Timnas Amerika, Piala Dunia Wanita 2019, dan Tamparan untuk Sepak Bola Indonesia
INDOSPORT.COM – Di sudut Tanah Air Indonesia, wanita rupanya masih harus berhadapan dengan kenyataan tentang kesetaraan dalam menjalani kehidupan sebagai manusia merdeka.
Organisasi masyarakat memaksa seleksi pemain sepak bola putri U-17 tingkat provinsi dibubarkan, karena dianggap tidak sesuai dengan kearifan lokal.
Panitia penyelenggara menyebutkan bahwa kegiatan ini akan mampu menjadi wadah penyaluran bakat putri-putri dari daerah, tak cuma sepak bola, namun juga olahraga lainnya.
Pemandangan ini tentu saja kontradiktif dengan ambisi Indonesia lewat PSSI (induk tertinggi bola Indonesia) yang ingin membangkitkan kembali kekuatan wanita lewat sepak bola.
Sri Nurherwati dari Sub Komisi Reformasi dan Kebijakan Komnas Perempuan sendiri sempat memberi pernyataan soal kasus ini.
"Kalau Pemda Aceh menghendaki sepak bola yang syariah, seperti apa yang diinginkan. Seharusnya bukan melarang, tapi memberikan infrastruktur. Sehingga, sepak bolanya (perempuan) betul-betul bisa menjamin hak konstitusional warga negaranya terutama perempuan," ujarnya, Senin (08/07/19).
Pendapat Sri Nurherwati itu juga mendapat dukungan dari Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Papat Yunisial, yang berharap segera ada mediasi agar hal itu bisa diselesaikan dengan baik.
"Justru kita sekarang seharusnya ada yang mediasi. Kalau kita lihat bagaimana auratnya dengan pertandingan cabor (cabang olahraga) renang, volly pantai, angkat berat,” jelasnya, Senin (08/07/19).
Kondisi ini juga bertolak belakang dengan gegap gempita kemenangan Timnas wanita Amerika Serikat pada final Piala Dunia Wanita 2019 di Prancis.
Pemberontakan di Balik Perjalanan Gemilang Timnas Wanita Amerika
Amerika Serikat bersukacita dengan gelar juara yang berhasil disabet Timnas Wanita mereka pada ajang Piala Dunia Wanita 2019, usai berhasil menaklukkan Belanda pada Minggu (07/07/19) lalu.
Rapinoe mengguncang dunia di tengah perhelatannya dalam Piala Dunia 2019. Sang kapten secara lantang menolak untuk menghadiri undangan di Gedung Putih.
Penolakan keras Rapinoe bisa dibilang sebagai bentuk sikap dirinya atas kebijakan-kebijakan Presiden Donald Trump yang begitu anti dengan keberadaan komunitas LGBTQ.
Tak hanya Rapinoe, striker timnasnya Alex Morgan pun angkat suara soal bagaimana selebrasinya saat membobol gawang Inggris rupanya meraih sorotan karena dinilai kontroversial.
Aksi gaya minum tehnya dinilai sebagai sebuah penghinaan terhadap Inggris. Morgan membantah hal tersebut pada publik. "Selebrasi saya sebenarnya lebih soal, 'Inilah tehnya', yang mengungkapkan cerita, menyebarkan berita," ujar Morgan dilansir ESPN.
Morgan justru memberikan kiritk tajam soal sorotan publik pada selebrasi 'minum teh'-nya itu. Ia menggarisbawahi soal standar ganda wanita dalam dunia olahraga.
"Saya kira ada standar ganda untuk perempuan dalam olahraga, sehingga saya rasa kami harus rendah hati atas kesuksesan yang telah diraih," ujar Morgan yang menilai bahwa wanita tidak diperbolehkan melakukan selebrasi secara berlebihan.
1. Mencari Akar Masalah Kesetaraan Gender Lewat Piala Dunia Wanita
Brandi Chastain mengubah mata dunia soal sepak bola wanita lewat tendangan penaltinya yang membawa Amerika sukses memboyong gelar juara di Piala Dunia Wanita 1999.
DItambah dengan aksi selebrasi kontroversialnya, Chastain rupanya turut menyumbangkan sesuatu yang baru dalam penelitian yang mendukung mengapa kesetaraan tenyata mampu dicapai di antara sepak bola wanita dan pria.
Dalam buku Invisible Women, karya Caroline Criado Perezcontends, mengungkapkan bahwa masalah yang dihadapi adalah kurangnya penelitian terhadap kondisi fisik wanita.
Beberapa dekade lamanya, obat-obatan dan peralatan banyak diujicobakan pada pria. Hasilnya lantas turut dijadikan gambaran bagi atlet wanita.
Tanpa data fundamental yang spesifik, hal ini tentunya akan berimbas buruk pada masa depan atlet wanita.
Banyaknya data penelitian yang salah menjadi akar dari masalah bias gender yang selama ini membelit dalam dunia olahraga, terutama sepak bola.
Piala Dunia Wanita 2019, Simbol Diplomasi Kaum Hawa Seluruh Dunia
Tahun 1999, PIala Dunia Wanita membuktikan posisinya sebagai gerbang komunikasi terbuka kaum hawa pada seluru lapisan masyarakat dunia soal posisi dan keberadaan mereka dalam sepakbola.
Turnamen itu nyatanya berperan besar dalam mengangkat isu kesetaraan upah dan waktu bermain, kekerasan seksual, dan perbedaan gender ke atas permukaan.
Dalam konferensi sepak bola wanita FIFA yang diadakan 2019 ini, banyak tokoh dunia perempuan di bidang politik hingga olahraga yang angkat bicara untuk berdiskusi bersama.
Satu tujuan utama yang ditangkap pada akhirnya dari pertemuan itu adalah bagaimana caranya memajukan kehidupan wanita lewat sepak bola.
Konsentrasi wanita dalam dunia sepak bola nyatanya tak berhenti sampai pada isu-isu sosial yang ada, namun juga kesehatan. Kesehatan otak dan juga masalah cedera kini menjadi salah satu fokus yang tengah dihadapi sepak bola wanita.
PIala Dunia Wanita tak hanya menjadi wadah untuk menyalurkan kecintaan wanita pada sepak bola, namun juga medium untuk mengantarkan sebuah isu yang layak untuk disadari dan diperjuangkan oleh wanita di seluruh dunia.
Hal itu lah yang sebenarnya secara nyata direfleksikan oleh timnas wanita Amerika Serikat dalam perjuangannya hingga meraih kemenangan di PIala Dunia Wanita 2019.
Apakah Indonesia siap melakukan hal serupa bagi para srikandinya di dunia sepak bola?