5 Suporter Garis Keras di Dunia: Dari Inggris Hingga Turki
“Ketika anda tidak mendukung suatu tim saat sedang terpuruk, maka jangan ikut bergembira suatu saat tim itu menang” Kira-ira begitu maksud mantan manajer Liverpool, Bill Shankly.
Akhir-akhir ini media tak pernah luput memberitakan soal kekacauan di suatu pertandingan sepakbola, baik di luar mau pun di dalam lapangan. Yang terakhir, ada di Makassar saat Bali United berhasil mencuri poin dari tuan rumah PSM Makassar. Beberapa jam lalu juga demikian, saat Persib U-19 dikalahkan oleh Persipura U-19 dengan skor tipis 1-0 di Stadion WIbawa Mukti Selasa (07/11/17).
Lantas bagaimana para suporter di luar negeri, benarkah mereka tertib dan tak pernah berbuat onar dalam suatu pertandingan? atau jangan-jangan mereka lebih mengerikan dari apa yang kita lihat di Indonesia. Anda tentu pernah mendengar istilah ultras, hooligan dan mania.
INDOSPORT mencoba merangkum beberapa profil singat dan sepak terjang para suporter garis nakal di berbagai liga-liga top di Dunia.
1. Millwall Buswackers (Inggris)
Di Inggris suporter garis keras biasanya disebut Hooligan, dan kebanyakan klub memiliki basis suporter model seperti ini. Headhunters (Chelseqa) Inter City Firm (West ham United) The Red Army (Manchester United), Toon Army (Newcastle United) dan sebagainya.
Namun berbicara soal fanatisme Suporter Klub di Inggris kurang sah rasanya jika tidak menyebut Millwall Buswacker. Mereka adalah fans garis keras Millwall F.C. sebuah klub sepakbola di London Timur.Kelompok ini mulai mendunia sejak 1970-an dan semakin terkenal di era '80-an.
Nama Millwall Buswackers sendiri terinspirasi dari (Ambushers) kendaraan penyergap yang digunakan pada perang sipil Amerika. Geng ini juga dikenal memiliki sebuah senjata rakitan sendiri yang diberi nama Brick Millwall, yang terbuat dari koran dan acap digunakan untuk menyerang fans lawan atau rival seteru. Tak heran jika slogan kelompok ini berbunyi "No one likes us, We don't care". (Meski tak ada yang suka kami, kami tak pernah peduli).
Bushwackers sendiri dikenal sering berbuat onar dan aksi kekerasan yang serius, sekali pun pertandingan sedang berlangsung. Tak jarang di antara kericuhan persepakbolaan Inggris mereka yang menjadi biang keladinya. Misalnya apa yang terjadi tahun 2001, ketika kelompok ini terlibat perkelahian dengam suporter Wolverhampton Wanderers.
Setahun kemudian Bushwaskers lagi-lagi terlibat tawuran yang berdarah-darah. Bahkan pihak kepoilisian Inggris menyebut bahwa perkelahian antara MIllwall BUshwackers dengan Fans Birmingham City pada malam play off Piala F.A. Atas semua kejadian itu tak keliru jika kita mengatakan kalau mereka adalah salah satu Hooligan Inggris yang cadas.
2. Barra Brava (Argentina)
Barra Brava merupakan sebutan bagi suporter klub garis keras di Argentina. Meski acap menjadi biang kerok keributan kelompok pendukung ini terorganisir ke beberapa sepakbola di Amerika Latin.
Gaya mendukung mereka sangat mirip dengan ultras Eropa. Aksi berdiri dan bernyanyi sepanjang pertandingan juga mereka lakukan. Harus diakui bahwa banyak klub di negeri tango itu membutuhkan dukungan dari Barra Brava. Mereka punya reputasi yang mentereng di kalangan “umat” pecinta sepakbola.
Mereka dipuja oleh beberapa kelompok dan bahkan dijadikan panutan. Bersamaan dengan itu barra Brava juga punya sisi buruk yang sudah menjadi rahasia umum.
Barra Brava disebut dekat dengan narkotika dan minuman keras. Itu dilakukan untuk membantu mereka menggelorakan adrenalin tiap kali berperang melawan polisi. Batu, Rantai, dan Bangku-bangku stadion adalah senjata andalan Barra Brava. Selain itu, mereka juga menjual tiket dan merchandise dan juga mendapatkan pemasukan dengan menjual minuman keras dan obat-obatan ilegal. Pernah dalam suatu kasus, sebanyak 170 kilo kokain, ganja, ekstasi, dan bahan kimia berhasil disita dari mereka.
Brava juga dikenal sadis. Karenanya sejak 1980-an, suporter garis keras ini semakin berkonotasi negatif seiring dengan catatan-catatan kekerasan di dalam maupun luar stadion sepakbola yang melibatkan nama mereka.
Pada 9 November 2003, terjadi dalam Derby Superclassico antara River Plate dengan Boca Juniors. Tim Emas dan Biru berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 2-0 di Stadion Monumental, kandang River Plate.
Esok harinya ditemukan dua suporter Boca Juniors yang tewa dan diduga kuat pelakunya adalah kelompok Barra Brava (River) yang meninggalkan pesan pada sebuah kaca.
"Boca 2, River Plate 2" Ngeri!
3. Ultras Lazio (Italia)
Lain Inggris, lain pula Italia. Di negeri pizza ini para Suporter nakal dikenal dengan sebutan Ultras, bukan Hooligan seperti di Inggris. Ultras Lazio dikenal sebagai ultras yang ganas. Ultras Lazio sendiri merupakan gabungan kelompok fans Lazio antara lain, Tupamaros, Aquile, Vigilantes, NAB, CAST, dan Marines.
Peristiwa kelam bagi Lazio ketika p[ad atahun 28 Oktober 1979, dimana salah seorang fans Biancocelesti beranam Vincenzo Paparelli (33) tewas akibat petasan roket yang ditembakkan oleh fans Rival se kota mereka AS Roma. Sata itum Paparelli diketahui sedang asik memakan Sandwich sambil menonton laga derby tersebut.
Ultras Lazio juga diketahui memiliki paham politik tertentu (Ultra Konservatif) yang membuat mereka bermusuhan dengan fans Atalanta yang memiliki paham bersebrangan dengan Lazio.
22 November 2012 Ultras Lazio dan Klub Lazio dijatuhi sanksi akibat membentangkan spanduk bertuliskan "Free Palestine" sambil menyanyikan lagu "Juden Totteham" saat mereka manjamu Klub asal Inggris tersebut.Para Laziali memang diketahui membenci ras yahudi. Dimana saat itu, Tottenham dianggap dengan dengan Yahudi. Ultras Lazio memang sangat dekat dengan ideologi politik tertentu.
4. Fans Gala (Turki)
Pada tanggal 13 Maret 2001 silam, Paris Saint-Germain dan Galatasaray berhadapan di babak penyisihan 2001/'01 Liga Champions. Sayangnya pertandingan ini berakhir kelam disebabkan oleh ulah suporter.
Panasnya atmosfer pertandingan sudah terasa sejak awal pertandingan. Tepatnya ketika striker asal Brasil, Christian sukses membobol Kiper Galatasaray pada menit ketiga. Momen itu membuat pendukung Galatasaray meradang.
Alih-alih melihat timnya menyamakan skor, justru Galatasaray kembali kebobolan. Waktu itu Christian berhasil membuat gol keduanya pada menit ke-27. Kontan hal itu membuat fans Galatasaray kian berang dan frustrasi melihat performa tim andalan mereka.
Teriakan keras sudah bergemah bahkan berkembang menjadi keributan saat memasuki babak kedua permainan. Bentrokan dengan suporter tuan rumah pun tak bisa dihindari. Pihak keamanan yang berusaha membuat keadaan menjadi tenang justru ikut menjadi sasaran amukan Fans gala.
UEFA menjatuhkan hukuman denda bagi kedua klub. Yakni sebesar 410.000 Euro untuk PSG ditambah dengan larangan menggelar laga Eropa di Parc des Princes selama tiga laga, sementara Galatasaray yang sebenarnya jadi biang kerok pemicu keributan justru hanya didenda 82.000 euro.
Selain itu, para Fans Gala juga acap membuat keributan dengan suporter Fenerbache, tim sekota mereka. Tahun 2013 silam Burak Yildirim, 19 tahun, tewas ditikam usai pertadnigan antara Galatasaray melawan Fenerbache. Dimana Fener berhasil menang dengan skor tipis 2-1.
5. Torchida (Kroasia)
Stadion Municipal Polandia, menjadi saksi orang-orang beratribut dominan kotak-kotak merah-putih dengan strip biru itu menari dan berteriak sejak sebelum kick-off sampai pertandingan selesai
Mereka adalah para suporter Kroasia yang hari itu jumlahnya mungkin hanya sepertiga dari pendukung tim lawan, Republik Irlandia. Suporter kami mungkin hanya 7.000-an orang, tak banyak, tapi teriakan mereka cukup keras untuk membantu kami,” kata pelatih Slaven Bilic seusai membawa Kroasia menekuk Irlandia 3-1, Senin (11/06/12) lalu.
"Bila kami keluar dan melihat suporter kami, itu sudah cukup,” Corluka (pemain Kroasia) menambahkan.
Mereka orang-orang dari negeri kecil diSemenanjung Balkan, Eropa tengah, yang eksis sebagai negara pada 1991. Saat Yugoslavia terpecah. Jumlah penduduk Kroasia sendiri berjumlah sekitar 4,4 juta jiwa.
"Saat Anda lahir, hal pertama yang diberikan ayah Anda adalah bola,” ucap Vedran Corluka beberapa waktu silam.
Sepakbola ada dalam darah mereka yang bermainsepak bola di jalan-jalan Kroasia. Dan prestasi di lapangan hijau dihargai lebih dari sekadar sukses dari dunia olahraga.
Saat menyambut para pemain Kroasia yang memberikan gelar juara ketiga Piala Dunia 1998. Saat itu penampilan Kroasia adalah yang paling diingat di Piala dunia. Davor Suker dan kawan-kawan mengejutkan publik sepakbola sebab sebelumnya mereka meski tak pernah diunggulkan.
"Kemenangan sepak bola membentuk identitas nasional, sama seperti peperangan.” kata Presiden Franjo Tudman tempo hari.