Lembar yang Hilang: Regenerasi Persipura Berantakan di Ligina VII
INDOSPORT.COM - Dalam sejarah panjang klub Persipura Jayapura, ada satu masa di mana klub berjuluk Mutiara Hitam ini sempat dihampiri petaka dan nyaris terjun bebas ke jurang degradasi. Sejarah itu tercatat saat pasukan Mutiara Hitam mengarungi kompetisi Liga Indonesia VII atau Liga Bank Mandiri, 2000/2001 silam.
Dua tahun sebelumnya, Eduard Ivakdalam dan kolega juga nyaris terdegradasi ke kasta kedua pada kompetisi Ligina V, 1998/1999. Namun lagi-lagi, langkah Persipura masih dipayungi keberuntungan. Mereka masih mampu bertahan di pentas tertinggi sepak bola Indonesia.
Selepas melangkah ke babak 12 besar di kompetisi Ligina III 1996/1997 dengan diperkuat generasi 1986 dan 1990, kilau Mutiara Hitam kian meredup.
Mereka harus merasakan gonta-ganti pelatih tiap musimnya, namun urung membuahkan prestasi. Regenerasi pun dianggap sebagai pilihan yang tepat di saat skuat Persipura mulai terlihat tak seimbang.
Ironisnya, regenerasi yang dilakukan oleh manajemen Persipura di kompetisi Ligina VII justru menghadirkan petaka yang nyaris menghempaskan tim Mutiara Hitam dari kasta tertinggi sepak bola Indonesia.
Hancur di Putaran Pertama
Manajemen Persipura membuat keputusan mengejutkan jelang bergulirnya kompetisi Ligina VII 2000/2001 kala itu, dengan tak memasukkan sejumlah pemain senior yang di musim-musim sebelumnya menjadi pilar tim.
Selain Ronny Wabia dan Chris Leo Yarangga, manajemen juga tidak mengikutsertakan beberapa nama pemain senior lainnya. Hanya tersisa nama-nama seperti Eduard Ivakdalam, Fison Merauje, Victor Pulanda, Frans Youwe, Eduard Isir, dan Ridwan Bauw yang berlabel pemain senior.
Selebihnya, skuat Mutiara Hitam diperkuat oleh sejumlah pemain muda yang berasal dari tim PPLP Papua dan tim sepak bola PON Papua, semisal Epa Maniani, Aris Kambu, Nixon Nuboba dan beberapa wajah baru.
"Waktu itu anak-anak PON banyak yang muda-muda, makanya mereka dipanggil, sedangkan sebagian pemain senior tidak dipanggil dan mereka bukan pensiun. Itu keputusan manajemen, kita tidak bisa ikut campur," ungkap kiper Persipura kala itu, Fison Merauje kepada INDOSPORT, Minggu (3/5/20).
Di musim itu, Persipura dinahkodai oleh salah satu legenda mereka, Hengky Heipon. Manajemen membidik posisi papan atas usai di musim sebelumnya sukses mengakhiri kompetisi Ligina VI di peringkat ke-5 wilayah timur di bawah asuhan Ruddy Keltjes.
Kompetisi pun bergulir, skuat muda Persipura mengawali kiprah mereka dengan sangat mengecewakan. Dalam lima laga perdana, Persipura bahkan sudah menelan 5 kekalahan dengan total kemasukkan 12 gol (kalah dari PSM Makassar 3-0, Persma Manado 2-0, PKT Bontang 3-1, Putra Samarinda 2-0) dan satu kekalahan di markas sendiri saat menjamu Petrokimia Putra dengan skor 1-2.
Persipura akhirnya bisa meraih kemenangan perdananya saat menjamu Persebaya Surabaya dengan skor tipis 1-0. Persipura menang berkat gol tunggal pemain debutan Epa Maniani.
Setelahnya, mereka kembali menelan kekalahan dari Persijap Jepara 1-0 dan Pelita Jaya 2-0. Edu Ivakdalam cs lalu mendapatkan kemenangan keduanya setelah mengalahkan PSS Sleman 1-0. Selebihnya, mereka imbang lawan Barito Putera 1-1, kalah dari Gelora Deltras 1-0 dan imbang tanpa gol lawan Arema Malang.
Kalah sebanyak 8 kali dalam putaran pertama, merupakan yang terburuk dalam kiprah Persipura di kompetisi profesional Liga Indonesia, sejak 1994/1995.
"Kita hampir saja terdegradasi waktu itu, karena di putaran pertama kita hanya dua kali menang, dapat 6 poin dari Persebaya dan PSS Sleman. Waktu itu, pemain senior cuma saya, Edu Ivakdalam, Victor Pulanda, Eduard Isir, Frans youwe ditambah dengan anak-anak PON hampir sebagian," kenang Fison.
Tertolong Berkat Desakan Penonton
Sejak menelan 5 kekalahan di awal kompetisi, penonton (belum ada kelompok suporter kala itu) sudah kehilangan kesabaran. Mereka melayangkan protes dan terus mengkritik manajemen Persipura, tak jarang hujan botol pun kerap meneror Stadion Mandala di saat Persipura tak menunjukkan performa memuaskan.
Bahkan sebuah pemandangan aneh sempat terlihat di Stadion Mandala ketika Edu Ivakdalam cs menelan kekalahan dari sang tamu, Petrokimia Putra. Saking jengkelnya dengan kekalahan Persipura, penonton justru merayakan kemenangan tim tamu sambil mengelu-elukan penyerang Petrokimia Putra, Jaenal Ichwan yang mencetak dua gol di laga tersebut.
Hasil buruk di putaran pertama membuat posisi Persipura kala itu terbenam di papan bawah klasemen wilayah timur dan berada di zona merah.
Penonton yang naik pitam lantas bereaksi dengan melayangkan aksi protes di Stadion Mandala. Mereka menuntut manajemen untuk segera membawa kembali para pemain senior yang di awal kompetisi tak diajak serta.
Manajemen pun lantas merespon desakan penonton dengan meminta sejumlah pemain senior seperti Ronny Wabia dan Chris Leo Yarangga untuk kembali bergabung.
"Reaksi penonton waktu itu ada yang pro kontra, soalnya adik-adik yang PON ini di anggap belum bisa bermain di level liga waktu itu. Tapi yang pro ada juga, katanya biar ada regenerasi pemain Persipura," ungkap Fison.
"Cuma, seiring kompetisi berjalan hasil yang kita dapat kurang bagus, makanya di putaran kedua manajemen merespons dengan memanggil kembali pemain senior, Ronny Wabia, Chris Yarangga dan ada beberapa pemain senior lagi," sambungnya.
Alhasil, masuknya sejumlah pemain senior tersebut mampu memberikan dampak positif bagi skuat Persipura saat itu. Mereka berhasil memetik 9 kemenangan diantaranya menang atas PSS Sleman dengan skor 2-0, Pelita Jaya 2-1, Persijap Jepara 4-0, PKT Bontang 1-0, Putra Samarinda 5-0, PSM 1-0, Persma Manado 2-1, Gelora Deltras 6-2, dan Arema Malang 3-1.
Sementara, mereka hanya kalah sebanyak 4 kali dari Barito Putra 1-2, Petrokimia 1-5, Persema Malang 2-3, plus Persebaya Surabaya dengan skor 4-0. Menariknya, Chris Yarangga yang baru bergabung di putaran kedua masih membuktikan tajinya dengan menyumbangkan 8 gol.
Berkat desakan penonton, tim Mutiara Hitam akhirnya terhindar dari degradasi dan mengakhiri kompetisi Ligina VII di peringkat ke-8 dengan mengoleksi 32 poin.
"Bergabungnya sejumlah pemain senior waktu putaran kedua itu memberikan pengaruh positif. Kita bisa kembali bermain bagus dan akhirnya bisa lolos dari degradasi," pungkas Fison.
Pasca berakhirnya kompetisi Ligina VII, manajemen Persipura kembali melakukan perombakan. Masa bakti legenda Hengky Heipon sebagai pelatih tak diperpanjang. Begitupun dengan sejumlah pemain muda yang dianggap gagal lantas dicoret dari klub.