Ada Andil Raja Thailand di Balik Gelar Piala Asia Junior 1961 Milik Indonesia
Timnas U-19 Indonesia tengah meretas jalan menjadi yang terbaik di Asia. Saat ini 23 pemain terpilih yang berusia di bawah 19 tahun tersebut tengah berjuang untuk membuktikan diri di Kualifikasi Piala Asia U-19 2018.
Ajang ini menjadi salah satu upaya Indra Sjafri sebagai pelatih untuk mempersiapkan skuatnya agar tampil lebih matang tahun depan. Pasalnya, Indonesia sudah dipastikan lolos karena menjadi tuan rumah penyelenggaraan.
Langkah ini dipandang masuk akal, lantaran Skuat Garuda Nusantara, julukan Timnas U-19, tergabung bersama Korea Selatan (Korsel) selaku tuan rumah, Malaysia, Timor Leste, dan Brunei Darussalam di Grup F.
Nama pertama wajib dijadikan uji coba utama, lantaran menjadi salah satu tim muda yang cukup mendunia. Sisanya, Malaysia menjadi lawan sepadan karena menjadi finalis Piala AFF U-18 2017 lalu, sementara Timor Leste dan Brunei dinilai sebagai lawan untuk memantapkan strategi.
Melihat performa Timnas U-19 sepanjang tahun ini, publik sepakbola nasional langsung terhanyut pada nostalgia 46 tahun silam. Saat itu, tim yang dilatih oleh Antun Pogacnik sukses menjadi juara bersama dengan Myanmar pada laga yang digelar di Bangkok, Thailand.
Saat itu, Indonesia harus bersaing dengan 8 tim lain dalam ajang tersebut. Thailand, Myanmar, Srilanka, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam Selatan.
Indonesia yang diperkuat Bob Hippy berhasil menjadi juara Grup A, setelah menang atas Jepang dan Vietnam Selatan, serta menahan imbang Korea Selatan dan Singapura.
Pada babak final Indonesia bertemu dengan Myanmar yang sukses menjadi raja di Grup B. Laga final ini kemudian diiringi dengan kejadian menarik yang melibatkan Raja Bhumibol Adulyadej.
Kedua tim bermain habis-habisan dalam laga tersebut. Baik Indonesia maupun Myanmar menampilkan permainan terbaiknya hingga waktu normal berakhir.
Namun kedua tim gagal menciptakan gol di hingga waktu 2x45 menit usai. Normalnya, kedua tim akan melangsungkan babak tambahan untuk menentukan siapa yang akan menjadi juara.
Akan tetapi, sejarah berkata lain. Raja Bhumibol yang ikut menyaksikan laga tersebut tidak tega melihat penampilan para pemain yang dianggap sudah tampil menggila sejak awal laga.
Hal ini dituturkan oleh Bob Hippy dalam wawancaranya bersama Goal.com. Bob yang saat itu menjadi top skor Indonesia di ajang tersebut, mengurai bahwa titah Raja Bhumibol mengerem upaya para pemain yang sebenarnya siap tampil di babak perpanjangan waktu.
"Padahal, kami sudah siap-siap untuk perpanjangan waktu atau adu penalti. Raja Thailand kasihan melihat kedua tim yang sudah berjuang mati-matian, jadi biar tidak ada yang kecewa dijadikan juara bersama, dan tidak ada yang bisa membantahnya," tutur Bob.
Hasil ini membuat medali yang disiapkan tidak cukup untuk seluruh skuat yang berlaga di final. Para pemain cadangan pun harus rela tidak mendapatkan jatah medali karena harus dibagi dua dengan lawan mereka.
Meski demikian fakta menarik ini tidak melepas fakta sejarah bahwa Timnas Indonesia pernah berjaya hingga tingkatan usia muda. Kemauan keras serta daya juang para pemain menjadi salah satu kunci yang disebut oleh Bob Hippy sebagai rahasianya.
Kemenangan tersebut kemudian disambut dengan gegap gempita setibanya mereka di Jakarta. Ucapan selamat pun membanjiri pasukan yang mencatat tinta emas pertama dalam sejarah sepakbola muda nasional.
Kenangan ini tentu patut menjadi teladan para pemain Egy Maulana Vikri dan kawan-kawan di masa depan. Bakat saja tidak cukup tanpa ketekunan dan kemauan keras untuk menjadi juara.