Penalti Borneo FC Sah atau Tidak? Ini Menurut Aturan FIFA
INDOSPORT.COM - Bagaimana sebenarnya menurut aturan FIFA mengenai penalti Borneo FC di laga Liga 1 2019 kontra Persela Lamongan?
Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2019 Persela Lamongan vs Borneo FC sempat diwarnai kericuhan setelah wasit Wawan Rapiko memberikan penalti kepada tim tamu di menit ke-88.
Bukan hanya lantaran penalti itu diberikan di akhir-akhir laga, kontroversi juga dikarenakan proses datangnya penalti itu sendiri. Yang dianggap tak layak berujung penalti.
Mengenai proses, penalti diberikan wasit Wawan Rapiko kepada Borneo FC setelah penjaga gawang Persela Dwi Kuswanto melakukan pelanggaran (menanduk kepala) kepada pemain Borneo Wahyudi Hamisi.
Keberatan Persela Lamongan sendiri muncul karena menilai, tandukkan itu bukan terjadi dalam proses perebutan bola atau pertandingan yang sedang bergulir. Karena saat kejadian, bola sudah berada sepenuhnya dalam dekapan Dwi Kuswanto.
Meski sempat mendapatkan protes keras dari Persela, hingga membuat pertandingan terhenti sekitar 25 menit, penalti tetap diberikan wasit dan berhasil dieksekusi Lerby Eliandri menjadi gol.
Lalu bagaimana sebenarnya menurut aturan FIFA, apakah penalti yang diberikan wasit Wawan Rapiko itu adalah hal yang benar dan sesuai aturan?
Merujuk law of the game FIFA, apa yang dilakukan kiper Persela Dwi Kuswanto, masuk dalam kategori perbuatan kekerasan (Violent conduct).
Yakni ketika pemain menggunakan atau mencoba menggunakan kekuatan berlebihan atau kebrutalan terhadap lawan bukan dengan tujuan merebut bola.
Dan berdasarkan peraturan tersebut juga, wasit memang diperbolehkan untuk memberikan hadiah penalti, jika perbuatan kekerasan itu terjadi dalam kotak penalti tim yang sedang bertahan.
"Jika bola dalam permainan dan pemain melakukan pelanggaran di dalam bidang permainan. (Hukumannya) tendangan bebas tidak langsung atau langsung atau tendangan penalti," tertulis dalam law of the game FIFA 2018/19 halaman 109.
Namun memang mengenai keputusan tersebut, bisa menjadi perdebatan karena penafsiran berbeda. Seperti yang diyakini kubu Persela dalam protesnya kepada wasit.
Persela merasa penalti tak layak diberikan karena menilai kondisi pelanggaran tersebut terjadi dalam keadaan pasif (off play) atau bola sedang tidak bergulir dalam pertandingan.