Paksa Lilipaly Jadi Striker, Biang Kerok Kekalahan Indonesia
INDOSPORT.COM - Timnas Indonesia U-23 harus mengakui keunggulan Palestina di laga penyisihan Grup A Asian Games 2018. Indonesia yang sempat menyamakan kedudukan melalui gol apik dari Irfan Jaya, berjalan gontai menuju ruang ganti, tanpa poin di tangan, setelah Palestina mencetak gol kedua untuk mengakhiri laga dengan skor 1-2.
Meskipun, di akhir laga, kedua kubu terlihat berada di atas lapangan, melakukan 'viking clap' ditemani oleh seluruh penonton di Stadion Patriot Candrabaga, kompetisi tetaplah kompetis, dan kekalahan akan mempengaruhi peluang Indonesia untuk lolos ke fase gugur.
Terdapat beberapa faktor mengapa Indonesia yang sebelumnya terlihat garang dengan menceploskan empat gol ke gawang China Taipei di laga pertama, kesulitan untuk menggoyahkan pertahanan Palestina. Salah satunya adalah keputusan berani Luis Milla untuk memasang Stefano Lilipaly sebagai striker tunggal.
1. Timnas U-23 'ala' Atletico Madrid
Menghadapi Palestina, Indonesia mengusung formasi 4-3-3 dengan Lilipaly sebagai ujung tombak, diapit oleh dua pemain sayap: Irfan Jaya dan Febri Haryadi. Di belakangnya, terdapat Zulfiandi, Septian dan Hargianto yang membetuk segitiga di lini tengah.
Bagaimanapun, seiring berjalannya pertandingan, terlihat bagaimana Luis Milla mengistruksikan anak-anak asuhnya untuk bertahan dalam formasi 4-4-2, meminta salah satu dari pemain sayapnya untuk mundur ke tengah lapangan, menyisakan dua pemain di depan.
Indonesia juga bertahan dengan rapat dengan garis pertahanan yang dalam, membiarkan pemain-pemain Palestina memainkan bola di sisi lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi umpan-umpan terobosan dari tengah dari tim lawan.
Strategi ini kerap digunakan oleh pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone. Pelatih asal Argentina tersebut mengutamakan kedisiplinan dalam bertahan dan memanfaatkan serangan-serangan balasan dalam menyerang.
Milla tampaknya memiliki rencana yang sama, memanfaatkan kecepatan-kecepatan pemain-pemain depannya, terutama Irfan, Febri dan Lilipaly.
Sayangnya, gol pertama Palestina justru hadir dari kesalahan individual Zulfiandi yang melakukan handball di dalam kotak penalti. Andritany sempat menepis eksekusi penalti, tapi bola mentahannya masih mampu dimanfaatkan oleh Oday Dabbagh.
2. Kalah Postur, Serangan Tidak Efektif
Skema serangan balasan yang ingin diimplementasikan oleh Milla juga tidak berjalan dengan baik. Terutama, setelah Indonesia kembali tertinggal di menit ke-51 di babak kedua.
Tekanan berada pada Indonesia untuk mengambil inisiatif menyerang guna mengejar ketertinggalan dan menunggu kesempatan untuk melakukan serangan balasan, tentu saja, menjadi tidak efektif.
Dikejar waktu, pemain-pemain Indonesia yang kesulitan untuk mencapai kotak penalti Palestina, kehilangan kesabaran. Bola-bola lambung dan umpan-umpan silang pun menjadi opsi yang dipilih oleh para pemain.
Bagaimanapun, keunggulan postur para pemain Palestina, membuat bola demi bola yang dikirimkan oleh Indonesia ke arah gawang, berakhir tanpa hasil. Perlu diingat, Febri, Saddil (masuk menggantikan Irfan Jaya) maupun Lilipaly bukan lah pemain-pemain yang memiliki postur untuk bersaing di udara dengan pemain-pemain Palestina.
3. Perubahan Posisi Buat Lilipaly Terisolasi
Apa yang terlihat di atas lapangan membuat keputusan Milla untuk memainkan Lilipaly sebagai penyerang tunggal menggantikan Alberto Goncalves patut dipertanyakan.
Pelatih asal Spanyol ini mungkin melihat ketajaman Lilipaly yang mencetak dua gol di laga melawan China Taipei sebagai senjata utamanya, tapi ia juga membuat pemain Bali United tersebut terisolasi di depan.
Di pertandingan kontra Taipei, Lilipaly yang dipasang di lini tengah memiliki kebebasan untuk menjemput bola dan memberikan dampak lebih besar pada permainan secara keseluruhan.
Padahal usai pertandingan laga pertama, Milla menyebut Lilipaly sebagai motor serangan tim.
"Stefano pemeran utama malam ini, tapi semua pemain bermain baik fan profesional di setiap waktu.Tapi kami harus berbenah, ini baru awal, mereka (pemain) tetap harus rendah hati dan kita harus pikirkan pertandingan berikutnya," beber Milla kala itu.
Bukankah aneh bila seorang pemain yang tampil begitu baik di suatu posisi, harus diberikan peran lain di mana ia harus beradaptasi?