Piala Soeharto, Turnamen yang Lebih Bergengsi dari Kompetisi Liga
INDOSPORT.COM – Di Indonesia pernah ada turnamen sepak bola bernama Piala Soeharto, yang gengsinya bahkan melebihi kompetisi Liga Perserikatan di era PSSI kepemimpinan Bardosono.
Selama 31 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia sejak tahun 1967, Soeharto dikenal sebagai sosok yang tak cukup memiliki kedekatan terhadap olah raga sepak bola. Tetapi menariknya sempat ada turnamen sepak bola dengan nama Piala Soeharto yang gengsinya melebihi kompetisi Liga Perserikatan pada kala itu.
Turnamen Piala Soeharto tersebut memang bukan prakasa Soeharto langsung. Melainkan sebuah ide dari Komisaris Umum PSSI, Bardosono.
Bardosono menginisiasi Piala Soeharto untuk mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah, lantaran krisis keuangan yang sedang membelit mereka di era Ketua Kosasih Poerwanegara SH kala itu.
Dengan modal kedekatannya dengan Presiden, Bardosono yang kala itu juga menjabat sebagai Sesdalopbang (Sekretaris Pengendali Operasi Pembangunan) akhirnya bisa mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 12 Juta, sehingga kemudian dimulai jugalah turnamen Piala Soeharto sejak tahun 1973.
Tak seperti kompetisi Piala Presiden sekarang-sekarang ini yang merupakan turnamen pra musim, Piala Soeharto justru digelar tepat setelah usainya kompetisi Liga Perserikatan saat itu.
Menjadi spesial, karena tak sembarangan tim yang bisa mengikuti turnamen tersebut. Hanya empat tim yang berada di posisi teratas klasemen Perserikatan lah yang bisa berjibaku di Piala Soeharto yang digelar dalam format setengah kompetisi di SStadion Gelora Senayan (kini Gelora Bung Karno).
Di turnamen pertama, empat tim yang berhak berkompetisi di Piala Presiden 1973 adalah Persija Jakata (Juara Perserikatan), Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan PSM Makassar.
Dengan animo yang luar biasa suporter kala itu, PSMS Medan akhirnya keluar sebagai juara dengan koleksi lima poin, hasil dua menang dan sekali imbang. (Saat itu menang dapat dua poin, imbang satu poin). Sementara sang juara Perserikatan , Persija harus puas sebagi runner-up dengan poin empat.
Kesuksesan Piala Soeharto itu pada akhirnya kemudian membuat nama Bardosono menjadi Ketua Umum PSSI. Terpilih dalam Kongres ke-25 di Yogyakarta pada 14 Agustus 1974. Kala itu, beredar kabar bahwa Bardosono diprediksi akan melenggang ke kursi kepemimpinan PSSI usai menyelenggarakan Piala Soeharto.
Apapun itu, naiknya Bardosono sebagai Ketua PSSI membuat turnamanen Piala Soeharto kembali dihelat pada tahun 1974. Dengan sistem yang sama dan juga peserta yang sama. PSM Makassar saat itu menjadi tim yang keluar sebagai juara dengan poin enam, menyisihkan Persija yang kembali harus puas sebagai runner-up.
Baru akhirnya di Piala Soeharto selanjutnya tahun 1976, Persija Jakarta akhirnya bisa keluar sebagai juara dengan poin enam. Mengungguli peserta baru, Persipura Jayapura yang hanya mengoleksi poin lima.
Di Piala Soeharto 1976 itu, jumlah tim peserta juga bertambah satu, menjadi lima. Sebab PSM Makassar yang tak masuk dalam empat besar kompetisi perserikatan kala itu, tetap bisa ikut serta lantaran bersatatus sebagai juara bertahan Piala Soeharto sebelumnya.
Tahun 1976 itu kemudian menjadi terakhir kalinya Piala Soeharto digelar. Sebab di tahun 1977, sang inisiator turnamen, Bardosono harus rela mundur dari jabatan sebagai Ketua PSSI. Setelah dalam era kepemimpinannya Federasi Sepak Bola tertinggi di Indonesia itu banyak menghadirkan konflik.
Selain juga tak lama setelahnya, Bardosono juga tak lagi ditugaskan Soeharto sebagai Sesdalopbang (Sekretaris Pengendali Operasi Pembangunan).