Petojo ke Taman BMW: Persija Butuh Stadion, Pak Anies!
Sejak masa kampanye, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, bolak-balik menjanjikan sebuah stadion megah selevel Old Trafford atau Allianz Arena untuk Persija.
Kini setelah terpilih, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno kembali menegaskan komitmen terhadap janjinya untuk mewujudkan pembangunan stadion di Jakarta yang bisa digunakan Persija.
Lima hari terpilih, Sandiaga Uno sudah kembali menyatakan pembangun stadion adalah salah satu dari 23 program rencana kerja bersama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
- Sandiaga Uno: Tugas Kami Membuat Stadion Internasional untuk Persija
- Penjelasan Sandiaga Uno 'Ngantor' Pakai Seragam Persija Jakarta
- Bantu Persija vs Persib di Patriot, Wagub DKI: Saya Akan Hubungi Pemkot Bekasi
- Kurang Fokus, Semen Padang Takluk di Kaki Persija
- Klasemen Sementara Liga 1: Persija Kokoh, Persib dan Semen Padang Ditikung
Seperti yang kita ketahui, stadion merupakan sebuah identitas penting bagi sebuah klub sepakbola selain juga suporter. Banyak klub sepakbola dunia yang memiliki stadion megah nan ikonik yang menjadi kebanggan maupun sarana menggetarkan nyali lawan.
Namun, bagaimana apabila sebuah tim, apalagi yang dilabeli tim raksasa seperti Persija dengan suporternya yang ikonik, tidak memiliki stadion yang bisa dibanggakan dan bahkan kerap berpindah kandang? Tentunya hal itu sangat memilukan.
Sejak Stadion Menteng dan Stadion Lebak Bulus dirubuhkan, tim berlabel legendaris dan berasal dari ibukota ini kerap berpindah-pindah kandang, dimulai dari tahun 2006.
Ironisnya, sebagian besar stadion yang digunakan berada di luar Jakarta seperti Solo, Madura, sampai yang digunakan saat ini di gelaran Gojek Traveloka Liga 1, yaitu stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi. Persija pun dijuluki sebagai tim musafir alias tim yang berpindah-pindah kandang.
1. Lapangan Pulo Piun
Bicara mengenai Lapangan Pulo Piun di Petojo, kita tidak bisa melepasakannya dari sejarah berdirinya klub pada November 1928. Lahir dengan nama Voetbalbond Indonesia Jacarta (VIJ), perkumpulan sepakbola pribumi pertama di Jakarta ini dalam sejarahnya menggunakan Lapangan Pulo Piun sebagai kandang untuk menggelar pertandingan.
Kala itu, Lapangan Pulo Piun selalu menjadi tempat berkumpulnya para pribumi untuk menyaksikan hiburan, utamanya sepakbola. Lapangan yang terletak di kawasan Laan Trivelli (kini Tanah Abang) itu menjadi tempat digelarnya kompetisi antar klub anggota VIJ.
VIJ berkembang dan dua tahun berselang, VIJ ikut mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan keikutsertaan wakil VIJ, Mr. Soekardi dalam pembentukan PSSI di Societeit Hadiprojo Yogyakarta, Sabtu, 19 April 1930.
Pada 1932, sosok yang nantinya dijuluki Pahlawan Nasional, Muhamad Husni Thamrin, menjadi orang yang paling berperan dalam renovasi pembangunan Lapangan Pulo Piun. Tokoh Nasional dari Sawah Besar itu membantu merenovasi berupa pemasangan pagar.
Renovasi yang menelan biaya 2000 golden tersebut juga mendorong prestasi VIJ yang Berjaya di tahun 1930an dengan menguasai kompetisi tingkat nasional yaitu tahun 1931, 1933, 1934, dan 1938. Hanya Persis Solo yang mampu melewati rekor VIJ. Persis Solo sendiri adalah salah satu pendiri PSSI selain VIJ.
Pada tahun 1942, VIJ berganti nama menjadi Persidja (Persatuan Sepakbola Indonesia Djakarta). Secara bertahap, Persidja mulai bermain di stadion yang lebih besar di wilayah Gambir, yaitu Stadion IKADA (Ikatan Atletik Djakarta). Maka, resmilah Persidja pindah kandang ke IKADA di tahun 1950.
2. Stadion Ikada
Stadion IKADA dalam sejarahnya merupakan pusat dari kegiatan masyarakat utamanya olahraga hingga aktivitas pasar Gambir. Persidja berkandang di Stadion IKADA pada tahun 1950.
Sebelum berdirinya Stadion Utama Gelora Bung Karno, Stadion IKADA adalah stadion terbesar yang dimiliki Indonesia ketika itu. Persija yang dulu berkandang di Pulo Piun pun memanfaatkanya sebagai kandang maupun sebagai tempat menggelar kompetisi internal, utamanya pertandingan final.
Di dekade 1950-an (paska kemerdekaan), Persija hanya pernah sekali merebut gelar juara nasional, yaitu di tahun 1954. Gelar di tahun 1954 itu juga merupakan satu-satunya gelar juara yang diraih Persija selama berkandang di Stadion IKADA.
Gelar juara yang didapatkan Persija di IKADA pada 1954 sendiri tidak biasa. Di pertandingan final, Persija bertemu dengan PSMS Medan. Dalam pertandingan tersebut, tim Persija dan PSMS terlibat cek cok sampai menuju baku hantam hingga tim PSMS memutuskan mundur dengan skor kemenangan 2-1 untuk Persija dengan masih menyisahkan waktu.
Pada 1961, Presiden Soekarno memutuskan untuk menggunakan lahan Stadion IKADA sebagai tempat pembangunan Monumen Nasional (Monas). Dengan begitu, Persija pun tak lagi berkandang di Stadion IKADA.
3. Stadion Menteng
Stadion Menteng dulunya bernama Stadion Vios. Bisa dibilang inilah stadion paling legendaris yang pernah ditempati Persija.
Stadion Menteng awalnya merupakan Stadion dari klub elit Belanda saat itu di Batavia, yaitu Vios (Voorwarts Is Ons Straven). Dahulu, berdirinya VIJ juga merupakan bentuk dari “perlawanan” warga pribumi Jakarta terhadap eksistensi dari Vios di Menteng.
Stadion Menteng merupakan saksi dari lahirnya nama-nama legendaris di Persija maupun timnas Indonesia, seperti Anjas Asmara, Iswadi Idris. Soetjipto Soentoro, Adityo Darmadi, sampai seorang Bambang Pamungkas sang pencetak gol terbanyak di timnas Indonesia. Atas sebab itulah maka Stadion Menteng memiliki kesan yang mendalam bagi Persija Jakarta.
Dari sisi prestasi, Persija mendapatkan era keemasaannya ketika berkandang di Stadion Menteng. Macan Kemayoran merain era keemasan di tahun 1970an dengan merebut 3 gelar juara nasional (1973, 1975, 1979). Belum lagi gelar juara di tahun 1964 dan juga pencapaian sejumlah babak final yang ditorehkan ketika masa-masa Persija bermarkas di Menteng.
Namun, kisah sedih terjadi ketika Persija mesti berpisah dengan Stadion Menteng. Di tahun 1997, dengan pertumbuhan penonton yang semakin banyak, Persija memutuskan pindah ke stadion yang lebih besar yaitu Stadion Lebak bulus di bilangan Jakarta Selatan.
Sebelum akhirnya digusur sebagai Taman Menteng, Stadion Menteng masih kerap dipakai Persija untuk menggelar pertandingan-pertandingan internal klub-klub di bawah naungannya.
4. Stadion Lebak Bulus
Ketika Gubernur Sutiyoso naik menjabat, Persija resmi pindah kandang ke Stadion Lebak Bulus di tahun 1997. Sutiyoso yang kala itu mendapuk sebagai Pembina Persija menilai pemindahan kandang Persija ke Lebak Bulus adalah demi kebaikan klub.
Ketika itu Persija membutuhkan stadion dengan kapasitas besar untuk menampung para suporter fanatiknya dalam tiap pergelaran pertandingan. Maka dari itu, Stadion Lebak Bulus pun dipilih.
Sebelum akhirnya ‘sendirian’ berkandang di Lebak Bulus, Persija sempat berbagi dengan klub Ibokota lainnya, yaitu Pelita Jaya, sampai tahun 2000.
Stadion Lebak Bulus cukup menjadi ikon bagi Persija dan juga momok bagi para musuh-musuhnya selama gelaran Liga Bank Mandiri sampai Divisi Utama. Puncaknya, kenangan Persija dan Lebak Bulus hadir pada tahun 2001 ketika tim tersebut berhasil memboyong gelar Liga Indonesia. Selain itu, selama berkandang di Lebak Bulus, Persija juga sempat mencapai final liga Indonesia 2005, namun kalah di final oleh Persipura Jayapura.
Persija menggunakan stadion berkapasitas sekitar 20 ribu tersebut selama 10 tahun. Tahun 2007 menjadi tahun terakhir Persija menggunakan Lebak Bulus untuk menggelar pertandingan.
Ketika itu, alasan yang muncul disebabkan oleh semakin banyaknya penonton sehingga tak mampu lagi ditampung oleh Stadion Lebak Bulus. Selain itu, macetnya kawasan Jakarta Selatan juga menjadi penyebab lainnya Persija mencari kandang lain.
Akhirnya, pada gelaran Indonesia Super League 2008, Persija memilih berkandang di Stadion Gelora Bung Karno walau sempat mendapat pertentangan dari sejumlah pihak.
Ketika Stadion Gelora Bung Karno tak bisa lagi menjadi kandang Persija, Stadion Lebak Bulus sudah dibongkar untuk pembangunan jalur Mass Rapid Transit. Di sinilah Persija mulai “kebingungan” mencari kandang dan mejadi tim musafir.
5. Stadion Gelora Bung Karno
Pada 2008, Persija meminta izin untuk menggunakan Stadion Gelora Bung Karno di Senayan sebagai kandangnya. Hal ini disebabkan keinginan Persija untuk tetap berkandang di Jakarta dan mendapatkan kapasitas penonton yang lebih besar.
Sebenarnya, Persija memiliki sejarah yang cukup gemilang di Stadion GBK. Sejumlah gelar juara perserikatan maupun liga Indonesia didapatkan dalam pertandingan final yang digelar di stadion ini.
Persija berkandang di Stadion GBK sampai tahun 2016. Namun dalam prosesnya, Persija kerap mendapat sejumlah tantangan mulai dari terusirnya jika ada aktivitas kampanye politik yang menggunakan stadion, sanksi-sanksi larangan penggunaan stadion akibat ulah supporter, sampai kalah saing dengan pihak lain yang memberikan uang sewa lebih besar ke pengelola stadion.
Dalam proses “terusir” ini, Persija terus pindah ke stadion-stadion di kota-kota seperti Sleman, Solo, sampai Malang. Dikarenakan direnovasinya GBK untuk kepentingan Asian Games 2018, Persija lebih sering bermain di Solo pada 2016 lalu, sebelum akhirnya mendapat izin sewa menggunakan stadion Pariot Candrabhaga di Bekasi pada gelaran Gojek Traveloka Liga 1 tahun ini.
6. Stadion Manahan dan stadion lainnya
Pada gelaran ISC A tahun 2016, julukan tim musafir semakin melekat pada Persija. Di musim ini, Persija terus berpindah-pindah kandang, walau sebagian besar di gelar di Solo. Bahkan, tak jarang mereka harus berbagi kandang dengan tim tamu.
Dalam sebuah pertandingan melawan Madura United, Persija yang saat itu berstatus home harus menggunakan Stadion Bangkalan yang mana merupakan markas dari tim Madura United. Hal ini persis yang terjadi dengan Persiba Balikpapan di Gojek Traveloka Liga 1 ketika menjamu Arema FC di Stadion Gajayana. Otomatis, pendukung tim tamu pun mendominasi dan Persija ketika itu kalah telah 0-3.
Ketika itu, alasan Persija tak bisa menggelar pertandingan di Manahan Solo adalah dikarenakan alasan keamanan akibat ledakan di Mapolresta Solo. Selama menggunakan Stadion Manahan Solo dan tak jarang berbagi stadion dengan tim tamu ini, Persija mengakhiri musim ISC A di posisi 14.
7. Stadion Patriot
Memasuki kompetisi resmi PSSI tahun 2017 dengan tajuk Gojek Traveloka Liga 1, Persija mulai bisa sedikit bersyukur. Hal ini dikarenakan, Tim Macan Kemayoran dapat berkandang tak jauh dari Jakarta setelah mendapatkan izin penggunaan Stadion Patriot Candrabhaga di Bekasi.
Tentunya hal ini disambut gembira oleh Jakmania. Setidaknya mereka tak lagi mesti jauh-jauh mendukung tim favoritnya.
Penggunaan stadion Patriot Candrabhaga sendiri tak lepas dari peran Ketua umum baru Persija, Gede Widiade, yang bersedia membayar sewa stadion dan berkomitmen memberikan yang terbaik bagi Persija.
Hasil positif pun ikut berpengaruh kepada Persija selama berkandang di Bekasi. Sampai menjelang pekan ke 30, Persija ada di papan atas klasemen dengan bertengger di peringkat 6 dan ingin mengincar posisi 5 besar di akhir musim.
Kini, Stadion BMW tengah mempersiapkan diri jelang proses pembangunannya yang akan dimulai tahun depan. Tentunya hal ini semakin menggeliatkan semangat dari Jakmania maupun Tim Persija. Harapan besar disematkan kepada pemerintahan Jakarta untuk mendirikan stadion yang layak bagi tim sebesar Persija.
Walau begitu, seperti dilansir tribunnews.com, menurut Sandiaga, Ketua Umum Persija saat ini, Gede Widiade, dikatakan justru menyarankan dirinya untuk tidak terlalu terburu-buru karena masih banyak tuntutan lain di masyarakat.
Patut dilihat kelanjutannya, apakah pembangunan stadion kembali molor atau bisa segera rampung sesuai janji Sang Wakil Gubernur baru.