x

Satu Tahun Edy Rahmayadi, Ini Masalah yang Belum Tuntas di Sepakbola Indonesia

Jumat, 10 November 2017 20:30 WIB
Editor: Abdurrahman Ranala
Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi saat memberikan pidato dalam membahas Sepakbola Nasional. Herry Ibrahim/INDOSPORT

Edy Rahmayadi terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2016-2017 pada Kongres PSSI di Ancol Kamis (10/11/16) yang lalu.

Baca Juga

Edy mendapat sebanyak 76 suara dari 107 suara, mengalahkan saingannya yang juga seniornya di TNI, Moeldoko. Mantan Panglima TNI Moeldoko saat itu hanya meraih 23 suara. Satu orang lagi adalah Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko hanya meraih satu suara.

Sebelum menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi aktif di dunia sepakbola sebagai Ketua Persatuan Sepakbola Angkatan Darat (PSAD) pada tahun 2000-2005. Selain itu Edy juga pernah menjabat sebagai Pembina PSMS Medan ketika PSMS menjadi juara Piala Kemerdekaan 2015. 

Saat terpilih menjadi Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi diharapkan mampu membawa PSSI yang baru keluar dari sanksi FIFA ke arah yang lebih baik. Namun setelah setahun menjabat masih banyak masalah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. 

Berikut ini INDOSPORT telah merangkum beberapa masalah yang belum dapat diselesaikan dalam persepakbolaan Indonesia.


1. Regulasi

Logo Liga 1.

Regulasi dan masalah dikompetisi masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan di tahun pertama kepemimpinan Edy Rahmayadi di PSSI. 

Regulasi yang tarik ulur sejak awal penyelenggaraan Liga 1 sudah menjadi polemik. Saat itu PSSI bersama PT Liga Indonesia Baru membuat peraturan baru bahwa masing-masing klub boleh melakukan pergantian pemain sebanyak lima kali. Padahal peraturan itu bertentangan dengan Laws of the Game yang dibuat FIFA. 

Dalam Laws of the Game 2016/2017 yang berlaku sejak 1 Juni 2016 disebutkan bahwa maksimal tiga pergantian pemain bisa digunakan dalam pertandingan di kompetisi resmi. Meski pada akhirnya peraturan ini dibatalkan. 

Selanjutnya adalah regulasi mengenai pemain dibawah usia 23 tahun. Pada awal kompetisi Liga 1 dimulai, regulasi yang mengharuskan setiap klub menurunkan tiga pemain U-23 dalam pertandingan mendapatkan pro dan kontra. Sebagian berpendapat bahwa regulasi ini akan mengurangi kekuatan tim, mengingat tidak semua klub punya pemain U-23 yang mumpuni. 

Namun ketika aturan tersebut mulai dijalankan banyak yang merasakan manfaatnya. Salah satunya adalah jajaran pelatih Timnas Indonesia U-23 yang mendapatkan banyak pilihan dalam seleksi Timnas menjelang SEA Games. Dan regulasi ini akhirnya membuat persebaran pemain Timnas U-23 menjadi lebih merata, dan tidak didominasi beberapa klub saja seperti sebelumnya.

Namun ditengah hasil positif dari peraturan tersebut, PSSI dan PT LIB kembali menangguhkan peraturan tersebut hingga akhir musim. Hal ini disebabkan karena banyak pemain U-23 yang dipanggil memperkuat Timnas U-23 dalam pemusatan latihan dan SEA Games 2017. Hal itu membuat beberapa klub kecewa atas keputusan itu diantaranya  adalah Madura United dan Sriwijaya FC.

Sekretaris Sriwijaya FC, Achmad Haris kecewa dengan perubahan regulasi pemain U-23.

Tarik ulur regulasi ini menjadi salah satu hal yang belum bisa diselesaikan dalam satu tahun kepemimpinan Edy Rahmayadi.


2. Perlindungan Terhadap Suporter

Banu Rusman

Bulan Oktober lalu, salah satu suporter setia Persita Tangerang Banu Rusman meninggal dunia akibat bentrok yang terjadi antara pendukung Persita dengan pendukung PSMS.

Kala itu keributan antar-suporter mewarnai keberhasilan PSMS Medan melaju ke babak delapan besar Liga 2. Sebanyak 17 pendukung menjadi korban selepas pertandingan Persita Tangerang melawan PSMS selesai di Stadion Mini Persikabo, Kabupaten Bogor, Rabu (11/10/17). 

Suporter Persita Tangerang meninggal dunia  usai bentrok dengan suporter PSMS Medan.

Salah satunya adalah pemuda berusia 17 tahun yang merupakan pendukung Persita, Banu Rusman. Banu Rusman menjadi suporter ketiga yang meninggal dunia ditahun 2017 ini. Sebelumnya Ricko Andrean, juga meninggal karena menjadi korban pengeroyokan oknum suporter saat laga Persib Bandung versus Persija pada bulan Juli lalu. 

Satu lagi korban meninggal adalah Catur Yuliantono yang meninggal akibat petasan pada laga Indonesia versus Fiji bulan September lalu.

Kejadian meninggalnya suporter sepakbola Indonesia masih menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan PSSI. Meskipun, beberapa saat setelah meninggalnya Banu Rusman, PSSI berjanji akan mengevaluasi sistem kompetisi agar kejadian meninggalnya suporter tak terulang lagi.


3. Timnas Minim Prestasi

Selebrasi Kantaphat Manpati usai menggagalkan peluang Indonesia ke final Piala AFF U-18.

Dalam satu tahun kepemimpinan Edy Rahmayadi di PSSI, prestasi Timnas Indonesia belum menunjukkan perubahan signifikan. Tercatat tahun ini diberbagai kelompok umur Timnas Indonesia belum memberikan prestasi membanggakan bagi rakyat Indonesia. 

Pada bulan Juli lalu, Timnas U-23 yang turun di Kualifikasi Piala Asia U-23 2018 gagal lolos ke putaran final. Hal ini terjadi setelah Timnas U-23 hanya meraih empat poin dari tiga pertandingan dan hanya mampu finis di posisi ke-3 klasemen dibawh Malaysia dan Thailand. 

Malaysia u-22 berhasil mengalahkan Timnas Indonesia U-22 di Kualifikasi Piala Asia U-23.

Selanjutnya pada gelaran SEA Games 2017 Malaysia 19-30 Agustus lalu Timnas U-23 hanya mampu mempersembahkan medali perunggu. Padahal medali emas yang menjadi target Timnas, juga menjadi target pribadi Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. 

Dan terakhir adalah kegagalan Timnas U-19 di Piala AFF U-18 bulan September lalu. Timnas U-19 yang ditargetkan meraih juara harus menerima kenyataan hanya mampu menjadi Juara ke-3. 

Prestasi Timnas Indonesia belum mampu menjadi kebanggan masyarakat pecinta sepakbola Indonesia. Hal ini harus segera dibenahi oleh PSSI.

PSSITimnas IndonesiaEdy RahmayadiLiga Indonesia

Berita Terkini