Analisis Juventus vs Tottenham Hotspur di ICC 2019: Si Nyonya Tua yang Naif
INDOSPORT.COM – Berhasil mendatangkan sejumlah pemain bintang, ternyata tidak cukup menghindarkan Juventus dari kekalahan melawan Tottenham Hotspur di ICC 2019, apa yang terjadi?
Jelang dimulainya musim yang baru di liga-liga top Eropa, sebanyak 12 tim (termasuk klub Meksiko, Chivas Guadalajara) mengikuti turnamen pramusim, International Champions Cup (ICC) 2019. Berlangsung di tiga benua, sejumlah pertandingan yang menarik pun digelar.
Salah satunya adalah duel yang mempertemukan antara Juventus vs Tottenham Hotspur di Stadion Nasional, Singapura, pada Minggu (21/07/19). Bertanding di benua Asia, Juventus nyatanya dibuat tak berkutik dan harus menelan kekalahan 2-3 dari Tottenham Hotspur.
Sempat tertinggal melalui gol dari Erik Lamela hingga interval pertama berakhir, drama sesungguhnya terjadi di babak kedua. Juventus sukses membalikan keadaan menjadi 2-1 melalui Gonzalo Higuain dan Cristiano Ronaldo hingga menit ke-60.
Tapi petaka menghampiri Juventus di sisa setengah jam berikutnya, Tottenham Hotspur bermain begitu luar biasa dengan mampu berbalik unggul. Kekalahan Juventus meski di pramusim saja, tetaplah sangat mengejutkan.
Mengingat Juventus di bursa transfer kali ini berhasil mendatangkan sejumlah pemain bintang seperti Adrien Rabiot, Matthijs de Ligt, hingga Gianluigi Bufffon. Berbanding terbalik dengan Tottenham Hotspur yang hanya merekrut Tanguy Ndombele saja dari Lyon.
Lantas mengapa Juventus bisa dikalahkan oleh Tottenham Hotspur meski telah mendatangkan pemain bintang dan telah memainkan Cristiano Ronaldo? Berikut INDOSPORT hadirkan analisisnya hanya untuk anda.
1. Si Nyonya Tua yang Naif
Sejak awal laga, sudah terlihat bagaimana Tottenham Hotspur mampu membuat para pemain Juventus bermain dengan rasa tidak nyaman. Bagaimana tidak, pressing ketat yang dilakukan oleh pemain Tottenham Hotspur sukses menghambat permainan Juventus.
Hingga akhirnya Erik Lamela sukses mencetak gol pembuka memanfaatkan kesalahan lini belakang Juventus yang telat turun ketika terjadi serangan kilat dari Tottenham Hotspur. Babak pertama pun berakhir dengan sejumlah catatan bagi pelatih Juventus, Maurizio Sarri.
Masuk ke babak kedua, Sarri memasukan anak emasnya di Napoli, Gonzalo Higuain untuk mengisi pos penyerangan Juventus. Hasilnya sesekali sarriball yang menjadi identitas gaya main tim yang diasuh Sarri mulai terlihat.
Puncaknya terjadi dengan dua gol balasan Juventus dari Gonzalo Higuain dan Cristiano Ronaldo yang sukses membawa Si Nyonya Tua berbalik unggul. Sadar timnya berada dalam tekanan, pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino memasukan satu-satunya pemain barunya.
Tanguy Ndombele dimasukan agar bisa memberi darah segar bagi permainan Tottenham Hotspur. Baru dua menit masuk ke lapangan, keringat pun belum deras mengucur, Tanguy Ndombele dengan visinya sukses memberi asis bagi Lucas Moura.
Tak ayal keberhasilan Tanguy Ndombele membuat dirinya banyak mendapat pujian dari seluruh suporter Tottenham Hotspur. Tak terkecuali Pochettino yang memberi pujian selangit kepada pemain yang ditebus dengan harga mencapai 42 juta pounds (Rp781 miliar).
"Ndombele adalah pemain yang memiliki kapasitas untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan hari ini," ujar Pochettino, seperti yang dinukil dari Sportskeeda.
Peran Ndombele tak hanya memberi asis saja, dalam proses gol ketiga Tottenham Hotspur, ia juga turut membantu dalam melakukan pressing. Bola yang ada di kaki pemain Juventus pun terlepas dan langsung ditembak Harry Kane dari tengah lapangan.
Secara permainan, sarriball di Juventus terlihat sudah mulai diaplikasikan sesekali oleh para pemain. Hanya saja masalah fisik akibat para pemain baru saja bergabung untuk latihan membuat kerja sama tim belum maksimal dan padu.
Hadirnya Matthijs de Ligt sebagai pemain baru juga belum memperlihatkan dampak yang signifikan karena ia baru bergabung ke Juventus belum ada sebulan. Sebaliknya Tottenham yang masih mengandalkan mayoritas pemainnya dari musim lalu tampil lebih kompak.
Selain masalah fisik dan kekompakan tim, Sarri juga menyinggung kenaifan yang dilakukan timnya sehingga terlalu mudah kehilangan bola. Asyik menyerang justru membawa malapetaka bagi Juventus.
"Di babak kedua kami menekan lebih baik dan melakukan beberapa hal baik, meskipun kami naif dengan adanya bola yang hilang,” tutur Sarri.
Masih ada waktu bagi Sarri untuk menyempurnakan sarriball-nya dengan mematangkan fisik serta membangun kekompakan tim.
Perlu kerja keras bagi Sarri di Juventus untuk mewujudkannya karena jika tidak, kegagalan akan menghantuinya sehingga membuat pembelian De Ligt akan terlihat sebagai investasi bodong alias tidak ada gunanya.