Mauricio Pochettino, dari Ditemukan ‘Si Gila’ Hingga Jadi Pelatih dengan Prinsip Kesederhanaan
INDOSPORT.COM – Pada tahun 1985, pelatih yang di masa depan bakal melatih Leeds United, Marcelo Bielsa datang ke kota kecil bernama Murphy di Argentina bersama rekannya bernama Jorge Griffa.
Maksud kedatangan Bielsa ke kota kecil yang jumlah penduduknya tidak lebih dari 3000 orang itu adalah ingin menemui seorang pemain sepak bola muda berbakat. Lalu tibalah Bielsa di rumah tempat si anak berbakat itu.
Bielsa yang saat itu hendak ingin menemui si anak mendapatkan larangan dari orang tuanya karena jam saat itu sudah menunjukan pukul 2 pagi atau dini hari. Namun bukan Bielsa namanya, ia tidak kehilangan akal yang lalu meminta sesuatu kepada orang tua si anak.
“Bolehkah aku melihat kakinya saja, aku dengar dia pandai bermain bola,” jelas Bielsa, seperti yang dinukil dari Talksport.
Dikarenakan hanya melihat kakinya saja, orang tua itu mengizinkan Bielsa untuk masuk dan sampai di depan kamar si anak yang tengah tertidur lelap. Begitu sampai, Bielsa langsung melihat kaki si anak dan langsung bergumam bahwa memang benar dia bisa main bola.
Sejak saat itu, si anak yang berusia 13 tahun langsung dikontrak oleh Bielsa untuk bergabung dengan klub Argentina, Newell’s Old Boys hanya karena melihat kakinya memang milik pemain bola. Nama anak itu adalah Mauricio Pochettino.
Ya, Mauricio Pochettino yang sekarang kita kenal sebagai pelatih Tottenham Hotspur memulai karier sebagai pemain di Newell’s Old Boys. Kehadiran Pochettino di klub Argentina itu tak lepas dari penemuan Bielsa atau yang biasa dijuluki El Loco (artinya si gila).
Kini Pochettino sudah menjadi pelatih Tottenham Hotspur dan berpeluang membawa pulang trofi Liga Champions. Uniknya, Pochettino membawa Tottenham ke final dengan memegang teguh prinsip kesederhanaan.
1. Bawa Tottenham Hotspur ke Final Liga Champions Tanpa Beli Pemain
Terlepas dari apakah Pochettino akan berhasil atau tidak membawa Tottenham menjadi juara Liga Champions, dirinya sudah layak mendapatkan kredit khusus. Hal itu dikarenakan Pochettino mampu membawa tim meraih kesuksesan tanpa membeli pemain di 2 bursa transfer terakhir.
Tottenham Hotspur di awal musim ini membuat gebrakan yang sangat unik dengan tidak mendatangkan pemain manapun, tidak seperti pesaingnya di Liga Primer Inggris yang jor-joran membeli pemain. Tottenham seakan melawan arus di mana ada tradisi harus aktif di bursa transfer agar meraih sukses.
Bersama Pochettino, Tottenham melawan dogma itu dengan keberhasilan tim sampai di final Liga Champions. Padahal Tottenham tidak memiliki kedalaman skuat yang mumpuni di mana mereka sempat tidak memiliki sosok pengganti Harry Kane.
Namun bukan Pochettino namanya jika tidak belajar banyak dari ‘si gila’ untuk menjadi seorang kreatif. Pochettino memilih untuk memainkan Son Heung-min dan Lucas Moura sebagai pengganti Harry Kane yang ternyata memang terbukti tokcer.
Terbukti secara bergantian Son dan Lucas menjadi tokoh protagonis yang sukses membawa Tottenham lolos ke final setelah menyingkirkan Manchester City dan Ajax Amsterdam. Pochettino telah mengajarkan kita bahwa dengan sumber daya yang terbatas tetap masih bisa meraih sukses.
Pada akhirnya prinsip Less is More tampaknya menjadi kunci kesuksesan Mauricio Pochettino, pelatih yang ditemukan ‘si gila’ itu kini hidup dengan kesederhanaan.