Mengadopsi Cara Kebangkitan RB Leipzig di Tim AC Milan
INDOSPORT.COM - Keberhasilan Ralf Rangnick di RB Leizpig ingin diadopsi oleh AC Milan di bawah kepemimpinan CEO, Ivan Gazidis.
Badai konflik tengah mendera manajemen klub Serie A Italia, AC Milan. Dua nama teratas dalam jajaran direksi Rossoneri, Zvonimir Boban (CFO) dan Ivan Gazidis (CEO), sedang pecah kongsi sebagai buntut silang pendapat penentuan pelatih baru.
Sebagai akibatnya, AC Milan memutuskan untuk memecat Zvonimir Boban sebagai Chief Football Officer (CFO), Sabtu (08/03/20) waktu setempat. Bukan cuma Boban, Maldini pun juga terancam kehilangan pekerjaannya.
Chief Football Officer (CFO) Milan, Zvonimir Boban, dikabarkan mengecam rencana Ivan Gazidis (CEO) untuk merekrut Ralf Rangnick sebagai nakhoda anyar Rossoneri musim depan. Dilaporkan La Gazzetta dello Sport, Gazidis disebut Boban telah melakukan pergerakan sepihak dalam mendekati Rangnick.
Kekesalan Boban dan bahkan Maldini sejatinya bisa dimengerti. Milan saat ini memang mulai menemukan pola permainan terbaik di bawah Stefano Pioli.
Sementara Gazidis ingin AC Milan mengadopsi kebangkitan RB Leipzig di Bundesliga yang diinisasi oleh Ralf Rangnick.
Ralf Rangnick dan RB Leipzig
Ralf Rangnick bukanlah nama sembarangan di sepak bola Jerman. Memiliki latar belakang sebagai pemain sepak bola, Rangnick membangun karier kepelatihan yang terbilang fenomenal di Jerman.
Kehebatannya mulai diakui saat membawa klub semenjana 1899 Hoffenheim promosi ke Bundesliga pada medio 2000-an. Memegang status sebagai runner-up Bundesliga bersama Schalke 04, Rangnick mengambil keputusan berani dengan menangani klub Hoffenheim yang berlaga di kasta ketiga pada musim 2006-2007.
Ketika banyak orang mengira kariernya selesai, Rangnick justru membuktikan bahwa semuanya baru saja dimulai. Ia melakukan pekerjaan fantastis dengan membawa Hoffenheim untuk pertama kalinya promosi ke Bundesliga 2 pada musim 2007-2008.
Tak berlama-lama di kasta kedua, ia sukses membawa Hoffenheim mencetak sejarah dengan promosi ke Bundesliga semusim berselang atau musim 2008-2009. Di sinilah gelar katalis sepak bola Jerman perlahan menempel pada dirinya.
Ia adalah sosok yang mampu dengan singkat membawa sebuah sebuah tim merangkak ke prestasi yang bahkan tak terbayangkan. Rangnick bagaikan zat pemercepat (katalis) dalam istilah kimia yang siap memberikan reaksi nyata.
Ralf Rangnick tiba di RB Leipzig pada musim 2012-2013. Menariknya, ia datang bukan sebagai pelatih kepala, melainkan ditunjuk sebagai direktur olahraga.
Ternyata, Rangnick juga memiliki kemampuan mumpuni sebagai seorang pencari bakat. Kejeliannya dalam mencari pemain-pemain yang tepat guna di Hoffenheim rupanya membuat Leipzig tertarik untuk menyodorinya peran sebagai direktur olahraga.
Hasilnya, RB Leipzig yang di masa itu dikenal sebagai tim kasta bawah, mulai mencuri perhatian dengan promosi ke Bundesliga 2 pada musim 2014-2015.
Di musim tersebut Leipzig melakukan investasi besar-besaran dengan mendatangkan pemain-pemain potensial seperti Davie Selke dari Werder Bremen, Atınç Nukan dari BeÅiktaÅ, sampai Willi Orban dari FC Kaiserslautern.
Ternyata pemain-pemain ini menjadi tulang punggung yang membantu tim promosi di akhir musim 2015-2016. Siapa lagi otak kesuksesan itu kalau bukan karena buah pengamatan jeli seorang Ralf Rangnick.
Menariknya, di musim 2015-2016 itu, RB Leipzig dilatih langsung oleh Ralf Rangnick yang turun gunung dari jabatan direktur olahraga.
Walau menjadi pelatih kepala, Rangnick juga menjalani peran bayangan sebagai pencari bakat pemain. Leipzig pun sempat dibawanya ke peringkat ketiga Bundesliga musim 2018/19.
Mengadopsi Kebangkitan RB Leipzig
Hal inilah yang ingin juga diterapkan di tim AC Milan. Rangnick dianggap mampu mempercepat kebangkitan Milan yang selama ini terus terhambat.
Hebatnya, Rangnick bisa membangkitkan sebuah tim tanpa uang belanja transfer yang besar. Rangnick memang terbiasa memaksimalkan kemampuan para pemainnya.
Tentu hal ini sesuai dengan misi Milan untuk menghemat pengeluaran demi terbebas sanksi Financial Fair Play.
Bayangkan, dengan kejelian Rangnick, Milan bisa mendapatkan talenta-talenta tersembunyi di dunia dengan harga murah.
Di tangan Rangnick, pemain-pemain ini akan menjadi pemain besar yang bisa berkontribusi banyak untuk klub. Belum lagi nilai sang pemain akan bertambah mahal.
From Zero to Hero. Deretan pemain-pemain biasa-biasa yang berhasil diorbitkan menjadi bintang di bawah Rangnick di antaranya adalah Roberto Firmino, Naby Keita, Sadio Mane, dan Joel Matip. Empat pemain ini kini memperkuat tim Liverpool di bawah asuhan Jurgen Klopp.
Ralf Rangnick adalah pelatih yang terbiasa bermain dengan para pemain muda. AC Milan sendiri menjadi tim dengan rataan usia termuda di Serie A, yakni 24,1 tahun.
AC Milan merekrut pemain-pemain muda berusia di bawah 25 tahun seperti Rafael Leao (20), Theo Hernandez (21), Ismael Bennacer (21), Leo Duarte (23). Rade Krunic (25), dan Ante Rebic (25).
AC Milan bahkan bisa membuat starting XI dengan rata-rata usia di bawah 23 tahun dengan ditambah nama-nama seperti Gianluigi Donnarumma (20), Davide Calabria (22), Alessio Romagnoli (24), Franck Kessie (22), sampai Lucas Paqueta (22).
Milan Bukan Tim Kecil
Sayang, walau memiliki rekam jejak apik, kedatangan Ralf Rangnick ditentang banyak tifosi Milan. Selain karena 'menyingkirkan' Boban, cara yang dilakukan Rangnick dinilai lebih cocok untuk tim-tim kecil.
Sementara para fans menilai AC Milan merupakan tim besar yang memiliki pendekatan berbeda dengan RB Leipzig.
Namun begitu, para fans patut ingat bahwa RB Leipzig juga tak sepenuhnya 'tak bermodal'. Leipzig justru kini dikenal sebagai tim paling kapitalis di Bundesliga.
Manajemen RB Leipzig telah mengeluarkan banyak uang untuk menciptakan akademi sepak bola yang baik, fasilitas mumpuni, serta pelatih-pelatih kelas dunia di tiap jenjang.
Dengan modal akademi dan fasilitas mumpuni yang memang sudah dimiliki AC Milan, bukankah kerja Ralf Rangnick nantinya bakal lebih mudah?
Di sisi lain, fans pun mesti menyadari bahwa suka tidak suka AC Milan yang sekarang tertinggal jauh dari tim-tim terbaik dunia seperti Juventus, Barcelona, Real Madrid, maupun Manchester City.