Jelang El Clasico, Ini 4 Catatan Kontroversial Persija vs PSMS di Final 1975
Laga panas siap hadir di babak semifinal Piala Presiden 2018, antara Persija Jakarta berhadapan dengan PSMS Medan yang akan dihelat di Stadion Manahan, Solo, pada Sabtu (10/02/18) malam WIB.
Persija dipastikan lolos ke babak semifinal usai mereka berhasil melengserkan Mitra Kukar dengan skor 3-1 dalam laga yang dihelat di Stadion Manahan, Solo beberapa waktu lalu. Kemenangan berhasil diraih dari gol Marko Simic dan Bambang Pamungkas
Begitu pula PSMS Medan yang dengan perkasa berhasil menang atas rival mereka di final Liga 2 musim 2017 lalu, Persebaya Surabaya. Keduanya sempat berada pada posisi imbang hingga waktu normal. Namun, lewat drama adu penalti, PSMS mampu unggul dari Bajul Ijo.
Jelang duel klasik tersebut, rupanya kedua tim punya kenangan tak terlupakan dalam sejarah sepakbola Indonesia. Tepatnya pada era 1970-an, dimana Indonesia memiliki dua tim raksasa yang menguasai kompetisi. Mereka lah Persija Jakarta dan PSMS Medan.
Dari 1971 hingga 1979, gelar juara hanya bergantian dipegang oleh salah satu dari kedua klub tersebut. Namun dari deretan tahun tersebut, ada satu musim yang mungkin tak bisa dilupakan oleh dua tim legendaris ini.
Kenangan tersebut adalah ketika mereka berhadapan dalam partai final Liga Indonesia musim 1975 silam. Dimana sederet fakta unik dan kontroversial mewarnai laga antara Ayam Kinantan dan Macan Kemayoran, yang digelar di Stadion Utama Senayan yang kini berganti nama menjadi Stadion Utama Gelora Bung karno. Berikut INDOSPORT berhasil mengungkap sederet fakta kontroversial yang terjadi di laga itu.
1. Pecahkan Rekor Penonton Terbanyak
Laga yang terjadi antara PSMS melawan Persija pada 1975 silam pada partai final perserikatan memecahkan rekor penonton terbanyak kedua dalam sejarah sepakbola Indonesia. Rekor penonton terbanyak pertama masih dipegang oleh laga antara PSMS melawan Persib Bandung 1985 silam.
Jumlah penonton laga antara kedua klub tersebut mencapai 125 ribu orang, berangkat dari animo penonton laga yang begitu tinggi, menjadikan pertandingan lawas tersebut begitu meriah dengan aksi-aksi suporter kedua klub tersebut.
2. Baku Hantam Antar Pemain
Pemain Persija dan PSMS sempat membuat laga kental akan permainan keras dan kasar. Terlebih lagi ketika keduanya telah mencapai skor imbang 1-1. PSMS yang awalnya unggul karena gol Parlin Siagian pun akhirnya berhasil di patahkan oleh sundulan gol Andi L'ala.
Usai imbang, wasit akhirnya mulai sibuk dihadapkan pada laga tarung yang mulai menjurus pada adu fisik antar pemain. Dari kartu kuning hingga kartu merah mewarnai laga tersebut. Tensi ketegangan pun meningkat usai pemain PSMS Sarman Panggabean merebut bola dengan memotong aksi Junaidi Abdillah. Adu dorong dan mulut pun terjadi.
Adu fisik pun berkembang bak tawuran antar tim. Terlebih lagi ketika pemain PSMS, Nobon kena tekel keras dari Iswadi Idris, yang menyebabkan dirinya diganjar kartu merah. Merasa tak adil dengan keputusan wasit, para pemain Persija langsung melakukan protes keras, hingga perkelahian antar pemain pun tak terelakkan.
3. Dipimpin Wasit yang Tak Tegas
Laga semakin memanas dengan kondisi dipimpin wasit yang dianggap tak tegas dalam mengambil keputusan. Wasit Mahdi Thalib mengganjar Iswadi Idris dengan kartu merah karena tekel keras ke Nobon.
Kapten Persija kala itu, Oyong menilai semestinya Iswadi hanya kena kartu kuning, karena pelanggarannya mirip dengan Sarman. Ia pun melakukan protes keras, karena wasit dinilai tak tegas dan tebang pilih.
4. Kecewa Meski Jadi Juara Bersama
Akhirnya, melihat laga panas antara Persija dan PSMS yang punya kemungkinan riskan untuk dilanjutkan, diputuskan untuk berbagi trofi seperti yang ditetapkan dengan SK Ketum PSSI Nomor 95 Tahun 1975 tentang Dwi Juara Nasional PSSI 1973/1975 tanggal 8 November 1975.
Ketetapan itu membuat para pemain PSMS dan Persija terpaksa menerima medali. Trofinya sendiri diserahkan Bardosono selaku Ketua Umum PSSI kala itu, dan mengusungnya secara bersamaan oleh kedua kapten, Oyong Liza dari Persija dan Yuswardi dari PSMS.