5 Alasan Timnas Indonesia Bagus di Junior, Redup di Senior
Lagi-lagi Timnas Indonesia level junior mampu menorehkan prestasi di kompetisi internasional. Yang terbaru adalah Timnas U-16 mampu menaklukkan Vietnam di ajang Jenesys 2018, dengan skor akhir 1-0 di laga final.
Ini menjadi salah satu bukti kalau skuat asuhan Fakhry Husaini siap dalam melakoni agenda yang ada di tahun 2018. Sebab Tim Nasional Indonesia U-16 akan bermain di ajang Piala AFF dan Piala Asia 2018.
Perjalanan timnas asuhan Fakhri Husaini di turnamen Jenesys ini cukup memuaskan. Timnas U-16 menumbangkan Filipina tanoa ampun 7-1 dan Kamboja 5-0. Sementara di babak semifinal giliran tuan rumah Jepang dikalahkan 1-0.
Piala ini merupakan trofi kedua untuk Timnas U-16 yang sebelumnya juga keluar sebagai juara di turnamen Tien Phong Vietnam tahun lalu. Mengenai hasil ini, Fakhri mengatakan semuanya merupakan buah dari usaha kerja keras timnya.
Namun, perlu diketahui kebanyakan para pemain Indonesia memang cukup bersinar kala membela Timnas junior saat mereka masih remaja. Bertambah usia, bukannya makin jago, kebanyakan dari mereka malah melempem.
Berikut INDOSPORT coba paparkan 5 Alasan kenapa mereka malah melempem seiring bertambah usia.
1. Kompetisi Usia Dini
Jika berbicara soal infrastruktur dan pendidikan kepelatihan, tentu saja harus mendukung untuk mengasah kemampuan terbaik dari seorang pemain muda.
Namun, pelatih Sriwijaya FC, Rahmad Darmawan menginginkan adanya perbaikan sistem kompetisi untuk usia muda untuk semua klub di Indonesia dari berbagai level.
"Harus ada wadahnya, kompetisi usia dini. Kita tidak punya itu. Dulu ada kompetisi U-21, tapi pesertanya dibatasi dan hanya klub-klub yang ada di level tertinggi saja yang bisa ikut," ucap RD pada November lalu.
2. Keberanian Klub
Jika RD mengatakan keharusan kompetisi usia dini sebagai wadah para pemain muda yang berbakat, lain hal bagi eks pelatih Timnas U-19 yaitu Indra Sjafri.
Menurutnya, keberanian klub dan pelatih untuk memberi kesempatan pada para pemain muda berbakat menjadi kunci untuk permasalahan ini.
"Tim yang tampil di liga tertinggi harus punya keberanian untuk memakai para pemain muda. Jangan takut dituntut keluar oleh suporter, pelatih harus berani dukung pemain junior," ucap Indra Sjafri pada Juni 2017 lalu.
3. Gaya Hidup
Untuk gaya hidup, tentunya nama Syamsir Alam bisa menjadi rujukan karena terkenal dengan gaya hidupnya yang cukup glamour bak artis top.
Bahkan pada 2015 lalu, Syamsir Alam pun pernah berujar dirinya berniat untuk menjajal peruntungan berkarier sebagai artis ketimbang bermain bola. Alhasil, baik di dunia entertainment atau sepakbola, namanya jarang terdengar.
4. Konsistensi
Untuk konsistensi, nama Yongki Aribowo pun cocok dijadikan contoh yang tidak baik untuk para pemain muda.
Pernah menyumbang medali perak pada SEA Games 2011 lalu, cedera dan inkonsistensi penampilan membuat karier Yongki di level klub hancur begitu saja hingga sekarang.
Bahkan kabar terakhir, Yongki Aribowo harus menurunkan gengsinya saat bergabung ke klub Liga 2, Aceh United. Beruntung, karena sebelumnya dirinya sempat trial di PSMS Medan namun tidak memenuhi kriteria.
5. Pilihan Karier
Selain dua hal di atas yang harus dijaga, pilihan yang tepat dalam menentukan jalan karier harus benar-benar matang dipikirkan oleh para pemain muda.
Jangan seperti Alfin Tuasalamony, yang memilih pulang ke Indonesia dan bergabung ke Persebaya. Padahal saat masih bersama SAD Uruguay, dirinya sempat dilirik oleh klub raksasa Portugal, Benfica.