Perlukah Kehadiran Marquee Player di Sepakbola Indonesia?
Keberadaan pemain berlabel marquee player memang sempat menghiasi kancah sepakbola Indonesia. Sederet pemain besar seperti Michael Essien, Carlton Cole, Mohammed Sissoko, Wiljan Pluim, Sylvano Comvalius, Peter Odemwingie, dan Didier Zokora menjadi pemain dengan nama besar yang menghiasi sepakbola Indonesia musim 2017.
Namun keberadaan mereka di ranah sepakbola Indonesia sepertinya belum memberikan kontribusi banyak. Selain hanya menaikan pamor dengan nama besar, akan tetapi gelontoran uang yang cukup besar untuk mendatangkan mereka seakan tak sebanding dengan prestasi yang diraih.
Sebut saja Zokora bersama Semen Padang dan Cole di Persib Bandung. Nama besar mereka seakan tenggelam dengan penampilan buruk yang mereka berikan.
Kini kompetisi musim baru pun akan segera bergulir, PSSI selaku induk federasi sepakbola Indonesia belum mengambil keputusan akan regulasi penggunaan marquee player tetap dilanjutkan atau tidak.
Namun kini INDOSPORT mencoba menelaah apakah kehadiran pemain berlabel marquee player di musim kompetisi 2018 masih diperlukan? Atau apakah harus dihentikan dengan regulasi baru terkait pemain bintang. Berikut penjabaran INDOSPORT.
1. Tidak Cocok dengan Sepakbola Indonesia
Penolakan akan penggunaan marquee player di sepakbola Indonesia sejatinya sempat terlontarkan oleh pelatih Bhayangkara FC, Simon McMenemy. Bagi Simon, para pemain berlabel bintang ini tidak cocok bermain di sepakbola Indonesia.
Bukan tanpa alasan, sebab bagi pelatih asal Skotlandia ini tidak mudah bermain di liga Indonesia yang memiliki kultur berbeda dengan sepakbola Eropa. Para pemain bintang ini akan membutuhkan waktu ekstra untuk beradaptasi.
"Saya sudah berkali-kali mengatakan marquee player tak akan berguna di negara ini. Akan butuh adaptasi yang cukup lama bagi seorang pemain yang biasa bermain di liga top Eropa kemudian bermain di Indonesia," ujar Simon.
"Ada banyak perbedaan mendasar, seperti standar kompetisi, standar latihan, dan masih banyak lagi. Saya adalah penggemar Carlton Cole. Ia hebat di Premier League Inggris, tapi saya sadar akan sangat berbeda ketika ia bermain di Indonesia," jelas Simon.
2. Standarisasi Marquee Player Lebih Jelas
Berbeda dengan Simon McMenemy, asisten pelatih PSMS Medan, Muhammad Yusuf Prasetyo menilai sosok marquee player masih dibutuhkan di musim 2018. Namun pelatih yang sempat melatih di klub China ini menilai standarisasi pemain berlaber marquee player harus lebih jelas lagi.
"Kalau menurut saya masih perlu (marquee player). Tapi persyaratan marquee player tersebut mesti jelas. Contoh yang pernah main di Piala Dunia atau dari liga kasta tertinggi di Eropa," ucap Yusuf.
"Tidak asal aja dari mana saja kemudian disebut marquee player, dan positif nya pemain-pemain lokal kita bisa ambil hal yang baik dari marquee player tersebut baik di luar maupun di dalam lapangan," jelas dia.
3. Tergantung Racikan Pelatih
Yusuf sendiri menilai marquee player dapat memberikan kontribusi banyak terhadap klub. Namun tergantung bagaimana sang pelatih menempatkan pemain tersebut dalam posisi yang ideal.
"Kalau untuk itu sepertinya bagaimana masing-masing pelatih bisa mengatur strategi untuk pemain tersebut. Lebih bisa berkontribusi dalam tim," jelas Yusuf.
"Sebelum dia datang, pelatih pasti sudah tau kualitasnya. Dan bagaimana cara memaksimalkan kemampuannya," papar dia.
Kini dengan segala pertimbangan tersebut, setidaknya patut ditunggu apakah PSSI akan menetapkan regulasi marquee player. Hal ini semua akan ditentukan saat menggelar kongres tahunan pada Januari 2018 mendatang.