Liga 1 Telah Usai, Ini 4 Pelatih Terbaik Versi INDOSPORT
Gelaran Liga 1 Gojek Traveloka telah usai dan melahirkan jawara baru, Bhayangkara FC. Terlepas dari gelar juara yang berhasil diraih oleh Bhayangkara FC, banyak tim-tim yang menampilkan penampilan apiknya di gelaran tersebut.
Penampilan apik tim-tim tersebut sudah pasti tidak dapat dipisahkan dari peran para pelatihnya. Kemampuan para pelatih untuk memilih dan mengasah kemampuan pemainnya saat ingin bertanding tentu saja menjadi poin penting.
Nah, terkait hal tersebut, INDOSPORT berhasil merangkum 4 pelatih terbaik Liga 1 Gojek Traveloka. Berikut ini daftarnya:
1. Widodo Cahyono Putro (Bali United)
Pada 6 November 2017 lalu, Widodo Cahyono Putro mungkin mendapatkan tantangan paling berat di sepanjang karier kepelatihannya. Dalam sebuah pertandingan yang sangat menentukan perebutan gelar Liga 1, tidak hanya harus menghadapi tuan rumah PSM Makassar yang didukung oleh puluhan ribu pendukungnya, Widodo juga harus mendapati pertengkaran yang terjadi di antara dua pemain andalannya, Sylvano Comvalius dan Stefano Lilipay.
Dengan pendekatan seperti itu, salah sedikit saja dalam mengambil keputusan, Widodo bisa mengubur dalam-dalam peluang Bali United untuk meraih gelar Liga 1.
Setelah melakukan perhitungan matang, Widodo kemudian memilih untuk tetap mempertahankan kedua pemain tersebut di atas lapangan. Pasalnya, selain pemain bintang, kedua pemain tersebut juga merupakan pemain penting dalam pendekatan taktik Widodo pada pertandingan tersebut.
Bersama Irfan Bachdim, Comvalius dan Lilipaly saat itu bermain sebagai pemain depan dalam formasi 4-3-3 yang diterapkan Widodo. Tugas mereka cukup berat, sementara pemain-pemain Bali United diberi tugas untuk bertahan secara mendalam, tiga pemain tersebut harus mampu memaksimalkan kesempatan yang dimilikinya saat Bali United mampu melakukan serangan balik cepat.
Pada akhirnya, keputusan Widodo ternyata tepat. Di menit-menit terakhir pertandingan Bali United mampu melakukan serangan balik cepat. Tak terkejar oleh pemain-pemain belakang PSM Makassar, Comvalius yang tinggal berhadapan dengan penjaga gawang Makassar kemudian memilih memberikan umpan kepada Lilipaly yang mempunyai ruang tembak lebih besar daripada dirinya.
Lilipaly tak menyia-nyiakan umpan tersebut. Dengan satu sontekan, ia berhasil membuat Bali United memenangkan pertandingan. Kedua pemain tersebut lalu berselebrasi bersama, seolah lupa bahwa sebelumnya mereka melangsungkan pertengkaran hebat.
Menariknya, kejadian itu sebetulnya hanyalah satu diantara banyak bukti dari kehebatan Widodo Cahyono Putro. Di sepanjang perjalanan Bali United di Liga 1, Widodo mempunyai bukti-bukti lain mengapa ia layak menyandang gelar sebagai pelatih terbaik di Liga 1 lalu.
Pertama, ia datang ke Bali United saat tim tersebut dalam keadaan buruk. Saat itu Bali United baru saja ditinggal Hans Peter Schaller, pelatih Bali United sebelumnya, setelah menjalani dua pertandingan yang mengecewakan.
Meski begitu, ia mampu membuat Bali United bangkit dalam waktu relatif singkat. Kedua, ia mampu menerapkan filosofi permainannya dengan baik. Di tangan Schaller, Bali United lebih senang bermain bertahan.
Sementara bersama Widodo, Bali United menjadi tim yang sangat atraktif – mereka bermain menyerang. Entah melalui serangan cepat atau serangan biasa, Bali United tak pernah lupa mengancam gawang lawan.
Hasilnya: Bali United menjadi tim tertajam di Liga 1 dengan torehan 76 gol, rata-rata mencetak 2,2 gol di dalam setiap laga. Dan yang terkahir, ia sama sekali tak pernah membeda-bedakan para pemainnya.
Baginya, semua pemain Bali United memiliki kualitas sama, tidak ada pemain bintang. Hal ini kemudian menciptakan persaingan sehat di dalam tim. Pemain-pemain Bali United pun hampir selalu bisa tampil maksimal saat mendapatkan kesempatan.
Dan meski pada akhirnya timnya gagal juara, tetapi Widodo tetap luar biasa. Indonesia dipastikan punya pelatih muda yang sangat berkualitas dalam diri legenda lapangan hijaunya.
2. Simon McMenemy (Bhayangkara FC)
Saat memulai petualangannya bersama Bhayangkara FC, Simon McMenemy mungkin sadar bahwa timnya mempunyai banyak pemain berbakat. Selain Evan Dimas, Ilham Udin Armayin, dan Putu Gede, Bhayangkara juga memiliki Alsan Sanda, Dendy Sulistiawan, Wahyu Subo Seto, hingga Indra Kahfi.
Dan dengan bantuan pemain-pemain berpengalaman yang memiliki mental juara seperti Firman Utina dan Otaviano Dutra, dan juga pemain-pemain asing berkualitas seperti Lee Yoo Joon dan Paulo Sergio, ia mungkin berharap bahwa timnya bisa membuat kejutan di Liga 1.
Menariknya, di akhir putaran pertama liga Bhayangkara FC benar-benar mampu membuat kejutan. Meski mengalami 7 kali kekalahan, dengan perolehan 30 angka, mereka mampu nangkring di peringkat keempat liga, hanya tertinggal 2 angka dari Madura United yang berada di peringkat pertama.
Simon McMenemy pun kemudian berharap lebih jauh. Jika mau berkerja lebih keras dari sebelumnya, Bhayangkara FC bisa menjadi juara liga.
Menambahkan seorang pemain bermental juara di lini depan di putaran kedua dengan mendatangkan Ilijas Spasojevic, McMenemy berhasil menutupi kekurangan yang dimiliki timnya di putaran pertama. Berkat Spaso, Bhayangkara FC kemudian menjadi tim yang lebih tajam di putaran kedua di mana mereka berhasil mencetak 34 gol (pada putaran pertama Bhayangkara FC hanya mampu mencetak 27 gol).
Kinerja Evan Dimas dan Paulo Sergio pun menjadi lebih mudah. Sementara Evan Dimas bisa lebih fokus untuk mengatur tempo permainan timnya, umpan-umpan Paulo Sergio menjadi lebih berbahaya daripada sebelumnya. Dan saat Spaso dijaga ketat oleh lawan, Ilham Udin bisa menjadi solusi untuk memecah kebuntuan.
Tuntasnya masalah di lini depan kemudian membuat Bhayangkara mampu tampil lebih seimbang. Seiring berjalannya waktu, selain sulit untuk dikalahkan, mereka juga terlihat seperti sebuah tim yang tidak memiliki kelemahan. Pada akhirnya, selain berhasil memperoleh tambahan 38 angka, mereka hanya kalah 2 kali di putaran kedua.
Dan saat gelar juara yang hampir mustahil untuk mereka raih berhasil mereka genggam, kehebatan Simon McMenemy dalam memperbaik performa timnya tentu saja layak untuk mendapatkan aplaus panjang.
3. Jacksen F. Tiago (Barito Putera)
Bulan Oktober 2017 lalu, Barito Putera sama sekali tak tersentuh oleh kekalahan. Menjalani 6 pertandingan, mereka berhasil menang 3 kali dan 3 kali meraih hasil imbang. Lawan-lawan mereka pada saat itu pun tidak sembarangan di mana tiga di antaranya adalah tim yang berpeluang besar untuk menjadi juara liga, PSM Makassar, Bhayangkara FC, dan Bali United.
Saat itu pemain-pemain Barito benar-benar tampil luar biasa, dari Aditya Harlan di pos penjaga gawang hingga William Lira di lini depan. Asumsi bahwa Rizky Pora merupakan satu-satunya pemain yang bisa diandalkan di Barito Putera pun tidak sepenuhnya benar. Setidaknya, kejelian Jacksen Tiago di sepanjang musim membuat Barito tampak seperti itu.
Sebagai seorang pemain bintang, Rizky Pora memang sangat bisa untuk diandalkan – Ia benar-benar tampil menonjol di Liga 1 dengan berhasil mencetak 10 gol dan mencatatkan 6 assist. Namun tanpa pendekatan taktik yang diterapkan oleh Jacksen Tiago, Rizky Pora mungkin tidak bisa tampil seganas itu. Berbeda dengan peran di timnas, Rizky Pora dibuat Jacksen untuk tampil lebih menyerang.
Selain Rizky Pora, Dandy Maulana, Gavin Kwan, dan Hansamu Yama juga mampu dibuat bermain lebih maksimal oleh Jacksen. Sementara Dandy menjadi full-back yang lebih menyerang, Gavin Kwan mampu menjadi pemain sayap yang berguna, dan Hansamu Yama mampu memimpin lini pertahanan timnya dengan baik. Dengan pendekatan seperti itu, tugas Rizky Pora menjadi lebih mudah dan Barito berhasil mendapatkan banyak keuntungan.
Pada akhirnya, Jacksen memang hanya mampu membawa Barito Putera finis di peringkat tujuh Liga 1. Namun ada satu hal perlu digaris bawahi: materi pemain Barito Putera tak sebagus Mitra Kukar, Borneo FC, Persib Bandung, atau Arema FC yang finis di bawah mereka. Dan itu setidaknya mampu membuktikan bahwa Jacksen Tiago merupakan pelatih yang benar-benar berkualitas.
4. Stefano Cugurra (Persija Jakarta)
Di akhir putaran pertama Liga 1 awal Agustus lalu, Persija berhasil nangkring di peringkat keenam sementara. Dari 17 pertandingan yang mereka jalani, Macan Kemayoran, julukan Persija, berhasil mendulang 28 angka, hasil dari 7 kali menang, 7 kali seri, dan 3 kalah. Dan saat Liga 1 berakhir beberapa waktu lalu, mereka mampu memperbaiki peringkat mereka: finis di urutan keempat dengan perolehan 61 angka.
Apa yang dicapai oleh Persija tersebut memang belum memuaskan, tetapi kenyataan bahwa tim ini mampu terus berkembang di setiap langkahnya di Liga 1 tak boleh disepelekan. Jika mereka tidak salah jalan, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi salah satu kekuatan utama di kompetisi yang akan datang. Namun, ada satu hal penting yang perlu mereka lakukan terlebih dahulu sebelum berpikir jauh ke depan: memastikan bahwa Stefano Cugurra tak pergi kemana-mana.
Stefano Cugurra adalah alasan utama mengapa Persija Jakarta mampu berada di empat besar Liga 1. Ia adalah pelatih yang mampu memecahkan persoalan rumit di lini depan Persija saat tim tersebut seperti tak tahu bagaimana caranya mencetak gol. Selain itu, tangan dingin Teco, sapaan akrab Cugurra, juga mampu membuat membuat pertahanan Persija sekokoh Batu Gibraltar di mana Persija hanya kebobolan 24 gol di Liga 1, terbaik di antara kontestan-kontestan Liga 1 lainnya.
Lalu, apa lagi? Masih banyak: Ia bisa membuat Persija tampil menarik, percaya terhadap para pemain muda, dan mempunyai banyak pendekatan untuk membuat timnya tampil lebih baik.