Intip Penjelasan Jenis Naturalisasi dan Peluang Keziah Hingga Sandy Walsh Gabung Timnas Indonesia
INDOSPORT.COM - Intip penjelasan jenis naturalisasi dan menakar peluang Keziah Veendorp serta para pemain keturunan lain di Eropa untuk bisa gabung Timnas Indonesia.
Isu naturalisasi sendiri memang tengah ramai dibicarakan belakangan ini, terutama pasca terpilihnya Mochamad Iriawan alias Iwan Bule sebagai Ketua Umum (Ketum) PSSI periode 2019-2023 mendatang.
Pasalnya Mochamad Iriawan pernah berucap bakal menghentikan program naturalisasi ketika ia terpilih menjadi Ketum PSSI 2019-23, dirinya pun menyebut jika program tersebut tidak terlalu efektif untuk pengembangan Timnas.
"Setelah saya kaji pemain yang dinaturalisasi memang umurnya sudah tua-tua. Di sana sudah fakir baru di bawa ke sini," sentil Iwan Bule.
"Saya tidak berjanji bila nanti saya terpilih program (naturalisasi) itu akan dikurangi atau dihapuskan. Yang jelas saya tidak akan ditambah lagi. Insya Allah kita akan optimalkan bakat pemain kita. Ada pemain nasional yang sudah latihan di luar negeri," tambahnya.
Kini dengan resmi terpilihnya Iwan Bule sebagai Ketum PSSI, nasib para pemain keturunan di luar negeri pun berada di ujung tanduk, pasalnya peluang mereka untuk bisa memperkuat Timnas semakin kecil.
Padahal di benua Eropa sana sangat banyak bakat muda keturunan Indonesia yang siap melepas paspor asing mereka demi memperkuat Garuda, salah satunya adalah bek FC Emmen yang mentas di Eredivisie, Keziah Veendorp.
"Saya ingin menjadi warga negara Indonesia dan membela Timnas. Tetapi saya masih harus mengurusi paspor saya terlebih dahulu," ucap Keziah kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT beberapa waktu lalu.
Walau bakal menyetop program naturalisasi, namun para pemain keturunan Indonesia seperti Keziah ataupun Sandy Walsh masih berpeluang memperkuat Timnas Indonesia.
Sebab jika melihat jenis naturalisasi yang pernah dilakukan di beberapa negara, program naturalisasi yang dihentikan Ketum PSSI Mochamad Iriawan adalah program mengganti paspor pemain non Indonesia atau pemain yang tidak punya darah serta sejarah Indonesia menjadi WNI.
Biasanya para pemain asing yang dinaturalisasi tersebut sudah mencapai usia uzur, lantaran syarat untuk bisa menjadi WNI haruslah berada di Indonesia dan menetap selama 3 tahun lebih.
Imbasnya pemain yang mengalami peak performance dan datang pertama kali ke Indonesia saat usia 28 tahun, mereka baru bisa membela Timnas ketika berusia 30 tahun lebih seperti yang dialami Dutra ataupun Gonzales.
Andai program naturalisasi jenis ini yang ingin dihentikan Mochamad Iriawan, maka kebijakan tersebut sudah sangat tepat bahkan tak salah jika Ketum PSSI akan menghapuskannya.
Menurut pengamat sepak bola Tanah Air, Timo Scheunemann, program naturalisasi yang biasa diterapkan beberapa negara ada tiga jenis dan salah satu dari jenis naturalisasi tersebut sangat cocok serta wajib diterapkan di Indonesia.
"Soal naturalisasi ada beberapa versi ya, gak bisa disamakan. Versi A contohnya yang biasa dilakukan Qatar dan Singapura, mereka ambil pemain jadi dari luar negeri, sama dengan Indonesia cuman di sana ambil pemain saat peak performance," ucap Timo kepada INDOSPORT.
"Versi B contoh Perancis, Belgia, Belanda, dan Jerman, mereka ambil pemain asing yang sudah masuk ke negara mereka sejak kecil sehingga dibina oleh sistem pembinaan negara mereka. Ini naturalisasi ideal karena menggabungkan talenta negara lain dengan superioritas pembinaan negara eropa," tambah Timo.
Serta versi C, yang ia anggap sebagai program naturalisasi yang sangat cocok diterapkan Indonesia lantaran sesuai dengan keadaan serta kultur politik Tanah Air.
"Terakhir adalah versi C, program naturalisasi ini dilakukan Filipina di mana negara-negara kecil yang berafiliasi secara kultur/politik dengan negara maju dan mereka ambil pemainnya, Indonesia cocoknya versi ini bukan versi A," imbuhnya.
Dengan kata lain, Indonesia yang punya afiliasi dengan Belanda lantaran sejarah masa lalu bisa mengambil pemain keturunan yang ada di sana lantaran di Belanda punya pembinaan yang lebih bagus ketimbang di Tanah Air.
"Pemain keturunan harus dong dipantau. Mereka punya kelebihan pembinaan yg lebih baik, jadi kalau memang layak timnas kenapa tidak, kan (mereka) keturunan," balas Timo.
"Beda dong dengan naturalisasi biasa (versi A), Kim Kurniawan contohnya, masa dia naturalisasi? Memang dia dari WNA ke WNI tapi kan papanya Indonesia, opanya malah main untuk timnas. Beda dong dengan pemain naturalisasi tanpa hubungan darah, dinaturalisasi terlambat lagi saat mereka sudah tua," tutupnya.