Alasan-Alasan Masuk Akal Mengapa Pesepakbola Melakukan Diving
Keputusan kontroversial wasit Jon Moss membuat Liverpool gagal meraih kemenangan di Stadion Anfield pada pekan ke-26 Liga Inggris saat ditahan imbang Tottenham Hotspur 2-2, Senin (05/02/18) WIB.
Menit akhir waktu tambahan babak kedua, gelandang Tottenham Hotspur Erik Lamela dijatuhkan oleh pemain bertahan Liverpool Virgil van Dijk. Pengadil lapangan menunjuk titik putih, yang tidak disia-siakan untuk kali kedua oleh Harry Kane. Peluit akhir dibunyikan, Liverpool terpaksa berbagi angka dengan Spurs.
“Saya melihatnya (Lamela) datang di saat akhir dan saya mencoba menahan kaki saya, ia hanya menarik tubuhnya ke depan bola dan terjatuh,” ujar Van Dijk mengenai insiden tersebut. Pemain Belanda ini berpendapat bahwa Lamela melakukan diving.
Pelatih Tottenham Hotspur, Maurichio Pochettino juga angkat bicara mengenai diving, yang membuat salah satu pemainnya Dele Alli ditunjukkan kartu kuning di pertandingan yang sama. Pelatih Argentina tersebut merasa bahwa diving adalah bagian dari sepakbola, taktik yang digunakan untuk mengelabui musuh. Meskipun, Pochettino mengakui Alli pantas diganjar kartu kuning.
Diving bukanlah hal baru dalam dunia sepak bola. Kontroversi ini mengundang perdebatan hingga kini. Diving, khususnya ketika hal tersebut merugikan tim yang kita dukung, merupakan sesuatu yang rasanya harus segera dihapuskan dalam sepakbola. “Beri saja hukuman sepuluh pertandingan!” pekik penggemar merasa timnya dirugikan.
Bagaimanapun, meski adanya ancaman kartu kuning yang menanti para pelaku yang tertangkap mata wasit, nyatanya masih banyak pemain yang melakukan simulasi untuk mendapatkan keunggulan.
Mengapa pemain mengambil resiko untuk melakukan diving? INDOSPORT merangkum alasan-alasan mengapa pesepakbola kerap melakukan diving:
1. Sulitnya Mendapat Perlindungan Wasit Tanpa Terjatuh
Seorang pemain sedang berlari ke arah gawang, seorang diri, berhadapan satu lawan satu dengan kiper. Namun mendadak ia merasakan sentuhan di kakinya dari arah belakang oleh pemain bertahan lawan, membuatnya keseimbangannya goyah. Jika sang pemain terus berlari dan ternyata kalah cepat dengan kiper lawan, akankah ia mendapat pelanggaran? Mungkin, tapi kemungkinan besar tidak.
Seseorang pemain yang tetap berdiri di atas kakinya memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pelanggaran dibandingkan pemain yang berada di rumput. Pemain mengerti hal tersebut, hingga kerap memilih terjatuh untuk memaksimalkan kemungkinan mendapatkan keputusan wasit.
2. Adanya Kontak Sebagai Penilaian Pelanggaran
Adanya kontak atau sentuhan dalam sebuah tackle tidak praktis menjadikan hadangan tersebut sebuah pelanggaran. Sepakbola adalah olahraga kontak dan sentuhan fisik memang seharusnya terjadi di atas lapangan. Masalahnya, seberapa keras kontak harus terjadi sehingga itu dianggap sebagai pelanggaran?
Tidak ada ukuran pasti, keputusannya bergantung pada sudut pandang wasit. Jika wasit merasa kontaknya tidak cukup keras untuk membuat seorang pemain tersungkur di atas tanah, hakim lapangan tersebut biasanya melanjutkan pertandingan.
Namun seberapa sering kita mendengar perdebatan apakah suatu tekel merupakan pelanggaran dilihat dari klip yang menunjukkan sentuhan sekecil apapun sebagai alasan pendukung untuk memberikan pelanggaran? Hal ini juga mempengaruhi para pemain yang memilih terjatuh dengan adanya kontak minimal dari lawan, terutama di kotak penati.
3. Tingginya Kemungkinan Gol dari Kotak Penalti
Dikutip dari ABC Science, persentase kesuksesan tendangan 12 meter berkisar sekitar 80%. Angka tersebut, tentu dapat menjadi satu-satunya pilihan terbaik bagi tim yang sedang mengejar ketertinggalan atau mengincar kemenangan di menit-menit akhir pertandingan.
Terkadang pemain merasa resiko kartu kuning untuk mendapatkan tendangan penalti adalah resiko yang pantas diambil. Bahkan, dikutip dari sumber yang sama, 33% dari diving pemain dihadiahkan dengan tendangan penalti.
4. Belum berlakunya hukuman retrospektif
Untuk saat ini, jika seorang pemain berhasil mengelabui mata wasit saat melakukan diving, pemain tersebut terbebas dari hukuman. Jika wasit melihat kembali tayangan ulang usai pertandingan dan berubah pikiran, tidak ada yang bisa dilakukan.
Menariknya pada musim 2017/18, asosiasi sepakbola Inggris, FA, sudah menerapkan sanksi retrospektif bagi para pelaku diving. Kejadian yang dianggap sebagai upaya untuk mengelabui wasit, seperti menjatuhkan diri atau berpura-pura cedera akan dilihat kembali oleh sejumlah anggota panel.
Pemain yang kedapatan untuk pelanggaran ini akan diberikan hukuman larangan bermain sebanyak dua pertandingan. Jika lawan mendapatkan kartu kuning atau merah karena insiden diving, kartu tersebut juga dapat dicabut oleh ofisial.
Salah satu pemain yang sudah mendapatkan hukuman dari FA karena ketahuan lakukan diving adalah gelandang West Ham United, Manuel Lanzini. Pemain asal Argentina ini dinilai melakukan aksi diving pada pertandingan yang mempertemukan West Ham melawan Stoke City di ajang Liga Primer Inggris, Sabtu (16/12/18) malam. Saat pertandingan, aksi diving Lanzini tidak diketahui wasit. Alhasil West Ham mendapatkan hadiah penalti.
Saat itu, Lanzini berduel dengan pemain belakang Stoke, Erik Pieters, pada menit 18 hingga akhirnya sang wasit, Graham Scott, menunjuk titik putih. Gelandang asal Inggris, Mark Noble, mampu mengeksekusinya menjadi gol. Karena aksi liciknya itu, Lanzini pun harus absen membela West Ham dalam dua pertandingan ke depan.