Catatan untuk Man United: Liverpool Tunjukkan Bahwa Man City Bukan Tak Terkalahkan
Titel Liga Primer Inggris hanya berjarak satu langkah lagi bagi Manchester City. Meskipun, The Citizens harus menunggu hingga akhir musim untuk mengangkat trofi, mereka dapat mengamankannya dengan tiga poin berikutnya.
Tidak ada situasi yang lebih baik dari sudut pandang Manchester City dibandingkan memastikan gelar Liga Primer di hadapan rival sekota, Manchester United.
The Red Devils, di sisi lain, tentunya tidak berkunjung ke Etihad Stadium untuk memenuhi undangan perayaan gelar tetangganya. Anak-anak asuh Jose Mourinho datang untuk menghancurkan pesta -- paling tidak menundanya untuk beberapa hari ke depan.
Bukan pekerjaan mudah, tapi di leg pertama perempatfinal Liga Champions Eropa, Liverpool menunjukkan noda kelemahan-kelemahan di tubuh tim racikan Pep Guardiola yang dapat dieksploitasi oleh Manchester United.
1. Gila Penguasaan Bola
Pep Guardiola adalah seorang pelatih idealis -- tidak ada keraguan dalam hal tersebut. Di manapun ia melatih, ia akan selalu menginginkan timnya mendominasi penguasaan bola.
Di laga melawan Liverpool, Guardiola berniat memenangkan pertarungan di lini tengah dengan menambah jumlah pemain di sektor tersebut, menciptakan situasi 4 vs. 3.
Untuk unggul jumlah pemain, Guardiola mengorbankan Raheem Sterling dan menggunakan Ilkay Gundogan di dalam barisan empat gelandang.
Hasilnya, di pertandingan tersebut, Manchester City tidak memiliki pemain sayap kanan. Manchester City hanya mengandalkan Leroy Sane di sayap kiri dan Gabriel Jesus di ujung tombak, sementara sisi lapangan kanan dibebankan pada Kyle Walker yang berposisi sebagai bek kanan.
Manchester United dapat memanfaatkan obsesi Manchester City terhadap penguasaan bola -- yang sangat bergantung pada persaingan di lini tengah -- untuk memaksa Manchester City mengorbankan sektor lain di lapangan.
2. Celah Pertahanan
Kelemahan The Citizens lainnya yang terlihat di pertandingan melawan The Reds adalah kelalaian dalam bertahan saat mengambil tendangan penjuru. Keadaan yang membuat tim asuhan Jurgen Klopp mencetak gol pertamanya di pertandingan tersebut.
Manchester City mengirimkan tiga pemain bertahannya ke kotak penalti lawan, mencoba memanfaatkan postur jangkung pemain-pemain seperti Otamendi, Kompany dan Laporte.
Namun, City justru melepaskan operan pendek dari sudut lapangan, yang kemudian berlanjut dengan Leroy Sane kehilangan bola. Liverpool yang begitu dikenal dengan serangan balasan cepat ini pun kembali mengingatkan alasan mengapa mereka dikenal dalam hal tersebut -- Mohamed Salah menjadi nama pertama di papan skor.
Mourinho dapat menugaskan beberapa pemain cepatnya untuk bersiap-siap untuk serangan balasan kala Manchester City tengah mendapatkan bola mati di zona pertahanan timnya.
Pemain-pemain seperti Anthony Martial, Marcus Rashford dan Romelu Lukaku, misalnya -- pemain-pemain yang memiliki kecepatan dan kemampuan mencetak gol.
3. Tidak Duduk dan Bertahan
Sebuah kesalahan pemahaman dalam taktik sepakbola bahwa cara terbaik untuk melawan gaya permainan Pep Guardiola adalah dengan bertahan dengan garis yang dalam dan melepaskan bola-bola jauh bagi penyerang.
Menampilkan salah satu penampilan terbaik dari filosofi gegenpressing ala Klopp, Liverpool mampu menundukkan tim yang paling dominan di persepakbolaan Inggris musim ini.
Aktifnya dua sayap, Sadio Mane dan Mohamed Salah dalam bermain merapat dan menutup opsi-opsi operan gelandang-gelandang City menggagalkan rencana Guardiola yang ingin mengontrol lini tengah.
Di pertandingan kali ini, Manchester United juga harus menghindari permainan pasif. Menumpuk pemain di daerah pertahanan dan membiarkan pemain-pemain seperti Kevin de Bruyne atau David Silva leluasa dengan bola di kaki-kakinya adalah ide buruk.
Guardiola memiliki satu rencana untuk pertandingan ini -- menguasai bola dengan mengontrol lini tengah dan sepakbola adalah tentang tidak membiarkan tim lawan mengeksekusi gameplan tersebut di atas lapangan.