Kontroversi Liga 2 2018: Kilas Balik Kasus Suap dan Pengaturan Skor di Sepak Bola Indonesia
INDOSPORT.COM - Kompetisi sepak bola kasta kedua nasional, yakni Liga 2 musim 2018 mengalami sejumlah peristiwa kontroversial di babak delapan besar.
Babak delapan besar Liga 2 2018 ramai dituding telah direcoki oleh oknum yang menginginkan citra sepak bola Indonesia semakin buruk.
Salah satu pertandingan sepak bola yang diperdebatkan adalah ketika laga PS Mojokerto Putra (PSMP) vs Semen Padang di Stadion Gajahmada, Jawa Timur, pada babak delapan besar, Rabu (14/11/18) lalu.
Laga sepak bola ini diwarnai sejumlah kejanggalan di dalamnya, di antaranya tendangan kiper PS Mojokerto Putra ke pemain Semen Padang yang tak berbuah penalti untuk Kabau Sirah.
Ada pula persitiwa gol off side dari PSS Sleman ke gawang Madura FC pada laga ketiga Grup B babak delapan besar Liga 2 2018, Selasa (06/11/18).
Terbaru adalah dua peristiwa berbeda di laga Aceh United vs PS Mojokerto Putra dan Semen Padang vs Kalteng Putra.
Mulai dari wasit yang salah ambil keputusan soal penalti Semen Padang dan juga penampilan buruk kiper PS Mojokerto Putra yang akhirnya harus mengorbankan kekalahan timnya.
Lantas publik di dunia nyata maupun di dunia maya bertanya-tanya, tentang adanya kemungkinan suap atau pun pengaturan skor yang dilakukan para mafia sepak bola dan tim yang sedang menjalani kompetisi.
1. Seperti Apa Sebenarnya Skema Suap Menyuap di Sepak Bola?
Dalam sebuah pemberitaan di laman media asing bernama Aljazeera rubrik 101 East tahun 2013 lalu, mereka pernah berkesempatan melakukan wawancara dengan pelaku match fixing.
Menurut penuturan dari pelaku, pertandingan yang diatur memiliki keterkaitan yang erat dengan bagaimana sebuah klub promosi dari kasta kedua. Dengan nama anonim, sang pelaku menceritakan dengan jelas bagimana mafia yang menyuap bermain.
Si pelaku match fixing ini menerangkan kalau sang pemilik klub juga ikut andil dalam sebagian besar pertandingan semusim dengan menyuap wasit. Kadang-kadang menentang pelatih untuk membuat keputusan yang menguntungkan timnya.
"Promosi ke liga teratas musim depan berarti lebih banyak sponsor, liputan TV untuk bisnisnya, bernilai kemungkinan hasil sepuluh kali lipat dari jumlah yang telah ia tetapkan dalam pengaturan pertandingan," tulis isi artikel yang diberi judul State of the Game itu.
Pemain dan manajemen klub bisa juga terlibat suap jika mau membuat pertandingan berjalan sesuai keingingan yang punya modal. Nantinya pemain bisa menerima uang 300 dolar (4,3 juta) atau 1000 dolar (14,5 juta).
"Sistemnya adalah ketika asisten pelatih memberi sinyal kepada tim ketika mereka seharusnya mencetak gol atau kebobolan gol, dibantu oleh keputusan meragukan dari wasit," sambung isi artikel tersebut.
2. Timnas Indonesia Pernah Diguncang Skandal Suap
Tak hanya di level tingkat bawah saja, bahkan skandal suap pernah menerjang Timnas Indonesia. Salah satunya adalah saat telak 0-10 dari Bahrain dalam ajang kualifikasi Piala Dunia FIFA 2014, 29 Februari 2012 silam.
Saat itu memang terjadi dualisme liga dan PSSI sehingga pemain-pemain yang membela Timnas Indonesia saat menghadapi Bahrain adalah bukan skuat terbaik Tanah Air. Kekalahan 0-10 pun tak bisa dihindarkan dan menjadi menjadi catatan kelam bagi sepak bola Indonesia.
Hasil yang sangat memalukan ini akhirnya diselidiki oleh FIFA. Pasalnya, Bahrain membutuhkan gol dengan selisih menang 9-0 untuk bisa lolos ke babak selanjutnya.
"FIFA sedang mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pertandingan ini dan menghubungi sejumlah orang yang terkait di dalam," begitulah bunyi pernyataan sikap FIFA, 2012 lalu.
Bahkan menurut Ketua Komdis PSSI Bernhard Limbong (saat itu) menjelaskan kalau dirinya siap melakukan investigasi internal pada tim agar bisa ketahuan lebih dahulu siapa yang berkhianat.
Pada laga Bahrain vs Indonesia memang terjadi keputusan wasit yang janggal. Kala itu wasittiba-tiba memberi kartu merah pada kiper Samsidar, pelatih Aji Santoso, serta tiga hadiah penalti untuk Bahrain.
Namun, hasil penelusuran FIFA sampai saat ini berbuah nihil.
Di tahun 1960an dulu, tersiar isu pengaturan skor dan judi toto gelap (togel) di masyarakat. Tak tanggung-tanggung, isu ini pun menggerogoti bintang-bintang Timnas Indonesia.
Pembuktian awal terkuak usai klub-klub seperti PSM dan PSIM Mataram melakukan investigasi internal di tahun 1961. Dari investigasi itu terungkap bahwa ada sejumlah nama yang terlibat pengaturan skor, suap, dan togel. Nama-nama tenar seperti Ramang (PSM) dan Noorsalim (PSM) pun ikut terseret.
Akhirnya, KOGOR (KONI di masa itu) melakukan penyelidikan menyeluruh. Hasilnya, terkuaklah ada 10 pemain yang terlibat dalam skandal pengaturan skor.
Praktik suap-menyuap bukan hanya terjadi di Indonesia saja melainkan di luar negeri dan masuk ke ranah pertandingan sekelas timnas.
Dalam kasus yang berbeda, mantan Ketua Asosiasi Sepakbola Ghana (GFA), Kwesi Nyantakyi, belum lama ini memperoleh hukuman larangan mengikuti aktivitas sepak bola seumur hidup dari FIFA.
Sanksi tersebut Kwesi Nyantakyi dapatkan usai melakukan pelanggaran berat berupa suap dan korupsi. Ia terbukti bersalah menerima uang suap sebesar 65 ribu dolar AS (Rp989 juta) dari seorang pengusaha calon sponsor di kompetisi sepak bola Ghana.
Di Italia kita pernah mengenal skandal Calciopoli yang melibatkan sejumlah klub raksasa Italia. Skandal yang melibatkan pengaturan skor dan suap pada wasit ini pun mengakibatkan dua gelar scudetto Juventus di tahun 2005 dan 2006 dicabut.
Seperti perkataan dari bung Tommy Welly kalau mafia-mafia sepak bola ini harus diperangi secara bersama-sama. Sebab match fixing dapat menghancurkan citra sepak bola.
"Itulah yang sebetulnya menjadi lawan atau musuh bersama dari sepak bola kita. Kita harus memerangi namanya nonteknis-nonteknis yang konotasinya negatif itu. Nanti bahayanya adalah match fixing," tutur Bung Towel, Rabu (14/11/18) lalu.
Terus Ikuti Update Liga 2 2018 dan Berita Sepak Bola Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM.