Geliat Liga Palestina di Bawah Ancaman Teror Israel
Sepakbola di negara Palestina masih bergeliat. Meski dunia tengah kembali menyoroti ke Palestina pasca pernyataan kontroversial Donald Trump soal status Yerusalem, sepakbola di Palestina khususnya di Tepi Barat masih terus bergulir. Sistem kompetisi sepakbola di Palestina sendiri terbagi menjadi dua divisi, di puncak divisi terdapat West Bank Premier League sedangkan di divisi kedua ada Gaza Strip First League.
- Dicap Badboy, Diego Michels Beri Dukungan Penuh ke Palestina
- Viral! Aksi Koreo 3D Suporter Turki Sebagai Dukungan untuk Palestina
- Salut! Ratusan Bobotoh Ikuti Aksi Bela Palestina
- Kecam Donald Trump dan Israel, Kiper Terbaik Liga 1 Dukung Aksi Bela Palestina 1712
- Solidaritas Yerusalem, Bendera Palestina Terpampang di Partai Persikabo versus Bogor FC
Khusus untuk sendiri sudah bergulir sejak 1977 silam. Dikutip dari data rsssf.com (30/12/2017), tim yang pertama kali juara Liga Tepi Barat ialah Silwan. Saat itu Liga Tepi Barat sendiri digulirkan dengan hanya ada 5 klub yang bermain, Silwan, Al-arabi Beit Safafa, YMCA, Al-Beireh Group, dan Shabab Al-Khalil.
Geliat sepakbola di Palestina sendiri jika ditarik lebih jauh ke belakang lebih 'gila'. Pada era 1930-an misalnya sejumlah klub yang berasal dari Palestina sudah berdiri dan berkompetisi. Miris kemudian saat invasi Yahudi ke Palestina membuat banyak klub tersebut gulung tikar. Konflik Timur Tengah terus memanas saat Isreal didirikan orang Yahudi ini dan benar-benar terkena dampaknya pada 2008 silam.
Seperti apa geliat sepakbola di Liga Tepi Barat itu sendiri? Berikut ulasannya untuk pembaca setia INDOSPORT:
1. Baru 2010/11 profesional
Meski sudah digulirkan sejak 1977, Liga Tepi Barat baru benar-benar dinyatakan profesional saat musim 2010/11. Hal itu tentu saja dikarenakan konflik tak berkesudahan di Timor Tengah yang jadi penyebabnya. Yang menarik kemudian pada musim tersebut, banyak klub dengan materi pemain berkualitas yang berkompetisi di Liga Tepi Barat.
Selain itu, sejumlah klub juga merekrut sejumlah pemain berdarah Arab Yahudi, hal yang sebelumnya sulit untuk terjadi. Format dari Liga Tepi Barat sendiri selama satu musim dengan pertandingan sebanyak 22 kali dan diikuti oleh 12 klub. Liga Tepi Barat sendiri memiliki sistem degradasi, dua klub akan terdegradasi di akhir musim sementara untuk juara grup akan babak kualifikasi AFC Cup.
Sejak bergulir 1977, Liga Tepi Barat ternyata cukup kompetitif. Hal ini bisa dilihat dari perolehan gelar juara di akhir musim. Tidak ada satu pun klub yang mampu meraih gelar lebih dari dua kali di Liga Tepi Barat.
Pada musim lalu, Hilal Al-Quds keluar sebagai juara setelah di akhir musim meraih 46 poin hasil dari 14 kali menang, 4 kali imbang, dan 4 kali kalah. Markaz Tulkarm dan Shabab Yatta jadi klub yang terdegradasi ke West Bank First League.
Untuk musim ini sendiri meski berada di ancaman konflik usai pernyataan Trump, West Bank Premier League musim 2017/18 tetap bergulir. Hingga pekan ke-7, Jabal Mukabar jadi klub yang berada di puncak klasemen dengan raihan 16 poin, disusul oleh Shabab Al-Khalil dengan raihan 14 poin.
2. Dibawah bayang-bayang teror
Liga Tepi Barat bergulir tidak seperti liga-liga sepakbola pada umumnya. Ancaman dari Israel jadi hal yang tak bisa dihindarkan. Seperti pada tahun lalu misalnya, pelatih Hilal Al-Quds ditangkap oleh otoritas keamanan Israel. Abu Sanina, pelatih Al Quds ditangkap sepekan setelah para pemainnya yang berbasis di Jerusalem berpose sambil membawa spanduk yang menyebut Misbah Abu Sbeih sebagai pahlawan, sebelum mereka bertanding. Abu Sbeih adalah pria yang melakukan penembakan di Jerusalem pada 09 Oktober 2016.
Bukan hanya teror dari aparat keamanan Israel. Liga Tepi Barat juga ancapkali diganggu oleh klub-klub yang berasal dari Liga Israel. Seperti pada masalah keberadaan nam tim dari klub divisi bawah Liga Israel yang bermarkas di wilayah pendudukan Tepi Barat (wilayah Palestina) dan melakukan pertandingan di sana. Namun, Federasi Sepak Bola Palestina (PFA) mengklaim kalau hal itu bertentangan dengan statuta FIFA.
PFA juga mengeluhkan tentang sikap Israel yang membatasi pergerakan para pemain Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Beberapa tentara Israel disebut mengadang sejumlah perjalanan internasional.
"Palestina adalah anggota AFC dan mereka ingin melihat sepak bola mereka dimainkan di negeri sendiri," kata Ketua AFC Sheik Slaman bin Ebrahim Al Khalifa pada Maret 2017 lalu.
3. Geliat Liga Palestina