Menunggu Kebangkitan 'Si Bayi Ajaib' Persikota Tangerang
Bagi pecinta sepak bola nasional di akhir tahun 90-an sampai medio 2000-an pasti pernah akrab mendengar nama Persikota Tangerang di kasta tertinggi persepakbolaan tanah air.
Persikota Tangerang merupakan salah satu kekuatan sepakbola yang sempat diperhitungkan di tanah air. Derby-nya dengan Persita Tangerang cukup melegenda di persepakbolaan Indonesia.
Akan tetapi, seiring dengan larangan penggunaan APBD di sepakbola Indonesia yang didengungkan pada tahun 2011, klub ini terseok-seok sampai akhirnya hampir hilang terbenam hingga kini.
Awal Mula Berdiri dan Julukan Bayi Ajaib
Persatuan Sepak Bola Indonesia Kota Tangerang (disingkat Persikota atau Persikota Tangerang) berdiri pada tahun 1994 seiring dengan berdirinya Kotamadya Tangerang setahun sebelumnya. Kota Tangerang sendiri merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Akibat pemekaran tersebut, banyak tim sepakbola baru bermunculan. Salah satunya adalah Persikota di tahun 1994.
Persikota pertama kali mengikuti kompetisi resmi PSSI di Liga Indonesia tahun 1995-1996. Mereka memulai dari divisi II ketika itu. Mulai dari sini, kisah "Si Bayi Ajaib" pun bermula.
Persikota tak butuh waktu lama untuk bisa menjuarai Divisi II Liga Indonesia. Di musim pertamanya, mereka berhasil keluar sebagai juara dengan mengalahkan Persewangi Banyuwangi. Ketika itu Persikota dilatih mantan pemain Timnas Indonesia, Andi Lala.
Kehebatan Persikota yang notabene sebagai tim baru tersebut berlanjut di Divisi I di mana mereka langsung keluar sebagai juara dengan mengalahkan PSIM Yogyakarta dengan skor 3-1 di babak final.
Di musim 1997-1998, mereka pun sudah ada di Divisi Utama, yaitu kasta tertinggi sepakbola Indonesia kala itu. Namun, ada perubahan pelatih di tubuh Persikota dari Andi Lala ke Sutan Harhara. Saat itu Sutan Harhara dibantu asisten pelatih, Rahmad Darmawan (RD). RD sendiri merupakan mantan pemain Persikota di Divisi I dan II yang naik menjadi asisten pelatih.
Di musim perdana Divisi Utama, lagi-lagi mereka tampil apik dengan bertengger di peringkat 3 Wilayah Tengah di bawah PSMS. Sayangnya, di tahun 1998, liga Indonesia mesti dihentikan seiring gejolak politik Reformasi 1998 yang terjadi ketika itu. Di musim inilah Persikota mulai mendapat julukan Bayi Ajaib karena keberhasilannya untuk menjuarai Divisi II, I, sampai promosi ke Divisi Utama dalam waktu sangat singkat alias tiga musim saja. Bahkan, di musim 1999-2000 Persikota berhasil menembus babak semifinal Divisi Utama. Namun, sayangnya mereka belum berhasil juara.
Era 2000-an
Keberadaan klub Persikota mulai naik turun di medio 2000an. Walau begitu, klub ini tetap mampu berada di kasta tertinggi dan selalu masuk daftar tim unggulan.
Di musim 2002, Persikota hanya mampu duduk di peringkat ke-6 wilayah barat. Ketika Liga Indonesia menggunakan format satu wilayah di tahun 2003, Persikota mampu berada peringkat ke-6 dengan torehan 58 poin. Namun, ketika format diubah menjadi dua wilayah lagi, "Si Bayi Ajaib" saat itu hanya mampu berada di peringkat ke-11 Wilayah Barat.
Di musim 2006, demi memperbaiki prestasi klub, Persikota menunjuk pelatih kawakan, Mundari Karya. Penunjukan Mundari Karya cukup berhasil karena ketika itu peringkat Persikota mulai membaik dengan menempati peringkat ke-7 Wilayah Barat. Namun sayangnya selepas itu mereka kembali harus mengalami penurunan performa. Persikota tak bisa lolos ke kasta tertinggi baru, Liga Super Indonesia, setelah hanya menduduki peringkat ke-15 Wilayah Barat.
Setelah itu, Persikota tak lagi bisa berada di kompetisi tertinggi sepakbola nasional. Peraturan pelarangan penggunaan APBD bagi klub sepakbola di tahun 2011 membuat "Si Bayi Ajaib" makin kesulitan bernafas. Hal ini membuat nasib Persikota tak pasti. Apalagi dengan munculnya fatwa haram di Tangerang pada tahun 2012 lalu akibat kerusuhan suporter Persikota dan Persita yang kerap terjadi di Tangerang.
Saat ini Persikota masih berjuang di Liga 3 dan sekedar menjadi tim gurem alias tim kecil. Namun, belakangan ini secercah harapan datang setelah muncunya nama pendakwah kondang, Ustad Yusuf Mansur, yang dikabarkan ingin menjadi investor bagi klub dengan kostum kebesaran berwarna kuning-biru tersebut. Bahkan, pelatih sekaliber Indra Sjafri pun dikabarkan akan digaet untuk membangkitkan Persikota. Jika kabar ini benar, maka "Si Bayi Ajaib" siap menangis kencang lagi untuk memberikan kejutan demi kejutan di persepakbolaan nasional.
Perseteruan dengan Persita Tangerang
Selain Persikota, Tangerang memiliki satu tim besar lainnya, yaitu Persita Tangerang. Persita sendiri adalah "saudara tua" Persikota karena sudah berdiri semenjak tahun 1953. Walau masih saudara satu kota, kedua tim justru tidak akur. Baik klub maupun suporter, keduanya saling bertentangan dan bersaing.
Kerusuhan suporter antara kedua klub sering sekali terjadi. Terutama saat kedua tim bertemu di Divisi Utama dalam laga bertajuk Derby. Atas hal ini, bahkan ulama MUI setempat sempat memberikan fatwa haram terhadap sepak bola di Tangerang.
Pendukung Persikota dikenal dengan BetMen (Benteng Mania). Sementara pendukung Persita, yang mengenakan warna kebesaran ungu, menyebut nama mereka Laskar Benteng Viola. Kedua tim berbagi stadion yang sama, yaitu Stadion Benteng yang keberadaanya kini sudah tidak terawat.