Jadwal Kacau Jadi Penyakit 'Akut' Liga 1, Apa Penyebab dan Solusinya?
INDOSPORT.COM - Pekan keempat Liga 1 2019 akhirnya resmi diundur dari jadwal semula. Semestinya, pekan perdana setelah libur lebaran itu akan dimulai tanggal 14 hingga 16 Juni.
Namun, dengan jadwal yang baru, maka pekan keempat akan dimainkan pada 27-28 Agustus. Alasan pengubahan jadwal ini adalah agenda Tim Nasional Indonesia dan libur lebaran yang terlalu mepet.
Dengan dipindahnya pekan keempat ke Agustus, maka pada bulan Juni ini hanya akan ada satu pertandingan di pekan kelima.
Ubah mengubah jadwal bukanlah hal baru bagi kompetisi sepak bola Indonesia. Selama era Liga 1 ini, tak pernah satu musim pun tak terjadi perubahan jadwal.
Tim juara, Persija Jakarta, saja mengalami lebih dari tiga kali penundaan jadwal Liga 1 2018.
Kondisi ini tentu saja sangat merugikan klub-klub peserta. Bagaimana mereka telah menyiapkan jadwal latihan serta tiket pertandingan yang terpaksa harus dirombak.
Alasan yang Itu-itu Saja
PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), selaku operator kompetisi liga, mau tak mau harus rela dicap tak belajar dan mau serius dalam mengevaluasi hasil kinerja mereka.
Mengapa? karena masalah yang muncul terkait dengan jadwal yang kacau ini selalu sama dari tahun ke tahun.
Mulai dari jadwal yang bentrok dengan tim nasional, bentrok laga di kompetisi Asia, sampai tak dapat izin kepolisian.
Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan karena terjadi selama berkali-kali. Klub-klub bahkan sampai antipati terhadap kualitas jadwal Liga 1 buatan PT LIB.
Padahal, sebagian besar dari penyebab jadwal yang kerap diundur-undur ini sejatinya bisa dihindari.
Jadwal Timnas Indonesia misalnya. Di negara lain, federasi tidak akan membuat jadwal uji coba yang bentrok dengan liga. Begitu juga dengan klub yang mengikuti kompetisi di Asia.
Di Liga Indonesia, sering sekali klub-klub senewen karena pemainnya harus pergi dipanggil TC atau uji coba timnas padahal liga masih berjalan.
Contoh teranyar adalah saat Indonesia beruji coba melawan Vanuatu Juni nanti. Atas keberatan klub, jadwal pekan keempat pun diundur.
Yang paling parah tentu saja kasus Piala AFF 2018 lalu. Ketika negara-negara peserta telah menyelesaikan liganya, Liga 1 2018 masih bergulir.
Alhasil banyak klub yang kelimpungan pemain intinya dipanggil ke timnas sementara mereka tengah berjuang di ujung kompetisi.
1. 'Sulitnya' Menentukan Jadwal di Indonesia
Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya, seperti di Eropa atau sejumlah negara Asia.
Ada dua hal pokok yang membebani PT LIB dalam menyusun jadwal. Pertama, faktor geografis Indonesia yang begitu luas. Kedua, kondisi klub Indonesia yang tengah berkembang.
Sebisa mungkin PT LIB harus membuat jadwal pertandingan yang memudahkan transportasi klub. Misalnya, dalam satu bulan, sebuah tim diberi kesempatan dua kali main tandang ke klub Kalimantan.
Kondisi ini akan meminimalisir pengeluaran yang dikeluarkan oleh klub-klub. Di Liga 1 2019 bahkan diberlakukan sistem dua kandang dan dua tandang.
Cara ini dapat membuat pemain tidak cepat lelah karena perjalanan yang jauh.
Pertimbangan lain tentu saja adalah hak siar. Hampir semua pertandingan Liga 1 disiarkan di televisi. Maka dari itu laga tidak dimainkan secara serentak.
Namun begitu, beberapa kesulitan ini tak cukup kuat menjadi alasan buruknya pembuatan jadwal di Liga 1. Pasalnya, beberapa poin yang sudah disebutkan sebelumnya sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari, misalnya jadwal timnas.
Belajar dari Liga Inggris
Liga Inggris adalah salah satu liga terbaik di dunia yang apik dalam penentuan jadwal. Sebelum kompetisi berakhir, mereka bahkan sudah memiliki draft jadwal musim depan.
Di Inggris, cara yang dilakukan adalah dengan sistem komputerisasi dan manual. Pertama, mereka akan melakukan undian acak melalui aplikasi komputer.
Dari hasil sistem komputerisasi ini akan dilanjutkan lagi penyusunan secara manual. Misalnya, dalam menghitung jarak pertandingan antarklub.
Jangan anggap dengan geografi Inggris yang lebih kecil dari Indonesia maka FA akan 'seenaknya' menentukan jadwal. Mereka pun juga memperhitungkan aspek jarak tempuh dan biaya.
FA mengerti bahwa klub dari utara dipertimbangkan untuk tidak menjalani laga kandang ke selatan dua atau tiga kali berturut-turut.
Ini akan menambah biaya bagi suporter yang ingin melakoni laga away selama dua pekan beruntun.
Cara-cara ini sejatinya sama dengan yang dilakukan di Indonesia, hanya kualitas penerapannya saja yang berbeda.
Setelah susunan head to head antarklub dibuat, lalu ditentukan tim mana yang kandang dan tandang duluan.
Maksimal, tiap tim hanya dua kali melakoni laga kandang atau tandang beruntun. Dari sini, baru diterapkan jadwal dalam bentuk tanggal dan bulan.
Di sinilah dituntut kecermatan dan kerapihan. Penerapan jadwal di Inggris wajib hukumnya menyesuaikan dengan jadwal pertandingan internasional baik FIFA maupun UEFA.
Untuk kasus Indonesia, PT LIB tidak bisa memenuhi jadwal yang sesuai dengan kalender FIFA, uji coba biasa, maupun AFC.
Balik lagi ke contoh Inggris, setelah semua langkah di atas dipenuhi, maka dibuat sebuah draft yang dibagikan ke seluruh peserta liga. Ini adalah hak mutlak klub untuk mengetahui susunan jadwal sebelum ditetapkan secara resmi.
Klub berhak untuk keberatan terhadap tanggal atau tempat pertandingan. Biasanya klub akan meminta laga digelar banyak di hari Minggu karena dapat memberikan pemasukan tiket lebih besar.
Draft jadwal yang dibuat FA tidak hanya diberikan ke pemerintah kota dan aparat keamanan. Umumnya, aparat keamanan tidak akan menyetujui jadwal pertandingan yang berbarengan dengan event yang sudah ada di kota tersebut. Maka, jadwal laga pun harus digeser.
Nah, di tahap ini, Liga Indonesia lagi-lagi mengalami kelemahan. Sebagai contoh, sebuah laga di Liga 1 bisa diundur karena bentrok dengan agenda politik atau acara umum. Itu artinya ada miss koordinasi antara pembuat jadwal dengan pemerintah dan aparat kota.
Tahap berikutnya adalah masalah hak siar. Banyak tim yang biasanya dirugikan jika main pukul 12 siang. Secara sisi bisnis, ini akan menguntungkan pasar Asia.
Segala keberatan dan masukan dari klub, pemerintah kota, aparat kemananan, dan lain-lain pun ditampung dan dilakukan revisi seadil-adilnya.
Bahkan, FA bisa membuat revisi sampai 40 kali! Revisi dilakukan sampai jadwal benar-benar ideal dan seminimal mungkin tak ada masalah di kemudian hari.
Solusi untuk Indonesia
PT LIB selaku operator dan PSSI selaku federasi harus benar-benar serius dan mau bekerja keras jika ingin masalah jadwal yang kacau ini selesai.
Jika bicara solusi, PT LIB bisa mengikuti langkah yang dilakukan oleh Inggris. Tentu saja tetap disesuaikan dengan kondisi di Tanah Air.
Yang paling utama untuk diatasi terkait masalah ini adalah bagaimana membuat jadwal yang tak bentrok dengan timnas.
Selama setahun, PSSI dan PT LIB harus duduk bareng menentukan kapan jadwal timnas bertanding dan kapan jadwal jeda FIFA Match Day.
PSSI harus profesional. Kesepakatan uji coba dengan sebuah negara harus dilakukan sejak jauh-jauh hari. Bukan seminggu-dua minggu.
Kedua, PT LIB jangan 'malas' untuk membuat revisi jadwal. PT LIB harus merevisi jadwal sampai semua pihak merasa puas, mulai dari klub, tim nasional, stasiun televisi, pemerintah kota, sampai aparat keamanan.
Lalu yang terakhir tentu saja adalah sponsor. Sponsor memegang peranan penting dalam penentuan jadwal.
JIka PT LIB dan PSSI benar-benar cakap dan mampu mencari sponsor jauh-jauh hari sebelum kompetisi digelar, maka akan lebih nyaman dan leluasa bagi mereka dalam menentukan jadwal yang baik.
Satu tambahan lagi yang (mungkin) di luar kendali PT LIB maupun PSSI adalah masalah suporter. Sampai saat ini masih banyak suporter Indonesia yang masih belum dewasa.
Bentrok antarsuporter sering terjadi yang berujung pada kerugian bagi klubnya sendiri. Izin keamanan dicabut, laga dipindahkan, sampai jadwal yang diundur.
Jika semua ini dijalankan, niscaya akan ada perbaikan signifikan pada penjadwalan liga yang kita cintai ini.