Omar Al Somah, Si Zlatan Ibrahimovic dari Suriah
Suriah melanjutkan asa mereka untuk tampil di Piala Dunia usai menahan imbang Australia di leg pertama babak playoff zona Asia, Kamis (05/10/17).
Bermain di tempat netral di Malaysia, membuat Australia mampu mendominasi jalannya pertandingan. Itu terlihat dengan hasil akhir pertandingan, yang mana The Socceroos mampu meraih angka sebanyak 63 persen dalam hal penguasaan bola.
Australia berhasil membuka keunggulan lebih dahulu saat babak pertama menyisakan waktu lima menit melalui Robbie Kruse. Namun lantas Suriah berhasil menyamakan kedudukan di menit 85 melalui gol yang dicetak oleh Omar Al Somah dari titik putih, setelah pemain Australia melakukan pelanggaran di kotak penalti mereka.
عصا٠اÙØ´ÙاÙÙ Ùتع٠ÙÙ ÙÙ Ùص٠ع٠ر اÙسÙÙ Ø© #سÙرÙا_استراÙÙا @omaralsomah pic.twitter.com/bRNV9WGLPG
— Ùتا٠اÙصبØÙ ð¸ð¦ (@h_alragi) October 5, 2017
- Suriah 1-1 Australia: Gol Telat Omar Hidupkan Asa Suriah!
- Prediksi Suriah vs Australia: Berebut Tiket ke Rusia
- Yordania Bangun Lapangan Sepakbola untuk Anak-anak Pengungsi Suriah
- Suriah Bisa ke Piala Dunia, AFC Duga Ada Kecurangan di Laga Terakhir Kualifikasi
- Jaga Asa Lolos ke Piala Dunia, Komentator Menangis Usai Timnas Suriah Cetak Gol Penyeimbang
Sontak Al Somah menjadi bintang dalam laga kali ini setelah menyelamatkan timnya dari kekalahan. Ia mengemban beban besar dari harapan masyarakat Suriah dan sepakbola negara itu sendiri yang tak bisa kunjung lepas dari masalah.
Bagaimana sepak terjang Al Somah hingga bisa dijuluki Zlatan Ibramovic-nya Arab, meski kariernya dinodai secuil kontroversi yang berbau politis? Berikut INDOSPORT menyajikan kisahnya untuk Anda.
1. Sekilas Karier Mentereng Omar Al Somah
Pemain kelahiran 28 Maret 1989 ini memulai karier sepakbolanya sejak usia 12 tahun dengan bergabung tim akademi Al Futowa yang terletak di kota asalnya, Deir ez-Zor. Ia membawa timnya menjuarai titel kasta pertama U-18 di Suriah pada musim 2007/08. Al Somah bahkan tercatat sebagai topskor dengan torehan 29 gol.
Dengan potensinya tersebut, Al Somah langsung dipanggil untuk membela Timnas Suriah U-19 dan melakukan debutnya pada tahun itu juga saat melawan Irak di Piala Asia U-19.
Selepas dari akademi, ia langsung masuk ke tim inti Al Futowa di usianya yang ke-19. Al Somah mencetak 12 gol di musim perdananya dan membuatnya sebagai topskor peringkat tiga di Liga Primer Suriah 2008/09.
Setelah Liga Suriah ditangguhkan pada musim 2010/11 karena gejolak politik di negara tersebut, Al Somah pindah ke Kuwait untuk bergabung dengan klub Al Qadsia. Ia membawa klub tersebut memenangi delapan trofi dan selanjutnya memutuskan untuk berlaga di Liga Profesional Arab bersama Al Ahli pada Juli 2014.
Bersama klub asal Jeddah tersebut, Al Somah mencatat 109 penampilan dan menceploskan 111 gol dan 12 assists, berdasarkan laman Transfermarkt. Pada tiga musim beruntun dari 2014 hingga 2017, striker tersebut meraih Golden Boot dalam kompetisi teratas di Arab Saudi ini.
2. Dijuluki Sang Kolonel hingga Zlatan Ibrahimovic-nya Suriah
Penampilannya yang agresif, haus gol, dan ditunjang dengan postur tingginya yang mencapai lebih dari 190 cm membuat Al Somah dijuluki Al Aqqid atau Al Aqid, yang berarti Sang Kolonel, di negaranya Suriah.
Sama dengan pemain bersinar lainnya yang disejajarkan dengan megabintang kelas dunia, striker 28 tahun ini memiliki embel-embel Zlatan Ibrahimovic dari Arab. Tak heran ia mendapat julukan tersebut dengan ketajamannya dalam hal mendulang gol dan dilengkapi dengan kemampuan apik saat berduel di udara. Ia pun menjadi pemain yang selalu diantisipasi tim lawan.
Al Somah bermain sebagai penyerang dan terkenal dengan finishing dan tendangan bebasnya yang akurat. Ia bahkan bisa mencetak gol dengan kaki kanan maupun kiri dengan sama baiknya. Dengan tubuh menjulangnya, ia sangat berbahaya kala melakukan duel udara dan sering menghasilkan sundulan mematikan.
Pemilik nomor punggung 9 ini juga tercatat sebagai pemain yang disiplin. Dari total 109 penampilannya bersama klub Al Ahli yang mencatat rata-rata lebih dari 1 gol per laganya, ia hanya pernah mendapat 11 kartu kuning dan nihil kartu merah.
3. Omar Al Somah dan Politik
Suasana konflik yang mendera Suriah mau tak mau berpengaruh langsung pada kancah persepakbolaan lokalnya. Lahir di Kota Deir ez-Zor yang berkecamuk memaksa Omar Al Somah memilih untuk berkarier di Arab Saudi, sama seperti sejumlah pemain lain yang terpaksa mengungsi ke negara lain. Ia pun memiliki hubungan yang rumit dengan tanah kelahirannya.
Ini berimbas pada keputusannya untuk menolak bermain di Timnas Suriah selama lima tahun terakhir. Al Somah akhirnya setuju untuk kembali berseragam timnas berjuluk The Qasioun Eagles itu pada Kualifikasi Piala Dunia 2018 ini. Ia bahkan menjadi satu-satunya pemain bintang yang kembali membela Suriah karena para pemain lainnya enggan bermain dalam tim yang diasosiasikan dengan rezim Bashar Al Assad tersebut.
Di satu sisi, masyarakat Suriah bersorak girang setelah memiliki secuil asa untuk tampil di ajang Piala Dunia untuk pertama kalinya. Namun separuh di antaranya geram saat Al Somah menyebut-nyebut Al Assad usai menjalankan peran vital dalam menahan imbang Iran, bulan lalu.
Seperti yang ditulis oleh jurnalis Arab Saudi Mashari Althaydi dalam Al Arabiya, dengan melontarkan nama Al Assad, Al Somah membangkitkan amarah rakyat Suriah. "Bagaimana bisa ia, seorang putra kelahiran Deir ez-Zor, memuji kepala rezim yang telah menyebabkan hancurnya kotanya sendiri dan melakukan pembunuhan terhadap warganya?" tulis jurnalis sejarah Arab tersebut.
Namun Althaydi melanjutkan, hendaknya ucapan dari Al Somah dan segelintir atlet lain semestinya tak perlu terlalu dipermasalahkan karena memang situasi Suriah begitu kompleks.
Bagaimanapun, para penggawa Timnas Suriah memiliki kewajiban untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang berseberangan dengan pemerintahan Assad. Al Somah dan rekan-rekannya hanya fokus mengusung Timnas Suriah untuk berbicara lebih jauh di pentas dunia.
"Kami datang dari berbagai macam sisi Suriah. Entah Anda Kristen atau Muslim, atau sektor Islam lainnya, kita semua satu keluarga. Kami bermain untuk satu tim, satu negara," tegas kapten tim Abdulrazak al-Husein mewakili rekan-rekannya, dikutip dari The Guardian.
"Di penghujung hari, kami bermain untuk negara, berharap semoga kondisinya bisa kembali normal. Hal terbaik yang bisa kami lakukan adalah mempersatukan masyarakat Suriah," tandasnya.