Kisruh Berkelanjutan di Internal Barcelona, Siapa Mesti Disalahkan?
INDOSPORT.COM - Kisruh berkepanjangan terus terjadi di internal Barcelona mulai dari kasus penipuan pajak, konflik pemain, pemotongan gaji, sampai tudingan korupsi. Siapa yang mesti bertanggung jawab?
Konflik internal kembali menerpa raksasa LaLiga Spanyol, Barcelona. Mantan wakil presiden klub, Emili Rousaud, menuding adanya praktik korupsi di jajaran direksi klub.
Merespons hal ini, FC Barcelona menyangkal dan secara resmi mensomasi Rosaud atas tuduhan pencemaran nama baik. Kabarnya, tuduhan dari Rosaud ini ditujukan kepada presiden klub saat ini, Josep Maria Bartomeu.
Emili Rousaud bersama lima direksi klub memutuskan mundur secara massal pada 4 April lalu karena tidak puas dengan kepemimpinan Josep Bartomeu.
Selain Rousaud, kelima direksi yang ikut mundur adalah Enrique Tombas (wakil/bendahara), Jordi Calsamiglia (dewan pembina), Josep Pont (kepala komersial klub), Maria Teixidor (sekretaris tim wanita), Silvio Elias (direktur tim cadangan),
Hal ini jelas jadi pukulan telak sekaligus menandakan ada yang tidak beres di dalam manajemen Barcelona. Tak lama setelah mengundurkan diri, Rousaud pun membeberkan adanya praktik korupsi dalam direksi Barcelona.
Korupsi terjadi saat Blaugrana bekerja sama dengan perusahaan konsultasi digital I3 Ventures yang digandeng Bartomeu sejak 2017. Kasus ini pun sering disebut dengan istilah Barcagate.
Rousaud menuding adanya keanehan pada biaya mengontrak I3 Ventures. Dana yang tercantum dianggap tak sesuai dengan anggaran seharusnya.
Walau tak spesifik menyebut nama, namun semua pihak tahu tuduhan Rousaud ini ditujukan untuk presiden klub.
Banyak Masalah
Gonjang-ganjing yang menimpa Barcelona bukanlah yang pertama dalam satu tahun terakhir. Pada akhir tahun lalu konflik terjadi antara kapten sekaligus legenda klub, Lionel Messi, dengan direktur olahraga, Eric Abidal.
Saat itu Abidal secara khusus mengritik semangat pemain Barcelona yang berujung pada pemecatan Ernesto Valverde. Messi pun tak terima dan membalas kritikan itu melalui instagramnya.
Ribut-ribut antara Messi dan Abidal sempat membuat situasi tim goyang. Pasalnya, dalam waktu hampir bersamaan Barcelona juga tengah melakukan transisi pergantian pelatih setelah rentetan hasil buruk di bawah Valverde.
Semenjak berganti pelatih, Barca belum benar-benar menemukan konsistensi permainan yang selama ini jadi ciri khas mereka.
Namun, sebelum performa Barca pulih, pandemi COVID-19 keburu melanda Eropa. Masalah baru pun hadir dalam polemik pemotongan gai pemain.
Sempat terjadi pertentangan alot antara manajemen klub dengan pemain perihal pemotongan gaji. Maklum, di banding klub-klub Eropa lainnya, Barca termasuk yang paling ekstrem dalam menetapkan pemotongan gaji.
Tak kurang dari 70 persen gaji dari para pemain harus dipangkas selama kompetisi dihentikan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan jika manajemen keuangan Barcelona sangat buruk.
Buruknya Manajemen Keuangan Barca
Sebagai salah satu klub terbesar dunia, kerugian yang didapat klub LaLiga Spanyol, Barcelona, akibat pandemi virus corona mendapat sorotan luas.
Manajemen Barcelona mengambil keputusan berani di tengah krisis dengan memotong 70 persen gaji pemain-pemainnya selama durasi tidak adanya pertandingan.
Hal ini pun menjadi pertanyaan lantaran klub-klub kaya lainnya tak memotong gaji pemain lebih dari 30 persen, bagaimana Barcelona bisa mendapat angka 70 persen?
Walau memiliki pemasukan besar, Barcelona diketahui merupakan klub sepak bola dengan angka pengeluaran gaji pemain terbesar di dunia yakni mencapai Rp8,7 triliun per tahun. Ketika sandaran pemasukan mereka itu hilang, maka goncangan yang lebih hebat pun akan dirasakan dibanding klub-klub lain.
Di samping itu, Barcelona sendiri sebetulnya bukanlah tim yang benar-benar sehat secara finansial. Blaugrana diketahui juga memiliki utang menumpuk.
Utang ini terus membengkak seiring kebiasaan mereka membeli pemain dengan harga fantastis. Pembelian Antoine Griezmann saja diketahui berasal dari utang.
Pada Oktober 2019, media Spanyol, AS, melaporkan total utang Barcelona mencapai 260,7 juta euro atau setara Rp4 triliun.
Maka tak heran, goncangan yang mereka rasakan selama beberapa bulan ini akibat pandemi corona sangat memengaruhi kondisi finansial klub.
Hal ini tak dirasakan begitu telak oleh klub rival mereka seperti Real Madrid atau Bayern Munchen. Selain gaji pemain yang tak sebesar Barca, kedua klub ini juga memiliki perencanaan finansial yang lebih bagus.
Siapa Mesti Disalahkan?
Kondisi Barcelona yang kian memprihatinkan tak bisa dipungkiri merupakan tanggung jawab dari sang presiden, Josep Maria Bartomeu.
Josep Bartomeu terbukti gagal dalam mengelola klub sebesar Barcelona dengan baik. Tudingan yang dikeluarkan oleh Emilia Rosaud adalah puncak gunung es semata.
Josep Bartomeu melenggang ke pucuk pimpinan Barcelona pada 2014 menggantikan Sandro Rosell setelah menerima 61,35 persen suara. Sejak awal, dirinya sudah pernah terjerat persoalan hukum.
Pada 2014 lalu Bartomeu bersama Rosell diselidiki atas dugaan penipuan pajak dalam pembelian megabintang Brasil, Neymar Jr. Ia sempat diadili setelah bandingnya ditolak.
FC Barcelona pun akhirnya harus membayar denda sebesar 4,3 juta pound atau sekitar Rp75 miliar atas kasus transfer Neymar di 2013. Namun, hal itu tak menghentikannya untuk terus memimpin Barcelona sampai saat ini.
Keputusan kontroversial kembali dibuatnya saat mendatangkan bintang Atletico Madrid, Antoine Griezmann. Barcelona mencari utangan hingga €35 juta atau setara Rp548 miliar demi membeli gelandang Prancis tersebut.
Barca kala itu memang tak sanggup menembus sepenuhnya klausul kontrak sang pemain yang mencapai 120 juta euro. Josep Maria Bartomeu pun mengaku harus mencari pinjaman uang untuk mewujudkan transfer ini.
Di bawah Bartomeu pula Barcelona menghabiskan triliunan rupiah untuk pemain-pemain flop seperti Philippe Coutinho dan Ousmane Dembele.
Dengan rekam jejak yang pernah cacat di mata hukum, bisa jadi tudingan dari Emili Rousaud memang benar adanya. Apalagi, perginya enam petinggi sekaligus dalam satu waktu menunjukkan adanya ketidakberesan pada kepemimpinan Josep Maria Bartomeu.
Borok kepemimpinan Bartomeu di Barcelona satu per satu mulai terungkap. Jika terus dibiarkan, maka bukan mustahil klub Barcelona bakal mengalami kebangkrutan. Hal ini bisa memicu kepergian sang megabintang, Lionel Messi, di musim panas nanti.