Michael Essien, Pelopor Fenomena Kebangkitan Sepakbola Nasional
Di Liga 1 2017, terdapat satu tren di antara klub-klub kasta tertinggi sepakbola Indonesia tersebut: marquee player.
Setiap tim berbondong-bondong memboyong pemain berstatus 'eks bintang lapangan hijau dunia' -- membuatnya seolah-olah pacuan.
1. Michael Essien, Sang Pelopor
Satu nama yang dapat disebut sebagai pelopor demam marquee player di Indonesia, Michael Essien.
Bagaimana tidak, pesepakbola kelahiran Ghana tersebut adalah mantan kekuatan lini tengah klub elite Liga Primer Inggris, Chelsea.
Pemain berjuluk 'Bison' tersebut pernah merasakan podium juara liga paling populer di dunia, pernah menginjak panggung Liga Champions Eropa, bahkan mencatatkan salah satu gol terbaik di kompetisi tersebut ke gawang tim sekaliber Barcelona.
Bahkan badan sepakbola Indonesia pun hingga merilis aturan baru untuk menyambut fenomena tersebut.
2. Adaptasi Regulasi PSSI
Awalnya setiap tim hanya boleh memiliki tiga pemain asing -- dengan satu di antaranya harus berasa dari negara-negara Konfederasi Sepakbola Asia (AFC). Lalu dibuatlah satu pengecualian, marquee player.
Klub di Liga 1 2017 diperbolehkan mendaftarkan satu pemain asing tambahan, dengan syarat, jika pemain tersebut harus merumput di satu dari tiga Piala Dunia terakhir (2014. 2010 atau 2006) atau bermain di delapan liga paling elite di Eropa, dalam kurum tahun 2009 hingga 2017.
Terdapat 14 marquee player di Liga 1 2017. Di musim berikutnya, tersisa lima -- satu di antaranya tidak didaftarkan ke dalam skuat.
Uniknya satu pemain yang tidak berada di dalam daftar pemain tersebut adalah sang pelopor, Michael Essien.
3. Bison Ditumbalkan
Di Liga 1 2018, aturan marquee player ditiadakan. Untuk itu, sesuai regulasi pasal 24 ayat 3 Liga 1, setiap klub berhak mendaftarkan empat pemain asing, di mana satu di antaranya harus berasal dari Asia.
Kehadiran Jonathan Bauman di pertengahan Maret lalu, menjadikan Essien tumbal.
Persib Bandung memiliki lima pemain asing: Essien, Ezechiel N'Douassel, Bojan Malisic, Oh Ink Yun dan terbaru, Bauman. Tim berjuluk Maung Bandung tersebut memutuskan untuk tidak mengikutsertakan nama Essien dari kuota pemain asing.
Tentu saja hal ini mengejutkan banyak pihak, meskipun tetap dapat dimengerti.
4. Marquee Player Berguguran
Essien tidak bisa dibilang memiliki musim yang baik bersama Persib. Pria yang kini berusia 35 tahun ini, seperti kebanyakan marquee player lainnya, dapat dibilang gagal.
Dikutip dari Transfermarkt, dari 29 laga yang dilakoninya, Essien mencatatkan lima gol dan satu assist -- meskipun bukan catatatn yang buruk untuk seorang gelandang, juga bukan performa yang diharapkan dari pemain yang musim lalu menerima bayaran termahal di persepakbolaan Tanah Air tersebut.
Jika memasukkan Essien ke dalam perhitungan, maka total 10 marquee player hanya menghabiskan satu musim di Liga 1 Indonesia.
Pertanyaannya, apakah proyek bersama klub-klub Indonesia ini dapat disebut gagal?
5. Menimbang Fenomena Marquee Player
Dari satu sudut pandang, ya. Meskipun terdapat nama seperti Peter Odemwingie yang mampu mengukir goresan baik bersama Madura United, sebagian besar marquee player lainnya tidak banyak berbicara banyak di atas lapangan.
Tapi 'marquee player' merupakan batu loncatan yang dibutuhkan Liga 1 musim lalu.
Liga 1 baru saja comeback setelah hampir dua musim 'menghilang' karena sanksi FIFA terhadap Indonesia.
Kehadiran marquee player, membuat Liga 1 langsung kembali menjadi pusat perhatian, bukan hanya di Indonesia, tapi juga mata dunia.
Marquee player adalah teriakan Indonesia pada dunia, "Hey, sepakbola kami telah kembali!" dan gema dari pekikan itu sukses mengembalikan gengsi Liga 1.
Ke depannya, fenomena seperti ini mungkin tidak akan terulang. Menganggapnya gagal atau berhasil, tak dapat dipungkiri, marquee player memiliki andil besar dalam menghidupkan kembali kobaran semangat sepakbola Ibu Pertiwi.