duchatelet antara lain Carl Zeiss Jena (Jerman), Alcorcon (Spanyol), Sint-Truidense (Belgia), Ujpest (Hungaria), dan Charlton Athletic (Inggris).
Kiprahnya semakin kontroversial kala penganut paham liberal progresif ini membentuk sebuah gerakan politik bernama Vivant. Ia juga sempat menuai kecaman dari para fans Charlton yang menganggap Roland sebagai penyebab merosotnya prestasi klub mereka.